Berita Viral

Dibongkar Mahfud MD, Begini Cara Oknum Kemenkeu Lakukan Pencucian Uang hingga Ratusan Triliun

Mahfud MD Menkopolhukam mengungkapkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp189 triliun di Direktorat Bea Cukai

|
HO
Mahfud MD mengklaim gerakan bawah tanah Ferdy Sambo agar tidak divonis tak berhasil.   

TRIBUN-MEDAN.com - Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) mengungkapkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp189 triliun di Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia mengatakan, dugaan pencucian uang itu terkait impor emas batangan ke Indonesia.

“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’," sebut Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Dalam proses penyelidikan, lanjut Mahfud, pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni.

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Tapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

“Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya,” ujar Mahfud.

Menkopolhukam, Mahfud MD saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR membahas soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun, Rabu (29/3/2023).
Menkopolhukam, Mahfud MD saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR membahas soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun, Rabu (29/3/2023). (YouTube Komisi III DPR)

Ia menyatakan dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017.

Kala itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022.

Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

“Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya,” pungkasnya.

KPK Usut Kasus Pengaturan Cukai Rokok di Bea Cukai Kepri  

Selain informasi dugaan pencucian uang di Bea Cukai, KPK juga sedang membidik dugaan pengaturan cukai rokok di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pengaturan barang kena cukai itu terjadi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, Tanjung Pinang.

“Dalam pengaturan barang kena cukai berupa kuota rokok diduga adanya penetapan dan perhitungan yang fiktif,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Senin (27/3/2023).

Dalam perkara itu, KPK menduga terdapat perhitungan dan penetapan fiktif yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Kerugian terjadi pada sisi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai, dan pajak daerah,

“(Kerugian) hingga mencapai ratusan miliar rupiah,” ujar Ali Fikri.

Saat ini, KPK masih terus mengumpulkan alat bukti, termasuk dengan memanggil sejumlah saksi dan menggeledah beberapa tempat.

KPK akan mengumumkan sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, konstruksi perkara, dan pasal yang disangkakan setelah penyidikan dinilai cukup.

“Tim penyidik saat ini sedang melakukan pengumpulan alat bukti,” kata Ali.

Lebih lanjut, KPK meminta masyarakat mengawal dan memantau penyidikan dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai rokok tersebut.

“Di antaranya dengan dapat memberikan informasi maupun data terkait pada Tim Penyidik maupun call center 198,” ujar Ali.

Bongkar Modus TPPU 

Mahfud MD membeberkan tujuh modus TPPU saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI soal transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.

Modus pertama, kata Mahfud, berupa kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarganya. 

Hal tersebut disampaikannya di Ruang Rapat Komisi III DPR RI Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Rabu (29/3/2023).

"Seperti yang baru diumumkan itu, RAT. Dia laporannya sendiri sedikit, rekeningnya sendiri sedikit. Tapi istrinya, anaknya, pesahaannya. Itu patut dicurigai. Karena pekerjaannya. Apakah itu betul pencucian uang? Nanti dibuktikan. Tapi itu sudah memenuhi syarat," kata Mahfud.

Modus kedua, lanjut dia, adalah kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak diatasnamakan pihak lain, disimpan di tempat lain. 

"Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain. Platnua diganti. Kan muncul itu di PPATK. Itu pencucian uang. Harus diperiksa," kata dia.

Ketiga, lanjut dia, adalah membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan dari operasional perusahaan itu seolah-olah adalah sah.

Ia mencontohkan seseorang yang membangun hotel.

"Hotelnya tidak ada yang beli, tapi asetnya besar sekali. Hotelnya nggak ada orang masuk, hanya hotel melati, tapi uangnya ratusan miliar. Itu bisa dicurigai sebagai pencucian uang," kata dia.

Keempat, lanjut dia, adalah penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi degan akta hibah. Ada yang hibah.

"Ini misalnya, menyogok. Saya disuap Rp5 miliar. Lalu bagaimana caranya ini, dikirim ke ayah saya. Lalu ayah saya disuruh bikin hibah. Oh ini dari ayahnya. Itu bisa," kata Mahfud.

"Ada juga yang rekening saudara. Saya buka rekening Rp10 miliar atas nama saya. Lalu ATM-nya diserahkan ke Pak Sahroni, Pak ambil uangnya sesuka-suka kamu. Namanya saya, tapi anda yang ambil setiap kau butuh sampai habis. Itu pencucian uang. Yang dikerjakan dari data ini adalah kerja-kerja seperti itu," sambung dia.

Modus kelima, lanjut dia, adalah menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan. 

Modus keenam, kata Mahfud, dengan melakukan transaksi pembelian barang fiktif, dilakukan pembayaran namun barang tidak perah dikirimkan. 

Ketujuh, menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.

"(Itu) termasuk," kata Mahfud.

(*/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved