Mantan Koruptor

MA Larang Mantan Koruptor Jadi Caleg, di Sumut Ada Dua Mantan Wali Kota Bertarung

Mahkamah Agung resmi melarang mantan koruptor untuk maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024

Editor: Array A Argus
Ist
Ilustrasi Hukuman Mati Bagi Koruptor 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Mahkamah Agung (MA) RI resmi melarang mantan koruptor untuk maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024.

Aturan ini terbit setelah MA mengabulkan seluruh permohonan uji materi terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 perihal kemungkinan mantan terpidana korupsi maju lebih cepat menjadi calon anggota legislatif.

PKPU itu sempat bikin heboh, karena pada Pemilu 2024 ini banyak caleg mantan koruptor yang ikut pesta demokrasi itu.

Para mantan koruptor yang tersebar di banyak parpol ini mencoba peruntungan, mengingat mereka sudah tak punya apa-apa.

Baca juga: Ada-ada Saja, Gegara Followers Instagram, Siswa Panah Teman Sendiri

Mereka juga memanfaatkan momentum, mengingat masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa pelupa.

Padahal, jika sampai terpilih, dampaknya sungguh mengerikan.

Para mantan koruptor itu dipastikan bakal mengeruk keuangan negara kembali demi kepentingan pribadi.

Di Sumut Ada Dua Mantan Wali Kota Bertarung

Terkait mantan koruptor ini, di Sumut ada dua mantan Wali Kota Medan yang pernah terjerat kasus dugaan korupsi dan kini kembali maju sebagai calon anggota legislatif.

Keduanya adalah Rahudman Harahap dan Abdillah.

Rahudman Harahap dan Abdillah akan maju dari Partai Nasdem.

Rahudman Harahap berada di nomor urut 4.

Baca juga: Respon Puan Maharani Soal Gibran Dipinang Prabowo jadi Cawapres: Tapi yang Dipinang Mau atau Engga?

Sementara Abdillah, di nomor urut 5.

Bagi masyarakat Kota Medan, sosok Abdillah dan Rahudman Harahap sudah tidak asing lagi.

Abdillah ketika menjabat sebagai Wali Kota Medan terjerat dua kasus korupsi sekaligus.

Adapun kasus korupsi itu yakni pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan merek Morita pada tahun 2005 serta kasus penyalahgunaan APBD Pemerintah Kota Medan 2002-2006.

Pada kasus pertama, Abdillah dinilai terbukti melakukan pengadaan tanpa melalui proses lelang yang resmi.

Dia dan wakilnya, Ramli, bersama-sama menyetujui pengadaan tanpa seleksi hingga menentukan harga dan pemenang sendiri.

Baca juga: Jokowi Diusulkan Jadi Ketua Umum PDIP Geser Megawati, Guntur Soekarnoputra Ingin Sang Adik Legowo

CEO Jetstar Asia Barathan Pasupathi bersama mantan Wali Kota Medan, Abdillah, saat peresmian Jetstar Travel Shop di Jalan Brigjen Katamso Medan, Senin (19/9/2016).
Mantan Wali Kota Medan, Abdillah. (Tribun Medan/Dok)

Sementara itu, pada kasus kedua yang menjeratnya, Abdillah dinilai terbukti melakukan korupsi dana daerah hingga Rp 50,58 miliar selama periode 2002-2006.

Dana puluhan miliar itu digunakannya untuk keperluan pribadi dan nondinas, seperti menjamu tamu pribadi, pembelian telepon seluler, pembelian lampu kristal, dan tiket pesawat.

Abdillah disebutkan menutupi hal tersebut dengan sepakat membuat laporan pertanggungjawaban yang menggunakan data, proposal, serta kuitansi fiktif.

Baca juga: SOSOK Nama Edward Hutahaean Minta Jatah Rp 124 Miliar, Kalau Tak Dikasih Ancam Buldozer Kemenkominfo

Pada pengadilan tingkat pertama di PN Medan, (22/9/2008), Abdillah divonis 5 tahun penjara.

Dalam proses banding hingga inkracht di Mahkamah Agung, (14/7/2009), hukumannya menjadi 4 tahun penjara.

Sementara itu, mantan Wali Kota Medan periode 2009-2010, Rahudman Harahap, juga terjaring kasus korupsi.

Rahudman Harahap
Rahudman Harahap (rizky/tribun-medan.com)

Rahudman menjalani hukuman 5 tahun penjara karena dinilai terbukti menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan Dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa Kabupaten Tapanuli Selatan 2005 sebesar Rp 1,5 miliar.

Kasus yang menjeratnya ini terjadi saat dirinya menjabat sebagai Pj Sekda Tapsel.

Awalnya, Rahudman sempat divonis tidak bersalah pada Pengadilan Tipikor di PN Medan pada 15 Agustus 2013.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu itu menyayangkan vonis bebas dari hakim lalu mengajukan kasasi.

Tujuh bulan setelah itu, Mahkamah Agung melalui majelis hakim yang terdiri dari Mohammad Askin, MS Lumme, dan Artidjo Alkostar, pun mengabulkan permohonan JPU.

Cabut Karpet Merah Bagi Mantan Koruptor

Kini, MA memerintahkan KPU segera mencabut aturan yang memberi karpet merah bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tersebut.

Dalam aturannya, lembaga itu tak mewajibkan masa jeda lima tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk nyaleg.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi amar putusan yang disebarluaskan oleh Kabiro Hukum dan Humas MA Sobandi, Sabtu (30/9/2023).

Uji materi ini dilayangkan oleh Indonesia Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta dua mantan pimpinan KPK yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad.

MA menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7/2017 tentang Pemilu jo Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU 10/2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g UU 7/2017 jo Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

MA menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon (Ketua KPU RI) sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

"Memerintahkan kepada termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023," kata MA.

MA juga memerintahkan kepada panitera MA untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada percetakan negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.

"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1 juta," lanjutnya.

Menurut MA, pada prinsipnya penormaan jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya.

Hal tersebut sebagaimana Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023.

Dengan jangka waktu tersebut, masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilihnya secara kritis dan jernih.

Namun dalam aturannya, KPU justru meniadakan masa jeda 5 tahun bagi eks terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif.

Dengan berpandangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, terang MA, maka pidana tambahan berupa pencabutan hak politik merupakan penambahan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi.

Atas dasar itu, menurut MA, seharusnya KPU menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Berdasarkan alasan tersebut, MA berpendapat objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU 7/2017 tentang Pemilu yang telah ditafsir dengan Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Nomor: 12/PUU-XXI/2023.

"Oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," kata MA.

KPU belum berkomentar terkait putusan MA ini.

Respons ICW

Sementara ICW mendesak KPU segera merevisi PKPU terkait.

"Kami sebagai Pemohon mendesak KPU untuk segera menghentikan kontroversinya dengan mematuhi putusan MA dengan merevisi PKPU 10 dan PKPU 11 Tahun 2023," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.

Menurut Kurnia, putusan MA ini menunjukkan bahwa aturan yang dibuat KPU bobrok.

Aturan KPU justru melanggar ketetapan yang telah dibuat Mahkamah Konstitusi (MK).

"Putusan Mahkamah Agung ini memperlihatkan secara terang benderang betapa bobrok dan melanggar hukumnya aturan yang dibuat oleh KPU," ucapnya.

"Sudah jelas bahwa Mahkamah Konstitusi menetapkan masa jeda waktu bagi mantan terpidana untuk bisa maju sebagai calon anggota legislatif adalah lima tahun, namun KPU malah mengingkarinya," imbuh Kurnia.

Apresiasi KPK 

Menurut KPK, putusan MA itu selaras dengan semangat pemberantasan korupsi untuk memberikan efek jera bagi para pelakunya.

Karena harapannya, pelaku ataupun masyarakat menjadi jera atau takut untuk melakukan korupsi.

"KPK mengapresiasi putusan MA dan ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagai pemohon atas judicial review terkait masa jeda mantan narapidana korupsi untuk ikut dalam kontestasi di Pilkada," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (30/9/2023).

Ali menerangkan bahwa dalam histori penanganan perkara oleh KPK, pihaknya seringkali mengenakan tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik kepada terdakwa jika terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Pidana tambahan pencabutan hak politik merupakan sanksi yang berakibat pada penghilangan hak politik kepada pelaku, yang bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam proses politik, seperti hak memilih atau dipilih, sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan.

Menurut Ali, pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan, telah menyalahgunakan kepercayaan publik.

Sehingga, perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang oleh mantan narapidana korupsi.

"Namun demikian, penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik tetap harus dilakukan dengan berdasar pada prinsip keadilan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia," terangnya.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul MA Larang Mantan Koruptor Jadi Caleg Pemilu 2024, Kurnia Ramadhana: Bukti Aturan KPU Bobrok!

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved