Berita Sumut

Sejak Januari 2023, Tercatat 17 Kasus Kejahatan Seksual di Toba, Begini Respons Arist Merdeka Sirait

Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyebut Kabupaten Toba sebagai daerah darurat kejahatan seksual.

Penulis: Maurits Pardosi |

Sejak Januari 2023, Tercatat Ada 17 Kasus Kejahatan Seksual di Toba, Begini Respons Arist Merdeka

TRIBUN-MEDAN.com, TOBA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyebut Kabupaten Toba sebagai daerah darurat kejahatan seksual.

Pasalnya berdasarkan catatan Polres Toba, sejak Januari 2023 ada 17 kasus kejahatan seksual yang ditangani.

Namun, Arist Merdeka mengapresiasi kinerja Polres Toba yang berhasil mengungkap kasus terkait Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Ia menyebutkan, para pelaku kejahatan seksual tersebut umunya adalah orang-orang terdekat dari para korban.

Dan menurutnya, hal tersebut adalah sesuatu yang tak masuk akal. 

Dalam tindakan antisipatif, ia menilai Pemkab Toba belum hadir sepenuhnya.

Ia juga menyebutkan, formulasi penanganan dari pihak Pemkab Toba belum komprehensif perihal kasus kekerasan seksual di Toba yang terus meningkat.

Ia meminta agar bertemu lansung dengan pemerintah desa, tokoh agama dan adat sehingga memunculkan sebuah program nyata agar kekerasan seksual di Toba dapat diminimalisir dan diantisipasi.

"Belum komprehensif. Kemarin, komunikasi kita dengan bupati, fungsi pemerintah desa, tokoh agama dan adat itu amat penting. Mari kita kumpulkan mencari formulasi," tutur Arist Merdeka, Rabu (26/7/2023).

"Kalau saya ditanya, mari kita buat gerakan perlindungan anak yang berbasis warga dan komunitas. Namun, itu kan masih abstrak. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini kita akan kumpulkan agar mendapat masukan soal ini," sambungnya.

Sejauh ini, perhatian pemerintah belum terlihat jelas dalam penanganan kasus tersebut.

"Dari kunjungan saya terlihat bahwa lemah perhatian dari pemerintah desa. Termasuk tokoh agama, masih kurang menyuarakan kenabian soal perlindungan terhadap anak-anak yang jadi korban ini," lanjutnya.

Ketakutannya, anak-anak yang menjadi korban akan melakukan hal sama di kemudian hari.

"Para pelaku itu adalah orang terdekat, sehingga ada ketakutan kita bahwa anak-anak yang berumur 12 tahun kebawah akan meniru apa yang dia rasakan dan lihat," lanjutnya.

"Belum ada formulasi yang komprehensif dengan adanya pertemuan dengan para pemerintah desa," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved