Dedi Iskandar Batubara

Belajar dari Musibah Ledakan Smelter Morawali, Dedi Iskandar Batubara: Kemanusiaan di Atas Bisnis

Dedi Iskandar Batubara Soroti ledakan tungku smelter di Morawali yang mengakibatkan belasan pekerja lokal maupun asing jadi korban

Editor: Jefri Susetio
istimewa
Ledakan tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Industri Indonesia Morawali Industrial Park (IMIP) Sulawesi Tengah mengakibatkan belasan pekerja jadi korban. 

TRIBUNMEDAN.COM, MEDAN - Ledakan tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Industri Indonesia Morawali Industrial Park (IMIP) Sulawesi Tengah mengakibatkan belasan pekerja jadi korban.

Adapun yang menjadi korban pekerja lokal dan pekerja asing, Minggu (24/12/2023).

"Peristiwa ini harus dijadikan pelajaran bagi seluruh daerah untuk penguatan pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja," ujar anggota Komite III DPD RI, Ustad Dedi Iskandar Batubara.

Baca juga: Dedi Iskandar Batubara Konsolidasikan Angkatan Putri Al-Washliyah di Dairi dan Pakpak Bharat

 

Besar dugaan ledakan terjadi disebabkan dugaan kelalaian terhadap prioritas kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebagaimana amanah undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

"Tentu saja bagi kita di DPD RI, ini menjadi perhatian serius karena menyangkut keselamatan tenaga kerja. Kita belum mendengar ada penyelesaian yang tuntas terkait tindak lanjut perlindungan pekerja, selan belasungkawa. Dan, santunan kepada korban. Sedangkan sanksi berat untuk perusahaan jarang sekali kita dengar," katanya.

Ketua PW Al Washliyah Sumut ini memahami bahwa perusahaan punya kepentingan dan kebutuhan bisnis.

"Utamanya sebagai pihak yang menampung tenaga kerja dengan jumlah besar, dimana muaranya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak," ujarnya.

Menurutnya, kepentingan bisnis tidak boleh mengabaikan nyawa orang. Artinya, standarisasi kemanusiaan harus berada di atas kepentingan bisnis.

"Tenaga kerja harusnya menjadi faktor produksi yang sangat penting. Sebab sebagai faktor penggerak dalam kegiatan usaha dengan modal tenaga sekaligus pikiran," katanya.

Dari pengalaman tersebut, ia mengingatkan peran pemerintah khususnya di Sumut untuk aktif melakukan pengawasan terhadap K3.

Dan yang terpenting, bagaimana menjadikan seluruh perusahaan memastikan diri memiliki sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).

Dengan pertimbangan data BPJS Ketenagakerjaan pada 2022 lalu tercatat ada 10.383 kasus kecelakaan kerja.

Bahkan dari periode Januari sampai September 2023 sebanyak 18.868 kasus.

"Yang jadi pertanyaan, sejauh mana peran pemerintah daerah terhadap wacana K3 ini. Apalagi kita tahu, ada Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) Sumatera Utara yang telah dibentuk berdasarkan SK Gubernur. Sudah sampai dimana keberadaan dan eksistensinya bagi kepastian atas ketentuan K3. Apakah pencanangan pengawasan terhadap K3 berjalan sesuai harapan, agar semua pihak memahami pentingnya mematikan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja," pungkasnya.

Pernyataan serupa disampaikan, Sekretaris DPD KSPSI AGN Sumatera Utara, Rio Affandi Siregar.

Ia bilang peristiwa di Morawali merupakan tragedi kecelakaan kerja sangat memprihantinkan di penutup tahun 2023.

Seharusnya K3 menjadi standar utama, prioritas perusahaan, apalagi dengan resiko tinggi.

"Yang perlu diperhatikan adalah SMK3 diperusahaan-perusahaan apakah sudah dibentuk dan sudah berjalan? Kemudian bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Ketanagakerjaan (Disnaker) Sumut dan kabupaten/kota," sebut Rio.

Jika dikaji lebih teliti, lanjut Rio, maka perlu perhatian terhadap uji kelayakan terhadap alat-alat kerja yang berpotensi K3.

Karenanya, ada uji berkala oleh pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker setempat.

Setelah itu, penilaian layak akan dikeluarkan dan dicatatkan dalam buku biru (istilah dalam ketenagakerjaan).

Baca juga: Berikut Ini Pesan Dedi Iskandar Batubara untuk Warga yang Berpergian saat Natal dan Tahun Baru 2023

 

"Selain itu juga, bila SMK3 telah berjalan dengan benar di dalam perusahaan, maka potensi kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Tetapi sebagai catatan bahwa SMK3 internal perusahaan tersebut benar-benar harus dijalankan, bukan hanya sebagai pelengkap laporan saja," tegasnya.

Untuk itu pihaknya meminta pihak terkait, khususnya pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih massif terhadap implementasi SMK3 di perusahaan. Sehingga kecelakaan yang merenggut nyawa tidak terjadi di kemudian hari.

"Bahwa K3 ini penting, apalagi masuk dalam standar akreditasi penilaian perusahaan. Apakah sebuah perusahaan punya standar itu dan dapat dipercaya dan baik secara kompetensi, mutu dan kualitasnya," jelasnya.

(*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved