Tribun Wiki

Tradisi Mandadang Pada Suku Batak Simalungun, Wanita Baru Melahirkan Didekatkan ke Api

Tradisi Mandadang pada suku Batak Simalungun saat seorang ibu baru saja melahirkan

Editor: Array A Argus
INTERNET
ILUSTRASI menghangatkan tubuh di perapian 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Bagi masyarakat Batak Simalungun, ada sebuah tradisi yang namanya Mandadang.

Mandadang berasal dari bahasa Batak yang memiliki arti menyinari sesuatu hingga menjadi panas (mengenai matahari/memanaskan/berjemur).

Dikutip dari Jurnal Unimed, tradisi Mandadang bagi masyarakat Batak Simalungun dilakukan untuk mengeringkan atau menghangatkan tubuh seorang ibu yang baru saja melahirkan. 

Dalam proses Mandadang ini, ibu yang baru saja melahirkan dan tubuhnya dibersihkan kemudian mendekatkan tubuhnya ke arah kayu atau arang yang sudah dibakar.

Jarak antara wanita yang baru saja melahirkan itu dengan kayu bakar berkisar satu sampai dua meter.

Masyarakat Batak Simalungun yakin, bahwa prosesi ini akan memudahkan peningkatan aliran darah ke seluruh jaringan tubuh serta menghilangkan sensasi nyeri pada badan sehabis melahirkan.

Kemudian, tradisi Mandadang ini juga karena suhu udara yang dingin di sejumlah wilayah Kabupaten Simalungun.

Sehingga, tradisi ini juga bertujuan untuk membuat tubuh ibu bayi menjadi hangat dan tidak kedinginan. 

Dari informasi yang dikumpulkan, bahwa tradisi Mandadang ini dilakukan pada 30 hari.

Namun, karena perkembangan zaman, tradisi ini hanya dilakukan satu minggu.

Dilakukan di Banyak Tempat

Dalam Jurnal Unimed itu disebutkan, bahwa tradisi semacam Mandadang ini juga dilakukan di banyak tempat.

Berdasarkan penelitian dalam jurnal tersebut, disebutkan bahwa tindakan yang sama juga dilakukan masyarakat di Amunaban, Nusa Tenggara Timur. 

Penelitian Handayani dan Prasodjo (2018) menyatakan, bahwa ibu nifas melakukan tradisi panggang (se’i) selama 40 hari di Ume Kbubu (rumah bulat).

Posisi ibu berada di atas tempat tidur, dan bara api terletak di bawah tempat tidur.

Jarak antara ibu dan bara api itu berkisar 40 sampai 50 sentimeter.

Kemudian, cara yang sama juga dilakukan oleh masyarakat di Aceh.

Penelitian Rahayu, Mudatsir dan Hasballah (2017) yang berjudul “Faktor budaya dalam masa nifas” menyatakan bahwa sale dilakukan dengan memakai arang panas yang di taruh pada sebuah tungku, kemudian menggunakan tempat tidur atau dipan (balai-balai) yang dibuat dari kayu atau batang bambu yang bercelahcelah, sehingga uap dan panas bisa masuk.

Penelitian Soal Gangguan Kesehatan

Meski sejak dahulu tradisi Mandadang sudah dilakukan oleh masyarakat Batak Simalungun dan daerah lainnya, tapi ada penelitian yang menyebut bahwa asap dari pembakaran kayu atau arang bisa mengganggu kesehatan ibu dan bayinuya. 

Selama melakukan tradisi marapi, ibu dan bayi akan menghirup udara yang tercemar akibat pembakaran arang dan kayu bakar.

Pembakaran arang dan kayu bakar menghasilkan partikel halus (particulate matter/PM) dan gas.

Gas karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan ozon merupakan gas yang paling dominan yang terdapat dalam
kandungan asap.

Secara umum, bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur dioksida, karbon monoksida, ozon dan partikulat di udara menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran pernapasan (Wardhana, 2014).

Dari wawancara yang dilakukan kepada tenaga medis berprofesi sebagai bidan, ia mengatakan tradisi mandadang ini dilakukan dengan membakar kayu atau arang yang menimbulkan rasa hangat untuk si ibu, namun juga menimbulkan penggumpalan asap.

Apalagi dilakukan di ruangan tertentu dan memerlukan waktu yang cukup lama, yang awal mulanya selama satu bulan, dan akibat
perkembangan zaman menjadi satu minggu.

Hal ini dapat berdampak fatal bagi kesehatan ibu dan anaknya, karena asap yang menggumpal akibat api unggun tersebut mengakibatkan gangguan pernafasan serta akan mengakibatkan kulit menjadi kering.

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia, dengan kekerapan yang bervariasi, yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran pernapasan, sehingga memicu nyeri berulang, dada rasa tertekan, dan batuk terutama pada malam dan dini hari (PDPI, 3006, GINA 2009).

Dan menurut NHLBI 2007 pada individu yang rentan gejala asma, berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obtruksi dan hiperesponsivitas dari saluran yang bervariasi derajatnya.

Polusi udara akibat kayu bakar dapat mengganggu pernafasan dan dapat menimbulkan penyakit pada alat pernapasan.

Oleh karena itu, memanfaatkan udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu kebutuhan primer manusia salah satu dengan cara mengurangi memasak dengan kayu bakar.(ray/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved