Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Pembuktian Lanjutan Bang Dodo dan Aroma Dendam Empat Tahun
Selain “hidup mati”, laga Portugal versus Uruguay juga beraroma dendam. Empat tahun lalu di Rusia, Uruguay menyinghkirkan Portugal di perempat final.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Gonjang-ganjing akibat wawancara kontroversialnya dengan Piers Morgan, terbukti tidak memberi pengaruh negatif pada performa Cristiano Ronaldo. Pada laga melawan Ghana, Ronaldo justru tampil impresif, melesakkan satu gol dan berada di lapangan selama 88 menit. Kontribusinya sangat besar.
Namun kemenangan atas Ghana, oleh umumnya pengamat sepak bola dunia, dianggap belum cukup. Ronaldo harus memberi pembuktian lebih lanjut, dan pembuktian ini bisa datang dari Uruguay.
“Semalam Messi cetak gol lagi. Minimal Ronaldo pun harus cetak gol juga, lah, baru pas,” kata Lek Tuman.
Sudung, yang sedang bermain PUBG bersama Sangkot dan Ane Selwa langsung menyergah.
“Enggak cocok kurasa hitung-hitungan Pak Kep. Enggak mesti, lah, kalok Messi cetak gol Ronaldo jugak harus cetak gol. Yang penting, kan, macam mana bisa menang. Lagi pula kalok besok Portugal menang langsung lolos orang tu dari grup, Argentina belum tentu. Gara-gara kenak bante Saudi, pertandingan terakhir lawan Polandia pun jadi hidup mati.”
“Iya, oke, lah. Kita pinggirkan Messi dulu,” ujar Lek Tuman sembari mengangguk-angguk. “Masalahnya, menurutmu, apa Portugal bisa menang lawan Uruguay? Ingatku, empat tahun lalu, Uruguay yang menang.”
Selain “hidup mati”, laga ini juga beraroma dendam. Empat tahun lalu, persisnya 30 Juni 2018 di Fisht Stadium, Sochi, Rusia, dalam pertandingan yang berjalan sengit dan panas , yang antara lain juga melahirkan satu momentum ikonik yang barangkali tidak akan dilupakan untuk waktu yang lama [Ronaldo membopong Edinson Cavani yang cedera ke pinggir lapangan], Uruguay menekuk Portugal 2-1.

Pertanyaannya, mampukah Uruguay mengulang pencapaian? Atau sebaliknya, Portugal yang menuntaskan dendam?
Kedua tim datang ke Qatar dengan gambaran kekuatan yang hampir sama. Baik Portugal maupun Uruguay sama-sama masih mengandalkan pemain-pemain senior, pemain berpengalaman, yang dikombinasikan dengan pemain muda yang tengah bersinar.
Selain Cavani, di kubu Uruguay juga masih ada Diego Godin dan Luis Suarez. Godin sudah berusia 36, sedangkan Suarez dan Cavani 35. Pelatih Diego Alonso juga kerap masih memasukkan Martin Cereces, 35 tahun, ke jajaran starting line up.
Ada pun di sisi Portugal, selain Ronaldo juga masih ada Pepe yang telah masuk kategori uzur untuk ukuran pesepakbola.
“Sudah 39 umur Si Pepe itu. Udah tua kali. Kalok orang Minang bilang, lah laruik sanjo. Tapi di tim Portugal juga ada Antonio Silva yang masih 19 tahun. Kurasa cium tangan Si Silva ini kalok ketemu Pepe, ya,” kata Mak Idam diikuti tawa berderai.
Selisih usia Pepe dan Silva memang terentang jauh. Waktu Pepe pertama kali juara liga bersama FC Porto pada musim 2005-2006, Antonio Silva bahkan belum genap berusia 3 tahun. Masih melangkah tertatih-tatih.
Namun Silva masih belum menjadi andalan Portugal. Pelatih Fernando Santos, sejauh ini, belum memberi kepercayaan kepadanya untuk menambah caps. Silva yang berposisi bek tengah belum mampu menggeser para seniornya –Pepe, Ruben Dias, dan Danilo Pareira.