Berita Viral

Profil dan Kekayaan Suhartoyo Ketua MK Setelah Anwar Usman Dicopot, Ngaku Nyaman Jadi Orang Biasa

Inilah profil, rekam jejak dan harta kekayaan Suhartoyo, Ketua MK yang baru setelah Anwar Usman dicopot

Istimewa
Suhartoyo Ketua Mahkamah Konstitusi 

TRIBUN-MEDAN.COM – Berikut profil dan harta kekayaan Suhartoyo, Ketua MK yang baru setelah Anwar Usman dicopot.

Seperti diketahui, Suhartoyo ditunjuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman. 

Berikut Tribun-Medan.com merangkum profil dan harta kekayaan Suhartoyo Ketua MK baru yang mengaku lebih nyaman menjadi orang biasa.

Suhartoyo menjabat Ketua MK setelah Anwar Usman lengser dari jabatannya karena terbukti melanggar kode etik.

Suhartoyo jadi Ketua MK berdasarkan keputusan musyawarah dan mufakat para hakim konstitusi, sebagaimana diatur dalam Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2023. 

Hakim konstitusi Suhartoyo - Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman.
Hakim konstitusi Suhartoyo - Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman. (Tribunnews.com/Naufal Lanten)

Dikutip dari mkri.id, Suhartoyo dikenal sebagai sosok biasa yang sederhana.

Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar Suhartoyo terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu.

Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden.

Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum.

Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik.

Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri.

PANAS! Anwar Usman Balas Soal Putusan MKMK Usai Diberhentikan dari Jabatannya
PANAS! Anwar Usman Balas Soal Putusan MKMK Usai Diberhentikan dari Jabatannya (Tribun Medan)

Namun kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum

“Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan lmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” ujar suami dari Sutyowati ini.

Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim.

Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta.

Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya.

“Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim.

Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” jelas penyuka hobi golf dan rally ini.

Baca juga: Okie Agustina Buka Suara Soal Foto Viral Gunawan Dwi Cahyo Dipeluk Wanita di Ranjang, Beber Bukti

Baca juga: Kronologi Anggota Polda Metro Jaya Bripka Taufan Mau Dibunuh Pegawai Kontrak Dishub DKI Jakarta

Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.

Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.

Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).

Baca juga: Dahsyatnya Amalan Surat Al Fatihah, Doa Pendatang Rezeki dan Penyembuh Segala Penyakit

Baca juga: Viral Oknum Satpol PP Medan Diduga Curi Besi Pakai Mobil Dinas, Begini Kata Wali Kota Bobby Nasution

Mudah Beradaptasi

Mahkamah Konstitusi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi ayah dari tiga orang anak. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak.

Jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya.

Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK.

“Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK, red.) bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” terangnya.

Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi.

Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya.

“Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.

Baca juga: Gegara Sakit Hati, Pegawai Kontrak Dishub DKI Ancam Bunuh Anggota Polda Metro Jaya Bripka Taufan

Baca juga: Viral Oknum Satpol PP Medan Diduga Curi Besi Pakai Mobil Dinas, Begini Kata Wali Kota Bobby Nasution

Lebih Nyaman Menjadi Orang Biasa

Berasal dari lingkungan sederhana, membuatnya tidak terlalu mengandalkan jabatan atau posisi.

Baginya menjadi hakim konstitusi, hal yang tinggi dan sebenarnya membuatnya tidak nyaman karena fasilitas yang ada.

“Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.

Disinggung mengenai dukungan keluarganya, Suhartoyo menjelaskan ketika pencalonan dirinya yang penuh kontroversi, anak-anaknya justru berpikir untuk apa dirinya menjadi hakim konstitusi.

“Karena anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan.

‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” ingatnya.

Untuk itu, ia pun berharap keberadaannya yang melengkapi sembilan pilar Hakim Konstitusi dapat memenuhi rasa keadilan yang dicari para pencari keadilan ke MK.

“Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tandasnya.

Profil Suhartoyo

Tempat, tanggal lahir : Sleman, 15 November 1959

Jabatan: Hakim Konstitusi

Keluarga:

Istri: Sustyowati

Anak: Dhesga Selano Margen, Sondra Mukti Lambang Linuwih dan Jeshika Febi Kusumawati

Pendidikan:

S-I Universitas Islam Indonesia (1983)

S-2 Universitas Taruma Negara (2003)

S-3 Universitas Jayabaya (2014).

 

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

 

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved