Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Messi-Alvarez, teringat Duet Maradona-Caniggia
Argentina punya duet baru yang mengingatkan pada Diego Maradona dan Claudio Caniggia di Piala Dunia 1990. Apakah pencapaian mereka bisa dilampauai?
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Melawan Italia, seperti kala berhadapan dengan Brasil, pemain-pemain Argentina jarang sekali bisa berlama-lama dengan bola. Kecuali Maradona yang masih menunjukkan sihirnya, semua pemain Argentina seperti berada dalam tekanan.
Italia unggul lebih dulu melalui Salvatore Schilacci. Sampai menit 66, tidak ada tanda-tanda Argentina bisa menyamakan kedudukan. Namun satu menit berselang, bola yang dilambungkan Maradona disambar Caniggia dengan kepala bagian belakang. Kiper Italia, Walter Zenga, hanya bisa menangkap angin.
"Pas final lawan Jerman, keberuntungan orang tu selesai,” ucap Pak Udo seraya mengatakan bahwa ia masih ingat, malam itu, dengan sangat yakin memegang Jerman.
"Selain polesan Beckenbauer yang bikin main Jerman jadi paten, motivasi orang tu pun ngeri. Tahun 86 di Meksiko, kalah orang tu di final lawan Argentina. Sebelumnya tahun 82 kalah dari Italia. Masak tahun 90 kalah lagi? Janganlah sampek tiga kali kata New Lasidos. Amangoi! Jangan... oh... janganlah..."
Pak Udo meneruskan nyanyian. Dari balik steling, Tok Awang mengiringinya dengan suara dua. Mak Idam menimpali dengan nada tepuk tangan yang kedengaran fals. Di sela-sela itu, Sangkot melempar tanya pada Lek Tuman.
"Sorry-sorry, nih, Pak Kep. Masih belum dapat aku. Hubungannya apa Caniggia sama Alvarez? Tahu awak Caniggia itu, pernah kutengok berapa kali videonya. Gondrong dia. Tinggi. Agak-agak mirip Bon Jovi mukaknya. Si Alvarez gak gondrong. Jadi samanya di mana?”
Lek Tuman tertawa. Bilangnya, kesamaan bukan terletak pada fisik, melainkan bagaimana Carlos Bilardo dan Lionel Scaloni memposisikan keduanya. Alvarez, sebagaimana Caniggia, tidak masuk di jajaran sebelas utama. Argentina kontra Arab Saudi di laga pertama Alvarez didudukkan di bangku dan baru masuk di menit 59.
Begitu juga di pertandingan kedua, sebenarnya –Caniggia sudah jadi pemain utama di pertandingan kedua Argentina melawan Uni Soviet. Alvarez masuk di menit 63, menggantikan Lautaro Martinez.
"Martinez ini pun entah cemana, kok, mendadak bapuk. Gak bisa-bisa dia menggolkan. Padahal peluangnya bukan tak ada,” ucap Mak Idam pula. Sebagai suporter garis keras Barcelona, setelah Spanyol tersingkir, dia bergeser jadi pendukung Argentina. Menurut Mak Idam, "ke-Spanyol-an"di Argentina jauh lebih kental ketimbang Perancis, negara tempat Messi saat ini bermain.
"Yang sialnya, maksudku sial untuk Martinez,” sambungnya, "pas dipasang sama Scaloni, bagus pulak main Alvarez. Cocok, lah, udah. Hanyut kawan!”
"Eh, selain Caniggia, aku jugak teringat Schilacci dan Baggio, Pak Kep,” sahut Pak Udo. Dari cadangan jadi pemain inti jugak orang tu karena pemain utamanya ternyata nggak terharap."
Satu lagi drama di Piala Dunia 1990. Di awal-awal turnamen, Azeglio Vicini, Pelatih Kepala Italia nan flamboyan, dalam formasi 4-4-2 yang jadi favoritnya lebih memilih Andrea Carnevale dan Gianluca Vialli sebagai duet lini depan. Salvatore Schillaci belum punya pengalaman di kancah internasional. Begitu juga Roberto Baggio. Berusia 23, Baggio baru delapan kali bermain untuk Azzuri –julukan Tim Nasional Italia.
Namun entah bagaimana Carnevale dan Vialli kehilangan sentuhan mereka. Tendangan melenceng kemana-mana. Sundulan tak tentu arah. Setelah dua pertandingan tak juga menunjukkan tanda-tanda mengakhiri ketumpulan, Vicini hilang kesabaran.
Di laga ketiga babak penyisihan grup versus Cekoslovakia, ia melakukan perubahan “revolusioner”. Carnevale-Vialli keluar line up, Schilacci-Baggio masuk, dan hasilnya ternyata menakjubkan. Italia bermain lebih dominan, sekaligus lebih tajam dan indah.

Italia melaju sampai ke semi final dan akhirnya kalah dari Argentina. Schilacci dan Baggio mencetak gol di laga ini, begitu juga Caniggia dan Maradona.
"Cumak kalok menurutku,” bilang Pak Udo lagi, "duet Maradona-Caniggia ini gak pernah betul-betul sempat jadi legend kek Romario-Bebeto, atau Thierry Henry dan David Trezeguet, atau bilanglah Xavi-Iniesta. Mungkin karena gagal jadi juara itu jugak ya. Di Italia gagal, di Amerika jugak gagal. Nah, kalok menurut kelen cemana Messi Alvarez ini?”
Satu yang pasti, tentu saja, duet ini tidak akan berumur terlalu panjang. Ada rentang usia yang lebar antara Messi dan Alvarez. Messi sekarang 35 tahun sedangkan Alvarez baru 22. Saat Messi masuk dalam skuat Argentina di Piala Dunia 2006, Alvarez masih bocah yang bahkan belum belajar menyepak bola.