Memilih Damai
3 Capres Paling Top, Anies-Ganjar-Prabowo Miliki Elektabilitas Tinggi, Dominasi 60 Persen
Prabowo Subianto, Ganjar, dan Anies memang menjadi tiga nama yang menguasai 60 persen lebih total suara responden, berdasarkan survei Litbang Kompas.
TRIBUN-MEDAN.com - Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu menginformasikan hasil survei kepemimpinan nasional di Indonesia atau terkait Capres 2024.
Hal tersebut disampaikan saat Talkshow Series Memilih Damai dengan tema 'Membedah Genealogi Presiden dari Masa ke Masa'.
Diketahui, talkshow digelar di Auditorium Arifin Panigoro, Universitas Al-Azhar Indonesia, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Pesan Meutia Hatta pada Capres 2024, Pahami UUD dan Pancasila bila Ingin Lurus
Survei lembaga penelitian lain juga menempatkan Anies, Ganjar, dan Prabowo sebagai top three.
Artinya di bawah tiga nama tersebut, memang banyak nama-nama yang bermunculan, tapi selisihnya cukup jauh dengan tiga nama teratas tadi.
Baca juga: Anies Disenangi karena Berprestasi, Prabowo karena Ketegasannya, Ganjar Dianggap Figur Merakyat
"Apabila melihat dengan saksama, ada satu historis yang mempelajari mengupas dari mana sih rekrutmen jalur kepemimpinan Indonesia," ucap Yohan.
Pemilihan ketiganya juga bukan atas pertimbangan identitas kedaerah atau SARA, tetapi karena kemampuan yang bersangkutan.
Putri Wakil Presiden RI I Bung Hatta, Meutia Hatta, juga berpesan kepada para calon pemimpin bangsa ke depan.
Lebih lanjut Yohan menjelaskan, kalau ditelusuri saat dimulai periode kematangannya tahun 1940 sampai 1960.
Di sana muncul Bung Karno dan Bung Hatta. Menurut Yohan, mereka adalah generasi-generasi yang dibangun dari rekrutmen berdasarkan pendidikan.
"Jadi kalau dulu elit politik itu tidak sekadar bangsawan dan keturunan, tapi aspek pendidikan itu menjadi elit baru," jelas Yohan.

Baca juga: Prabowo, Ganjar dan Anies Konsisten Pimpin Hasil Survei, Begini Analisa Peneliti Litbang Kompas
Jadi memang kata Yohan, hadirnya Soekarno Hatta yang membuat kemudian banyak tokoh-tokoh bermunculan berbasis intelektual akademis.
Kemudian sekitar tahun 1960 ke atas, periode kematangannya ketika perjuangannya sudah memasuki perjuangan fisik.
Yohan menjelaskan bahwa militer menjadi rekrutmen kepemimpinan Indonesia.