Viral Medsos
Kasus Kelaparan di Papua Berulang, 6 Orang Meninggal, 10.000 Jiwa Terdampak, Kesulitan Kirim Bantuan
Kasus Kelaparan di Papua kembali terjadi. Pemicu kasus kelaparan di Papua tak semata karena cuaca ekstrem.
TRIBUN-MEDAN.COM - Kasus Kelaparan di Papua kembali terjadi. Pemicu kasus kelaparan di Papua tak semata karena cuaca ekstrem.
Upaya penanganan yang dilakukan dinilai belum menyentuh akar masalah sehingga kasus kelaparan terus berulang.
Selama dua dekade pelaksanaan otonomi khusus di Papua, terjadi enam kasus kelaparan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Kondisi itu dinilai terjadi karena sejumlah masalah, misalnya, tata kelola anggaran yang bermasalah dan pendampingan bagi masyarakat di perdesaan yang belum optimal.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Selasa (1/8/2023), mengatakan, selama ini, penanganan masalah kelaparan di Papua hanya bersifat jangka pendek dan belum menyentuh akar masalah. Akibatnya, masalah kelaparan terus berulang.
Armand memaparkan, salah satu penyebab berulangnya kelaparan di Papua adalah tata kelola anggaran dan kebijakan otonomi khusus yang bermasalah.
Oleh karena itu, meski mendapat kucuran anggaran triliunan rupiah, program yang dilaksanakan pemerintah belum menyentuh akar masalah tersebut.

”Pengawasan proses perencanaan dan penganggaran juga terkesan hanya antara pemerintah daerah dan pusat. Hal ini berdampak terhadap kualitas pelayanan publik seperti dalam bidang kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat Papua belum optimal,” kata Armand.
Padahal, Armand menilai, perencanaan dan penganggaran sangat menentukan kualitas pelayanan publik.
Selain itu, diperlukan pengawasan kolaboratif dalam perencanaan dan penganggaran yang melibatkan pemerintah, kelompok masyarakat sipil, akademisi, hingga media massa.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Universitas Cenderawasih, Avelinus Lefaan, berpendapat, terdapat dua masalah di balik kasus kelaparan yang terus terjadi di Papua.
Pertama, belum efektifnya upaya pendampingan oleh pemerintah daerah bagi masyarakat di perdesaan yang 80 persen bekerja sebagai petani.
Avelinus menambahkan, masalah kedua berkait dengan kondisi petani di sejumlah pegunungan dan lembah di Papua yang belum beradaptasi untuk menghadapi perubahan iklim yang kini melanda dunia. Mereka masih bergantung pada sistem pertanian tradisional dengan menjadikan ladang sebagai lumbung pangan.
Oleh karena itu, saat terjadi cuaca ekstrem yang mengakibatkan gagal panen, masyarakat rentan mengalami kelaparan.

Berdasarkan catatan yang dikutip dari Kompas, ada enam kasus kelaparan di Papua selama era kebijakan otonomi khusus.
Kasus kelaparan tersebut terjadi pada tahun 2003, 2005, 2015, 2022, dan 2023. Kasus terbaru terjadi pada Juli 2023 di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Kasus kelaparan di Kabupaten Puncak itu terjadi karena bencana kekeringan di tiga distrik (kecamatan), yakni Agandugume, Lambewi, dan Oneri.
Sekitar 10.000 jiwa terdampak bencana tersebut dan enam warga meninggal dunia karena sakit.
Bencana kekeringan di Kabupaten Puncak dipicu cuaca ekstrem dengan temperatur suhu udara di bawah 10 derajat celsius dan musim kemarau yang berkepanjangan.
Kondisi itu terjadi sejak Mei lalu sehingga menyebabkan tanaman milik warga, seperti ubi dan keladi, gagal panen.
”Para petani belum dibekali cara dalam menghadapi perubahan iklim yang ekstrem, misalnya menyiapkan tempat lumbung pangan yang memadai. Seharusnya pemda berperan membantu petani dalam menghadapi tantangan iklim,” tutur Avelinus.
Sementara itu, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pundak, Arisan Palamba, mengatakan, pada Selasa ini, pesawat dari maskapai Reven Global Airtranspor kembali mengirim bantuan untuk warga terdampak kekeringan. Bantuan berupa makanan dengan berat 800 kilogram itu dikirim melalui Bandara Agandugume, Kabupaten Puncak.
Dia menambahkan, BPBD Puncak telah menyiapkan upaya mitigasi untuk menghadapi dampak cuaca ekstrem.
Salah satunya adalah menyiapkan anggaran untuk memberikan bantuan bagi masyarakat yang terdampak.
”Setiap tahun kami menganggarkan dana sekitar Rp 1 miliar untuk penanganan dampak bencana di wilayah Puncak. Kami juga selalu berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana apabila menghadapi kendala dalam penanganan masalah di lapangan,” ucap Arisan dikutip dari Kompas, Rabu.

Pemerintah Kesulitan Distribusi Bantuan
Sementara, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengungkapkan bahwa ada dua hal yang menghambat pengiriman logistik menuju Kabupaten Puncak, Papua Tengah, wilayah yang mengalami kekeringan dan kelaparan.
Ma'ruf mengatakan, salah satu penyebab terhambatnya distribusi logistik yakni ketiadaan moda transportasi sehingga logistik harus dibawa dengan cara dipanggul.
"Distribusi dari tempat pengiriman pertama ke daerah-daerah itu tidak ada transportasi, jadi mungkin harus dipanggul ya oleh masyarakat, jadi itu persoalan," kata Ma'ruf seusai rapat dengan Panglima TNI dan Wakapolri di kediaman resminya, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Ma'ruf menuturkan, cuaca juga menjadi hambatan karena menyebabkan bantuan tak bisa didistribusikan ke daerah-daerah.
"Sebenarnya semua logistik sudah tersedia tapi ada masalah cuaca," ujar mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini.
Oleh karena itu, Ma'ruf meminta agar ada antisipasi untuk mendistribusikan bantuan meski kondisi cuaca tidak baik.
Pemerintah juga akan mencari solusi atas terbatasnya akses menuju daerah-daerah.
"Sedang dicari solusinya, selain dipanggul ini apa (solusinya)," kata Ma'ruf.
Di samping itu, Panglima TNI Yudo Margono mengeklaim bahwa terhambatnya distribusi bantuan tidak disebabkan oleh aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB).
"Saya pastikan untuk kendala dari KST (kelompok sipil teroris) atau KKB enggak ada. Jadi memang saat ini kendalanya hanya cuaca saja untuk menuju ke sana," kata Yudo.
Di tengah kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, enam orang warga meninggal dunia.
Dari enam orang tersebut, satu orang di antaranya adalah anak-anak.
Mereka meninggal setelah mengalani lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Sosial, ada sekitar 10.000 jiwa yang terdampak kekeringan.
Imbasnya mereka mengalami kelaparan lantaran gagal panen.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kementerian Sosial (Kemensos) Adrianus Alla mengatakan, kekeringan ini merupakan dampak El Nino sejak awal Juni 2023.
"Fenomena hujan es yang terjadi pada awal Juni menyebabkan tanaman warga, yaitu umbi yang merupakan makanan pokok menjadi layu dan busuk. Setelah itu, tidak turun hujan sehingga tanaman warga mengalami kekeringan," kata Adrianus, dilansir dari Antara.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
kelaparan
6 Orang Meninggal Akibat Kelaparan
10.000 Jiwa Terdampak
Papua Tengah
kesulitan kirim bantuan
REKAM JEJAK Brigjen Yusri Yunus, Daftar Jabatan Penting di Polri Pernah Diemban Yusri Yunus |
![]() |
---|
DUDUK PERKARA Oknum TNI Prada SA Ngamuk di Tempat Hiburan Malam, TNI AD Usut Asal Senjata Api |
![]() |
---|
SOSOK Brigjen Yusri Yunus Petinggi Polri Meninggal Tadi Malam, Yusri Rekan Seangkatan Kapolri |
![]() |
---|
Nasib Oknum Polisi M Yunus Tendang Pengendara, Kapolres Prabumulih Diminta Bertindak, Kronologinya |
![]() |
---|
Paniknya Pejabat Ini Tiba-tiba Didatangi Petugas dan Ditangkap, Puluhan Juta Uang di Bawah Meja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.