Tribun Wiki
Persepsi Soal Orang Batak Kanibal Pemakan Manusia, Inilah Faktanya
Sempat ada stigma bahwa orang Batak adalah kanibal pemakan manusia. Namun, berikut ini adalah fakta sesungguhnya
TRIBUN-MEDAN.COM,- Pada masa lampau, ada stigma yang menganggap bahwa orang Batak itu adalah kanibal atau pemakan manusia.
Stigma ini beredar luas di masyarakat hingga saat ini.
Kanibalisme adalah tindakan memakan daging manusia oleh manusia itu sendiri.
Praktik kanibalisme telah terjadi dalam sejarah dan budaya di berbagai bagian dunia.
Kanibalisme dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk sebagai bagian dari ritual adat, praktik keagamaan, atau dalam situasi ekstrem seperti kelaparan atau keadaan darurat.
Dalam beberapa budaya, kanibalisme juga dikaitkan dengan kekuatan magis atau kepercayaan bahwa mengonsumsi daging manusia dapat memberikan kekuatan atau kualitas tertentu.
Kanibalisme di Tanah Batak
Pada pertengahan tahun 1972, pernah terjadi praktik kanibalisme yang menggemparkan masyarakat Sumatra Utara.
Seorang laki-laki bernama Jappikir Sinaga tega membunuh, lalu memutilasi kekasihnya bernama Santi Butarbutar.
Tidak hanya sebatas memutilasi saja, Jappikir Sinaga juga memakan anggota tubuh Santi Butarbutar.
Bagian jantung dan hati pacarnya itu dimakan.
Baca juga: Kisah Kopassus Mencari Putra Miliarder yang Hilang, Dikepung Suku Pemakan Manusia Acungkan Tombak
Bahkan, sejumlah daging di tubuh korban disup, lalu dibagikan kepada para tetangga yang tinggal di Simalungun, persisnya di pinggiran Kota Siantar.
Setelah kasus itu terungkap, masyarakat pun heboh dan gempar.
Kisah Jappikir Sinaga ini kemudian menyebar dari mulut ke mulut.
Orang-orang di lapo tuak, warung, dan kedai-ledai kemudian tak henti-hentinya membicarakan Jappikir Sinaga ini.
Istilah orang sekarang, kasus Jappikir Sinaga ini viral dari mulut ke mulut yang dituturkan masyarakat.
Baca juga: NGERI, Pedagang Ini Nekat Gunakan Daging Manusia Sebagai Topping Mie, Kondisi Dapur Berlumuran Darah
Kengerian dan kesadisan Jappikir Sinaga, banyak orang yang takut dan tak habis pikir.
Kenapa pelaku begitu tega membunuh dan mengonsumsi tubuh pacarnya itu.
Gegara kasus ini, sempat muncul stigma buruk terhadap sejumlah orang Batak, khususnya yang bermarga Sinaga.
Mereka yang tak tahu apa-apa dan tak pernah punya hubungan dengan Jappikir Sinaga, dicap sebagai pemakan manusia.
Padahal, apa yang diperbuat Jappikir Sinaga ini tak ada hubungannya dengan orang Batak yang lain, terkhusus dengan kesukuan.
Baca juga: PEMILIK Warung Mi Ini Campur Daging Manusia dengan Makanan Jualnya, Sembunyikan Jasad di Septic Tank
Hanya karena memiliki marga dan kebetulan berdarah Batak, semua orang kena getahnya, terlebih bagi mereka yang bermarga Sinaga.
Setelah berpuluh-puluh tahun berlalu, kasus yang hampir serupa kembali terjadi.
Kasus serupa terjadi di Desa Pasaribu, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara.
Seorang suami, bernama Harapan Munthe tega memutilasi istrinya.
Namun, Harapan Munthe tidak sempat mengonsumsi bagian tubuh sang istri.
Baca juga: Ingat Sejoli Kanibal Simpan Daging Manusia di Kulkas? Tewas di Penjara, Terkuak Fakta Mengerikan Ini
Hanya saja, dia sudah sempat merebus potongan tangan sang istri, dan turut memberikannya garam.
Bahkan, Harapan Munthe sempat membakar potongan kaki istrinya di belakang rumah.
Makan Daging Manusia
Dilansir TribunTravel.com dari laman mytripjournal.com, suku Batak dikenal sebagai suku yang paling suka berperang dan bermusuhan selama berabad-abad.
Dulu mereka membuat permukiman pertama di sekitar Danau Toba, dimana gunung menjadi penghalang mereka dari musuh.

Akibatnya, kehidupan masyarakat Batak sempat terisolasi.
Tak cuma suka berperang, mereka juga melakukan praktik kanibalisme memakan daging manusia.
Praktik ini biasanya diberlakukan bagi musuh yang terbunuh, tahanan perang, pezina, pencuri dan pelanggar hukum adat.
Kanibalisme diketahui dilakukan sampai 1816.
Praktik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat tondi atau penyembuhan roh.
Secara khusus bagian darah, jantung, telapak tangan dan telapak kaki dianggap kaya akan tondi.
Catatan Marcopolo
Cerita tentang kanibalisme suku Batak diketahui pertama kali dari catatan Marco Polo yang tinggal di pantai Timur Sumatera mulai April sampai September 1292.
_Noord-Sumatra_TMnr_10005407.jpg)
Dia menyebutkan bertemu dengan bukit rakyat yang dia sebut sebagai pemakan manusia.
Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme yang dilakukan "Battas".
Saat itu Marco Polo memang tinggal di wilayah pesisir dan dia tidak pernah berkelana ke pedalaman untuk memverifikasi klaimnya.
Meski tak melihatnya secara langsung dia mendengar cerita itu dari pesisiran.
Dimana mereka menyebutkan ada seorang pria yang dicekik dan kemudian dimasak.
Marco bercerita secara detil bagaimana cara orang itu dimakan.

Catatan lain tentang kanibalisme suku Batak juga dikeluarkan Sir Thomas Stamford Raffles pada 1820 an ketika mempelajari Batak, ritual, dan hukum mereka tentang konsumsi daging manusia.
Dia menuliskan secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan serta metode pembantaian.
Raffles mengatakan, sudah biasa bagi orang-orang Batak memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja.
Kanibalisme juga diberlakukan bagi penjahat yang melakukan kejahatan tertentu.
Tubuh mereka dimakan mentah atau dipanggang menggunakan kapur, garam dan sedikit nasi.
Dokter dan ahli geografi asal Jerman, Franz Wilhelm Junghuhn pernah mengunjungi tanah Batak pada 1840 sampai 1841.
Junghuhn mengatakan tentang kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"): “mereka menjual daging manusia di pasar, dan mereka membantai orang-orang tua mereka segera setelah mereka tidak layak untuk bekerja ... mereka makan daging manusia hanya dalam masa perang, ketika mereka marah, dan dalam kasus hukum tertentu," begitu isi catatan Junghuhn.
Junghuhn bercerita bagaimana setelah penerbangan yang berbahaya dan dia yang kelaparan tiba di sebuah desa yang ramah, dan makanan yang ditawarkan oleh penghuni desa adalah daging dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.
Oscar von Kessel mengunjungi Silindung 1840 sampai 1844.
Dia mungkin menjadi orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana pezina dihukum dan dimakan hidup-hidup.
Von Kessel menyatakan jika kanibalisme dianggap oleh orang Batak dianggap sebagai tindakan peradilan dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran hukum termasuk pencurian, perzinahan, mata-mata atau pengkhianatan.
Garam, merica merah dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.
Meski tergolong kejam, praktek ini berhenti sejak ajaran agama masuk ke dalam suku Batak.
Masa Penjajahan Belanda juga melarang praktek kanibalisme di tanah jajahan mereka.(tribun-medan.com)
Profil Asri Ludin Tambunan, Bupati Deli Serdang Dokter Spesialis Penyakit Dalam |
![]() |
---|
Profil Lassana Diarra, Eks Pemain Timnas Prancis yang Menangkan Gugatan Terhadap FIFA |
![]() |
---|
SOSOK Inosentius Samsul, Calon Hakim Mahkamah Konstitusi |
![]() |
---|
Profil Aisar Khaled, Influencer Malaysia yang Ikut Meriahkan Pacu Jalur Bareng Gibran Rakabuming |
![]() |
---|
18 Situs Nonton Film Gratis, Jangan Sembarangan Klik Iklan dan Tautan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.