Viral Medsos

PERCIKAN API China-Filipina di LCS, Kapal Perang China Serang Kapal Filipina dengan Meriam Air

Gesekan pertama, terjadi pemotongan tali pembatas di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina dan serangan meriam air Kapal Penjaga Pantai China

Editor: AbdiTumanggor
Twitter
GESEKAN CHINA-FILIPINA: Terjadi pemotongan tali pembatas di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina. Kemudian kapal penjaga pantai China melakukan tindakan ilegal dan agresif lewat penggunaan meriam air dan serangan sonar di Laut China Selatan pada Sabtu (9/12/2023) kemarin. (twitter) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Gesekan antara Filipina dan China di Laut China Selatan belakangan ini kian sering terjadi. Ini alarm yang harus diperhatikan. Jangan sampai pecah konflik terbuka dan bersenjata. Sudah lama disadari, wilayah perairan sengketa Laut China Selatan (LCS) ibarat bara yang—dengan sedikit gesekan saja—dapat berubah menjadi percikan api konflik terbuka.

Gesekan pertama, terjadi pemotongan tali pembatas di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina. Kemudian, pemerintah Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan "tindakan ilegal dan agresif" lewat penggunaan meriam air dan serangan sonar di Laut China Selatan pada Sabtu (9/12/2023) kemarin.

Manila mengatakan penjaga pantai China telah menembakkan meriam air ke kapal biro perikanan Filipina yang sedang melakukan misi pasokan reguler. Satuan tugas Filipina untuk Laut China Selatan, sebuah badan antar-lembaga pemerintah, menyerukan Tiongkok untuk menghentikan "aktivitas agresifnya" di Scarborough Shoal, sebuah area di Laut China Selatan yang diklaim kedua negara.

Melansir dari laman WA Today, Filipina mengatakan Tiongkok telah menggunakan meriam air setidaknya delapan kali hari Sabtu kemarin terhadap kapal sipil Filipina.

Serangan ini disebut Filipina telah merusak peralatan komunikasi dan navigasi kapal perikanan yang secara langsung dan sengaja menjadi sasaran Penjaga Pantai China. Tiga kapal biro perikanan Filipina sedang menjalankan misi pasokan minyak dan bahan makanan ke lebih dari 30 kapal penangkap ikan Filipina di dekat perairan dangkal Scarborough.

Pemerintah Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan
Pemerintah Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan "tindakan ilegal dan agresif" lewat penggunaan meriam air dan serangan sonar di Laut China Selatan pada Sabtu (9/12/2023) kemarin. (Twitter)

Berikut pernyataan Satgas Nasional LCS FILIPINA 9 Desember 2023.

Satgas Nasional Laut Filipina Barat (NTFWPS) mengutuk keras tindakan ilegal dan agresif yang dilakukan oleh Penjaga Pantai Tiongkok dan Milisi Maritim Tiongkok terhadap Biro Keamanan Sipil.

Kapal Perikanan dan Sumber Daya Perairan (BFAR) Datu Sanday, Datu Bankaw, dan Datu Tamblot hari ini selama misi kemanusiaan dan dukungan rutin BFAR dalam menyediakan subsidi minyak dan paket bahan makanan kepada lebih dari 30 kapal penangkap ikan Filipina di dekat Bajo De Masinloc di Laut Filipina Barat.

Berdasarkan laporan yang diterima, ketika kapal BFAR mendekati 1,4 hingga 1,9 mil laut dari Bajo de Masinloc, kapal Penjaga Pantai Tiongkok menggunakan meriam air untuk menghalangi dan mencegah kapal BFAR mendekati kapal penangkap ikan Filipina yang sedang menunggu subsidi minyak dan paket bahan makanan.

Meriam air telah digunakan setidaknya delapan (8) kali pada saat pelaporan. Selain itu, kapal-kapal Milisi Maritim Tiongkok dilaporkan melakukan manuver berbahaya dan mengerahkan apa yang disebut sebagai Perangkat Akustik Jarak Jauh (LRAD) terhadap kapal-kapal BFAR - menyebabkan ketidaknyamanan sementara dan ketidakmampuan yang parah pada beberapa awak kapal Filipina.

Aksi meriam air mengakibatkan kerusakan parah pada peralatan komunikasi dan navigasi kapal BFAR Datu Tamblot, karena secara langsung dan sengaja menjadi sasaran Penjaga Pantai Tiongkok.

Satgas juga mengecam pengerahan Rigid Hull Rubber Boats (RHIBs) yang bertujuan membubarkan dan mengusir kapal penangkap ikan Filipina yang sudah tidak sabar menunggu pendistribusian subsidi bahan bakar dan pasokan pangan dari kapal BFAR.

Mencegah penyaluran bantuan kemanusiaan bukan hanya ilegal tapi juga tidak manusiawi. Selain itu, nelayan Filipina telah melaporkan dan mendokumentasikan Penjaga Pantai Tiongkok meluncurkan perahu kecil pagi ini untuk secara ilegal memasang penghalang terapung di pintu masuk tenggara Bajo De Masinloc.

Tindakan Penjaga Pantai Tiongkok dan Milisi Maritim Tiongkok menghalangi kapal BFAR mengakses pintu masuk perairan dangkal tersebut.

Kami menekankan bahwa Bajo de Masinloc adalah fitur air pasang dengan laut teritorial, sesuai dengan Keputusan Arbitrase 2016. Ini merupakan bagian integral dari wilayah nasional Filipina berdasarkan Konstitusi.

Filipina menjalankan kedaulatan dan yurisdiksi atas perairan dangkal dan laut teritorialnya. Putusan Arbitrase tahun 2016 juga telah mengklarifikasi bahwa masyarakat Filipina memiliki hak penangkapan ikan tradisional di perairan Bajo de Masinloc yang dilindungi oleh hukum internasional.

Penggunaan kekuatan penegakan hukum maritim secara ilegal oleh Tiongkok, campur tangan terhadap kapal-kapal Filipina, pelecehan dan intimidasi terhadap nelayan Filipina, atau aktivitas lain apa pun yang melanggar kedaulatan dan yurisdiksi Filipina di Bajo de Masinloc merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional, khususnya UNCLOS dan Putusan Arbitrase.

Kami dengan tegas mendesak agar kapal-kapal Tiongkok ini segera meninggalkan Bajo de Masinloc. Kami menuntut pemerintah Tiongkok segera mengambil tindakan untuk menghentikan aktivitas agresif ini dan menegakkan prinsip-prinsip hukum internasional serta menghentikan tindakan yang dapat melanggar Kedaulatan Filipina dan membahayakan kehidupan dan penghidupan para nelayan Filipina yang secara tradisional menangkap ikan di wilayah tersebut.

NTF-WPS tetap berkomitmen untuk melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah Filipina di Laut Filipina Barat.

Sebelumnya, pada Februari 2023, kapal patroli Penjaga Pantai China menembakkan sinar laser hijau ke kapal Penjaga Pantai Filipina di area yang disengketakan.

Seperti diungkap Filipina, kapal China itu juga bermanuver memblokir laju kapal Filipina yang mengawal kapal pemasok logistik bagi penjaga kapal Angkatan Laut Filipina, Sierra Madre, penanda Manila di Beting Second Thomas Kepulauan Spratly untuk menegaskan kedaulatannya di area sengketa LCS itu.

China Tolak Resolusi Parelemen China

Di sisi lain, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menolak keras resolusi parlemen Filipina yang menyatakan China melakukan tindakan ilegal di Laut Filipina Barat. "Resolusi yang diadopsi oleh parlemen Filipina tidak berdasar, mengkritik, memberikan gambaran yang salah dan menjelek-jelekkan China. Kami dengan tegas menolaknya," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Sabtu (9/12/2023).

"Mencegah distribusi bantuan kemanusiaan tidak hanya ilegal, tetapi juga tidak manusiawi," kata satuan tugas tersebut.
 
Kapal-kapal Milisi Maritim Tiongkok juga dilaporkan terlibat dalam "manuver berbahaya" dan melancarkan serangan sonar dengan menggunakan perangkat akustik jarak jauh yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan ketidakmampuan beberapa awak Filipina, kata satuan tugas tersebut.

kapal china serang kapal sipil filipina
Pemerintah Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan tindakan ilegal dan agresif lewat penggunaan meriam air dan serangan sonar di Laut China Selatan pada Sabtu (9/12/2023) kemarin. (Twitter)

Klaim Tiongkok di Laut China Selatan

Tiongkok sebelumnya mengatakan bahwa mereka mengambil "langkah-langkah pengendalian" pada hari Sabtu terhadap tiga kapal penangkap ikan Filipina di Laut China Selatan yang menyusup ke perairan dekat Scarborough Shoal, lapor media pemerintah negara tersebut.

Scarborough Shoal terletak di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina sepanjang 200 mil laut. Beijing merebutnya pada 2012, dan memaksa nelayan dari Filipina melakukan perjalanan lebih jauh untuk mendapatkan tangkapan yang lebih kecil.

Tiongkok mengeklaim hampir seluruh Laut China Selatan, yang merupakan jalur perdagangan kapal tahunan senilai lebih dari USD3 triliun. Perairan ini sebagiannya diklaim oleh Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 menyatakan bahwa klaim Tiongkok di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum.

Pada 6 Desember 2023, parlemen Filipina mengadopsi resolusi No 1494 yang menyatakan parlemen mengecam "tindakan ilegal" China di Laut Filipina Barat berupa serbuan China terhadap nelayan Filipina dan pasukan keamanan yang berpatroli di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Keputusan itu diambil dengan mengacu pada keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen tahun 2016 yang menurut parlemen Filipina memberikan hak kepada Filipina atas Laut Filipina Barat berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Atas tindakan parlemen Filipina tersebut, Wang Wenbin menyebut China memiliki kedaulatan yang tidak dapat disangkal atas "Nanhai Zhudao" yang terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao dan perairan di sekitarnya, serta memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas perairan terkait.

Dongsha, Xisha, Nansha, and Zhongsha mengacu pada empat kepulauan yang lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan area Tepi Macclesfield. "Kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut Cina Selatan dibangun melalui perjalanan sejarah yang panjang dan secara kokoh didasarkan pada sejarah dan hukum," ungkap Wang Wenbin.

Selain itu, menurut Wang Wenbin, Pengadilan Arbitrase soal Laut Cina Selatan juga melanggar prinsip persetujuan negara, menjalankan yurisdiksinya di luar kewenangannya dan memberikan putusan dengan mengabaikan hukum.

"Hal ini merupakan pelanggaran berat terhadap UNCLOS dan hukum internasional secara umum. Keputusan tersebut tidak sah, batal demi hukum. China tidak menerima atau mengakuinya, dan tidak akan pernah menerima klaim atau tindakan apa pun berdasarkan putusan tersebut," tambah Wang Wenbin.

Soal pembangunan dan pengerahan fasilitas pertahanan, Wang Wenbin menyebut hal itu dilakukan China di wilayahnya sendiri yaitu di Nansha Qundao, dan melakukan patroli oleh kapal militer dan penjaga pantai China, aktivitas penelitian ilmiah hingga aktivitas penangkapan ikan juga oleh nelayan China di perairan di bawah yurisdiksi China, sehingga semuanya sah.

"Ren'ai Jiao juga adalah bagian dari Nansha Qundao China. Filipina secara ilegal menempatkan kapal perang di sana dan sering mengirim kapal untuk menyusup secara ilegal ke perairan sekitar terumbu karang untuk mengirimkan bahan-bahan konstruksi agar memperkuat kapal perang tersebut. Hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap kedaulatan China," ungkap Wang Wenbin.

Wang Wenbin menyebut penerapan moratorium penangkapan ikan pada musim panas yang dilakukan China di Laut Cina Selatan merupakan tindakan normal yang bertujuan melindungi sumber daya hayati laut di perairan yang berada di bawah wilayahnya dan merupakan langkah nyata dalam memenuhi kewajiban berdasarkan hukum internasional termasuk UNCLOS.

"Selama beberapa waktu, Filipina juga telah mengirim orang ke Tiexian Jiao dan pulau-pulau tak berpenghuni lainnya serta terumbu karang di Kepulauan Nansha dan mengirim pesawat serta kapal untuk menyusup ke perairan dan wilayah udara yang berdekatan di Kepulauan Nansha dan Huangyan Dao. Tindakan-tindakan ini sangat melanggar kedaulatan, membahayakan keamanan China, bertentangan dengan semangat Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC), dan melemahkan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," jelas Wang Wenbin.

China, menurut Wang Wenbin, telah melakukan protes diplomatik secara serius hampir 100 kali kepada Filipina.

"Kami sekali lagi mendesak Filipina untuk berhenti membesar-besarkan perselisihan maritim antara China dan Filipina, menghentikan pelanggaran kedaulatan China dan provokasi di laut, kembali ke jalur penyelesaian perselisihan maritim melalui negosiasi dan konsultasi sesegera mungkin untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," kata Wang Wenbin.

Pulau karang yang disebut China dengan "Ren'ai Jiao" sedangkan oleh Filipina sebagai "Beting Ayungin" adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang disengketakan kedua negara, selain juga beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang tersebut sejak 1999. Namun parlemen Filipina dalam resolusi terbarunya meminta pemerintah Filipina untuk memperkuat kemampuannya dalam melakukan patroli dan melindungi zona maritim Filipina dengan membangun program postur pertahanan yang mandiri.

Parlemen juga menyebut China tidak memilih dasar hukum untuk mengklaim hak bersejarah atas sumber daya di wilayah laut yang termasuk dalam "Nine-Dash Line" yaitu wilayah historis Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90 persen darinya disebut China sebagai hak maritim historisnya.

Baca juga: DETIK-DETIK Menegangkan China vs Filipina di Laut China Selatan, Pertarungan Laut Lepas Tak Seimbang

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved