Berita Viral

INI Sosok 4 Hakim Dipecat: MY Poligami, DA Nyabu di Kantor, DS Terima Suap, HB Digerebek Selingkuh

Sebanyak empat hakim dipecat dengan tidak hormat setelah terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. 

HO
Komisi Yudisial membacakan empat hakim telah dipecat dengan tidak hormat atas pelanggaran kode etik. 

TRIBUN-MEDAN.com - Sebanyak empat hakim dipecat dengan tidak hormat setelah terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. 

Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memecat empat hakim sepanjang Januari 2022 hingga September 2023.  

Adapun empat hakim itu yakni MY, DA, DS, dan HB. 

Anggota Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito mengatakan, hakim pertama yang mendapat sanksi berat pemberhentian berinisial MY yang sidangnya digelar 24 Januari 2023.

"Tetapi sidang ditunda karena hakim tidak hadir. Kemudian sidang dilanjutkan pada 3 Februari 2023 secara hybrid di mana majelis di Gedung MA. Terlapor dan saksi (dihadirkan) di PA (Pengadilan Agama) Watampone dengan keputusan pemberhentian dengan tidak hormat," ujar Joko dalam konferensi pers di Gedung KY, Jumat (3/10/2023).

Hakim kedua yang diberhentikan berinisial DA yang berkaitan dengan narkotika. DA disebut terbukti mengonsumsi narkotika di ruang kerjanya.

"Pada 18 Juni 2023 keputusan (sidang MKH) pemberhentian dengan tidak hormat," ucap Joko.

Ketiga terkait dengan kasus suap dan gratifikasi yang kasusnya diusulkan oleh Mahkamah Agung.

Hakim tersebut berinisial DS, sidang MKH digelar 9 Agustus 2023 dengan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat.

"Terakhir, terlapor HB terkait kasus perselingkuhan pada 5 September 2023 dengan keputusan pemberhentian tetap dengan hak pensiun," tutur Joko.

Selain itu, KY juga merekomendasikan 45 hakim yang akan dijatuhi sanksi karena terbukti melanggar kode etik.

Joko mengungkap jenis pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan beragam.

Tertinggi terkait memanipulasi fakta persidangan atau salinan putusan yang dilakukan 12 hakim, bersikap tidak profesional dilakukan 8 hakim, dan melakukan perselingkuhan dilakukan 4 hakim, serta menerima suap atau gratifikasi dilakukan 2 hakim.

Jenis pelanggaran lainnya, lanjut Joko, berupa konflik kepentingan, penelantaran istri sah, melakukan pernikahan siri dan menelantarkannya, berkomunikasi atau bertemu pihak, tidak memberi akses kepada pelapor untuk bertemu anak.

"Mengungkapkan informasi rahasia kepada pihak lain yang bukan pihak berperkara, dan melindungi hakim lain yang terbukti melakukan perselingkuhan," tandasnya.

Kasus Hakim MY

Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Hakim MY atas tindakan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat, sebagaimana Pasal 19 ayat (4) huruf e Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH," ujar Wakil Ketua KY M. Taufiq HZ yang bertindak selaku ketua majelis dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Jakarta.

Dalam pertimbangan MKH, Hakim MY dinilai terbukti melanggar KEPPH karena melakukan poligami, tidak mengakui anaknya, tidak menafkahi anak dari pelapor, dan tidak memberikan contoh sebagai hakim senior.

Atas tindakan tersebut, MKH menyatakan terlapor MY terbukti melanggar angka 1 butir 1.1.(2,) angka 1 butir 1.1.(4), angka 3 butir 3.1.(1), angka 3 butir 3.1.(4), angka 3 butir 3.1.(6), angka 5 butir 5.1.(3), angka 6 butir 6.1, angka 7 butir 7.3.(1) Surat Keputusan Bersama KY dan MA tentang KEPPH.

Terkait dengan latar belakang, perkara ini berawal ketika Hakim MY masih bertugas di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung, Jawa Timur. Saat itu, pelapor sedang mengurus perceraian dengan suami sebelumnya dan tidak sengaja bertemu MY. Lalu, MY meminta kontak pelapor dan mengatakan akan mengurus perkara tersebut.

MY diduga mengatur agar ia bisa menjadi anggota majelis dalam perkara pelapor, bahkan selama persidangan, MY mengajak pelapor untuk menikah. Karena ingin perceraiannya cepat diputus, pelapor lalu menyetujui hal tersebut. Setelah putusan perceraian pelapor disetujui, tidak lama berselang, MY dan pelapor menikah secara siri.

Dalam pembelaannya, MY mengakui memang bertemu dengan pelapor sebelum persidangan kasus perceraian pelapor itu secara tidak sengaja. MY pun menyampaikan sempat menolak menjadi anggota majelis hakim kasus terlapor, namun karena permintaan Ketua Pengadilan Agama Tulungagung, MY kemudian menyetujuinya.

Dalam persidangan, MY juga mengakui mengajak pelapor menikah secara siri dan memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut. Setelah itu, MY memberitahukan kepada istri pertamanya bahwa dia telah menikah kedua kalinya sekaligus meminta izin. Setelah mendapat izin dari istri pertama, MY kemudian mengurus perizinan poligami ke kantor dinas setempat dengan alasan istri pertama sakit dan menikah secara resmi.

Menurut pengakuan pelapor, setelah satu hari dinikahi secara resmi, MY menghilang tanpa kabar dan tidak memenuhi janjinya sebelum menikah. Kemudian, pelapor melaporkan perbuatan MY itu kepada KY pada tahun 2021. Dalam persidangan tersebut, hadir pula istri pertama MY dan keponakan MY yang tinggal bersama mereka sebagai saksi.

Kasus Hakim DA

Hakim berinisial DA dikenai sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai hakim Pengadilan Negeri Rangkasbitung.

Pemecatan DA sebagai hakim dilakukan setelah terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) karena mengonsumsi narkotika jenis sabu di ruang kerjanya.

Dalam putusan Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), DA terbukti melanggar Angka 5 butir 5.1.1 dan Angka 7.1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Nomor 47/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Menjatuhkan sanksi kepada DA dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat," kata Ketua Sidang MKH, Amzulian Rifai, saat membacakan putusannya di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (18/7/2023).

Putusan berupa pemecatan terhadap DA diambil secara bulat karena majelis hakim menganggap tidak ada hal yang dapat meringankan DA.

Dalam persidangan, DA yang didampingi oleh perwakilan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), menghadirkan saksi yang meringankan yaitu ibunya sendiri.

Kemudian, istrinya yang juga sebagai hakim, dan mantan atasannya di Pengadilan Negeri Rangkasbitung yang saat itu menjabat Wakil Ketua Pengadilan.

Dalam persidangan itu, terungkap DA mengonsumsi sabu-sabu bersama dua rekannya berinisial YR yang berprofesi sebagai hakim dan RASS selaku pegawai Pengadilan Negeri Rangkasbitung.

Ketiganya ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Serang di Gedung Pengadilan Negeri Rangkasbitung.

Petugas BNN mengetahui hal itu setelah menguntit kurir paket yang mengirimkan sabu-sabu tersebut ke kantor mereka pada 17 Mei 2022.

Menurut fakta persidangan, ketiganya telah mengonsumsi sabu-sabu selama berbulan-bulan.

Bahkan, mereka sering mengonsumsinya di salah ruang kerjanya di Pengadilan Negeri Rangkasbitung.

Adapun ruangan mereka itu yakni Ruang Juru Sita yang sempat kosong, tetapi diisi oleh ketiganya karena ruang hakim yang tersedia di Pengadilan Negeri Rangkasbitung saat itu sudah penuh hakim.

Baca Juga: Pemimpin Redaksi Media Online di Lampung Ditangkap Saat Konsumsi Sabu

Sebagai informasi, terlapor DA ternyata juga pernah disanksi oleh Badan Pengawas (Bawas) MA berupa skorsing selama 2 tahun karena berselingkuh saat bertugas di Pengadilan Negeri Gianyar.

Kasus tersebut pernah diusut oleh Komisi Yudisial (KY) dan MA dilakukan setelah DA berhubungan dengan pegawai pengadilan inisial C, yang juga istri hakim inisial P.

Saat itu, KY merekomendasikan DA untuk diberhentikan, sedangkan Bawas MA menjatuhkan sanksi 2 tahun.

DA diberi sanksi dengan dipindahkan dari PN Gianyar ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh untuk dikenakan pembinaan.

Setelah dua tahun menjalani masa skors, DA dipindahkan ke Bangka Belitung.

Setelah itu, DA dimutasi ke PN Rangkasbitung mulai awal 2022.

Dalam sidang MKH juga terungkap bahwa DA beberapa kali mendapat sanksi lain lantaran tidak menjalankan tugas sesuai SOP sebagai hakim.

Hakim DA juga dianggap tidak kooperatif saat diperiksa oleh KY.

Baik dalam kasus perselingkuhan saat diperiksa di kantor KY maupun saat diperiksa terkait kasus narkoba di BNN.

Hal itu menjadi alasan yang memberatkan DA.

"Kesalahan Saudara adalah tidak mau memberikan keterangan saat diperiksa oleh KY dalam kasus yang menjerat Saudara," tegas Amzulian saat memeriksa DA dalam sidang MKH.

"Padahal, kesempatannya ada dan keterangan tersebut sangat berperan penting dalam menilai proses pemeriksaan kasus Saudara,” ujarnya.

Majelis MKH ini dipimpin oleh Ketua KY Amzulian Rifai, bersama perwakilan Anggota KY, yakni M Taufiq HZ, Binziad Kadafi, dan Mukti Fajar Nur Dewata.

Sedangkan MA diwakili oleh Hakim Agung Soesilo, Suharto, dan Jupriyadi.

Kasus Hakim DS

Hakim DS terbukti menerima uang Rp 300 juta ketika mengadili perkara yang menjerat mantan wali kota Kediri Samsul Ashar di PN Surabaya.

Hakim DS dinyatakan telah terbukti melanggar Angka 5 butir 5.1.1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Nomor 47/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) jo Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 2 Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH Pasal 9 Ayat 4 huruf a bahwa hakim harus berperilaku tidak tercela.

"Menjatuhkan sanksi kepada DS dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat," kata Ketua Sidang MKH Hakim Agung Desnayeti saat membacakan putusannya pada Rabu (9/8/2023) di gedung MA.

Kasus ini berawal saat DS menjadi ketua majelis hakim di PN Surabaya yang menyidangkan terdakwa mantan wali kota Kediri Samsul Ashar karena terlibat tindak pidana korupsi proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri pada 2021.

Samsul Ashar dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, Samsul Ashar kemudian divonis 4 tahun 6 bulan penjara.

Pada kasus yang berbeda, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap hakim PN Surabaya IIH bersama panitera pengganti MH, kemudian terungkap bahwa kasus ini ada kaitannya dengan kasus Samsul Ashar.

MH terlibat dalam rangkaian dugaan tindak pidana gratifikasi saat menjadi panitera pengganti di PN Surabaya yang akhirnya juga menyeret nama hakim terlapor DS.

"Saat menjadi saksi dari perkara dugaan suap yang menjerat MH, hakim DS mengaku telah menerima uang Rp300 juta dari perkara korupsi wali kota Kediri dan mengaku pernah mendapatkan uang 'keliru' dari hakim lainnya," ujar Desnayeti.

Dalam pembelaan di sidang MKH, hakim DS mengaku tidak berinisiatif untuk meminta uang tersebut. Uang tersebut, DS melanjutkan, juga dibagi dengan hakim anggota lain juga panitera pengganti MH. DS mengaku, sebelum ada pemeriksaan dari pihak BAWAS MA, uang tersebut telah dikembalikan kepada Y yang merupakan pengacara dari Samsul Ashar.

Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) saat mendampingi DS menyampaikan bahwa terlapor sudah mengabdi sejak 1996. Terlapor juga pernah menjadi wakil ketua PN di Aceh saat masa konflik, tidak pernah melakukan tindak pidana, kooperatif dalam pemeriksaan, dan sudah meminta maaf.

Hadir pula saksi yang sebelumnya adalah staf administrasi di PN Surabaya, sekarang panitera pengganti di PN Blitar, yang menegaskan bahwa terlapor memang tidak berinisiatif menerima suap.

"Saya berharap Ibu/Bapak, atas kesalahan saya, atas pelanggaran yang telah dilarang dilakukan, saya mohon pertimbangannya," ujar DS dalam pembelaannya.

Kasus Hakim HB

Mahkamah Agung (MA) mengambil tindakan tegas dengan memecat satu oknum Hakim nonpalu yang bertugas di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah berinisial HB.

Putusan pecat bagi HB dilakukan pada sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Dimana pada putusan itu HB dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun.

Pemecatan hakim ini didasarkan ia terbukti melakukan perselingkuhan dengan perempuan lain.

HB yang kala itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kasongan, Kalimantan Tengah terbukti selingkuh dengan perempuan lain di dalam kamar Hotel D yang berada di kawasan Tangerang pada Juni 2022.

Perselingkuhan ini dibongkar sendiri oleh mertua HB. Saat penggerebekan, ibu mertua HB sangat geram lantaran mengetahui menantunya berselingkuh.

Hal ini membuat anaknya yang saat itu merupakan istri sah HB memilih jalur hukum dengan melaporkan tindakan mantan suaminya itu ke Polda Metro Jaya atas kasus perzinahan.

Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) yang mendengar peristiwa penggerebekan hakim yang diduga selingkuh di hotel itu melakukan pemeriksaan.

Sebagai terlapor, HB mengakui perselingkuhan tersebut. Oleh sebab itu, Bawas MA merekomendasikan sanksi berat pemberhentian dengan tidak hormat.

“Menjatuhkan sanksi kepada hakim terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun," kata Hakim Agung Hamdi yang memimpin sidang MKH, dalam rilis yang diterima Kompas.com dari Komisi Yudisial (KY), Rabu (7/9/2023).

Pemecatan terhadap HB telah sesuai dengan Pasal 19 Ayat (4) huruf d Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.

Dalam sidang MKH yang dilaksanakan secara tertutup karena menyangkut kesusilaan, HB juga telah diberikan kesempatan untuk membela diri.

Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) memberikan alat bukti keterangan dan surat. Hadir pula satu orang panitera pengganti di PT Semarang tempat hakim HB bertugas memberikan kesaksian.

Saksi menyatakan bahwa di PT Semarang, HB yang kala itu masih menjabat sebagai seorang hakim telah bertobat dan menjalankan tugas dengan baik.

HB juga telah meminta maaf terhadap mantan istri dan mertua, dan masih berhubungan baik dengan anak-anak.

Semua keterangan telah didengar dan dipertimbangkan oleh majelis MKH yang dipimpin Hakim Agung Hamdi.

Majelis hakim MKH ini juga berisi Hakim Agung Ibrahim dan Muhammad Yunus Wahab, dan perwakilan KY, yakni Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah beserta Anggota KY M. Taufiq HZ, Sukma Violetta, dan Binziad Kadafi.

Setelah melakukan musyawarah, majelis MKH secara bulat memutuskan bahwa pembelaan HB selaku hakim terlapor harus ditolak.

Majelis MKH menilai, HB telah terbukti melanggar dua Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Pertama, poin 3 berlaku arif dan bijaksana sebagaimana Keputusan Bersama Ketua MA dengan Ketua KY No. 047/KMA/SK/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang KEPPH.

Dalam beleid itu diatur bahwa hakim harus bertindak sesuai dengan norma yang hidup dalam masyarakat baik norma hukum, norma keagamaan, kebiasaan maupun kesusilaan sebagaimana Angka 3.1 Ayat (1) hakim wajib menghindari perbuatan tercela.

Pernbuatan HB juga telah melanggar Pasal 7 Ayat (2) huruf a Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.

Kedua, HB telah melanggar ketentuan item 7 angka 7.1 yang harus menjunjung tinggi harga diri sebagaimana keputusan bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 047/KMA/SK/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KEPPH.

Beleid itu menyebut hakim harus menjaga wibawa dan martabat lembaga peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Hal ini sebagaimana Pasal 11 Ayat 3 huruf a Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Panduan Penegakan KEPPH.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved