Viral Medsos

MEGAWATI Ngaku Tidak Pernah Dikte Jokowi, Bagaimana dengan BG dan Gagalnya Ara Sirait jadi Menteri?

Meski demikian, Megawati menilai tidak ada salahnya jika dirinya memberikan saran dan usulan dalam kapasitasnya sebagai mantan presiden

Editor: AbdiTumanggor
Kompas TV
Megawati Soekarnoputri angkat bicara terkait isu Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mundur dari kabinet Jokowi. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) blak-blakan menjawab pertanyaan Rosianna Silalahi selaku host ROSI, Kamis (8/2/2024). (Kompas TV) 

Maruarar memang ada dalam daftar nama-nama tokoh yang diundang di acara pengumuman kabinet Jokowi-JK yang diberi nama Kabinet Kerja.

Namun, hingga jajaran menteri diumumkan pada Minggu sore, Maruarar tak tampak di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Kala itu, Maruarar justru mendatangi kediaman Megawati di Menteng, Jakarta Pusat. Namun tak bertemu sang ketum PDIP.

Dari informasi yang dihimpun oleh reporter KompasTV ketika itu, Maruarar disebut tidak berhasil menemui Megawati.

Kabarnya, Megawati tidak bersedia menemui Maruarar.

Sementara, di Istana Kepresidenan, Jokowi mengumumkan nama Rudiantara sebagai Menkominfo, juga jajaran pembantu Presiden lainnya.

Pada Minggu malam, usai nama-nama menteri diumumkan, Maruarar tepergok sedang berbincang bersama Jokowi di taman belakang Istana Merdeka.

Jokowi ketika itu mengantar Maruarar yang hendak meninggalkan Istana Merdeka.

Maruarar tampak mengenakan atasan warna putih dan bawahan hitam sebagaimana pakaian yang dikenakan para menteri ketika diumumkan oleh Kepala Negara.

Baik Jokowi maupun Maruarar terlihat santai dan melepas senyum kepada sejumlah wartawan yang mencegat.

Mereka berdua mengaku tidak ada masalah apa-apa dan Jokowi akan tetap meminta Maruarar sebagai sahabat untuk membantu pemerintahannya.

Jokowi juga membantah anggapan bahwa nama Maruarar dicoret dari daftar kabinet pada saat-saat terakhir pengumuman nama menteri.

"Yang jelas Pak Maruarar Sirait akan tetap membantu saya. Ya... sebagai teman baik," ujar Jokowi.

Kisah Budi Gunawan tak dilantik jadi Kapolri, tapi dilantik jadi Kepala BIN 

Kepala BIN Budi Gunawan (belakang) dalam pertemuan Jokowi dan Prabowo
Kepala BIN Budi Gunawan (belakang) dalam pertemuan Jokowi dan Prabowo (Kompas.com)

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com dari yang berjudul "Isi Rekaman Sebut Jokowi Dimaki Megawati karena Tolak Budi Gunawan", terungkap ada rekaman yang diputar di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, suara yang diduga milik pengusaha minyak Riza Chalid menyebut Presiden Joko Widodo sempat dimaki-maki oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebab, Jokowi menolak pengangkatan Budi Gunawan sebagai kepala Polri.

Dari isi rekaman yang diduga merupakan suara Riza itu disebutkan, kejadian itu berlangsung di Solo. Elite parpol Koalisi Indonesia Hebat (KIH) juga hadir saat kejadian tersebut.

"Di Solo ada… ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto, pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki, Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG," demikian suara yang diduga Riza seperti dalam rekaman yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), pada Rabu (2/12/2015) itu.

Presiden Jokowi memang sempat mengusulkan Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Setelah itu, tak berapa lama kemudian, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, Komisi III tetap memutuskan untuk meloloskan Budi dalam fit and proper test.

Kendati diloloskan DPR RI, Presiden Jokowi tetap membatalkan pelantikan Budi Gunawan dan mengusulkan Badrodin Haiti sebagai Kapolri yang baru.

Presiden mengatakan, pencalonan Budi Gunawan sebagai kepala Polri telah menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat.

Dalam rekaman, suara yang diduga Riza itu mengaku heran dengan keberanian Jokowi itu.

"Gila itu, sarap itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati," ucap suara yang diduga Riza.

Tak hanya itu, dia pun menyinggung peran mantan ajudan Megawati itu dalam memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014.

"Padahal, pada waktu pilpres, kita mesti menang, Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu," ucap suara yang diduga Riza.

"Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan," ucapnya.

Koalisi Indonesia Hebat dan PDIP desak Jokowi lantik BG jadi Kapolri

Ketika itu, partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Selasa (3/2/2015) sore.

Pertemuan itu membahas soal status Budi Gunawan yang tak kunjung dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Polri.

Ketua Umum Partai Kedaulatan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso mengungkapkan, semua parpol KIH bulat meminta Presiden untuk melantik Budi Gunawan jadi kapolri setelah hasil praperadilan yang diajukan Budi Gunawan dikabulkan pengadilan.

Presiden Jokowi, kata dia, harus mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap Budi. "Kami mengacu pada undang-undang dan konstitusi kita. Ada asas praduga tak bersalah, apalagi yang bersangkutan mengajukan praperadilan dan dikabulkan. Itu yang kami sarankan ke Presiden," kata Sutiyoso, Rabu (4/2/2015).

Selain Sutiyoso, pertemuan itu dihadiri oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Surabaya M Romahurmuziy.

Semua parpol Koalisi Indonesia Hebat, kata Sutiyoso, bulat menyepakati bahwa Presiden perlu melantik Budi Gunawan setelah putusan praperadilan. "Mega sebagai ketua koalisi kami sudah berembuk jam-jaman. Sudah bulat, dengan para ketua komisi juga," kata Sutiyoso.

Atas saran KIH ini, kata Sutiyoso, Presiden Jokowi tidak menjawab apa pun. Namun, dia yakin bahwa saran dari KIH itu akan menjadi pertimbangan Presiden sebagaimana saran-saran lain yang diajukan Dewan Pertimbangan Presiden dan Tim Independen.

Saat ditanya apakah KIH sudah mengetahui adanya komunikasi Presiden dengan Ketua Tim Independen Syafii Maarif dan menyatakan tidak akan melantik BG jadi Kapolri, Sutiyoso mengaku tidak tahu. "Tidak terlontar (dari Presiden Jokowi) kemarin. Tidak tahu," kata Bang Yos.

Bahkan, sejumlah kader PDIP terus mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pelantikan Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian RI.

Anggota Komisi Hukum DPR RI dari PDIP, Herman Hery, ketika itu mengatakan beberapa anggota fraksinya bahkan berencana mengajukan hak interpelasi kepada Presiden.

“Penggunaan hak untuk meminta penjelasan pemerintah itu wajar,” ujarnya, Minggu (22/2/2015) lalu.

Sejumlah petinggi PDIP menyatakan instruksi yang mempersoalkan keputusan Jokowi itu datang langsung dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Informasinya, Megawati marah karena Budi, bekas ajudannya, tak bisa menjadi Kapolri dan Jokowi malah mengajukan Wakil Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai calon tunggal Kapolri.

“Megawati meminta kader di DPR terus mempertanyakan pembatalan Budi sebagai Kapolri,” ujar PDIP.

Megawati sempat meminta pertimbangan dari sejumlah anggota Komisi Hukum DPR, seperti Herman Hery, Dwi Ria Latifa, dan Achmad Basarah, sebelum mengambil keputusan.

Dalam pembicaraan di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, itu, dibicarakan juga soal kemungkinan pengajuan interpelasi dan pemakzulan.

Dwi Ria enggan berkomentar ihwal pertemuan di rumah Megawati itu. Sedangkan Herman Hery menyatakan tidak mengikuti pertemuan tersebut.

“Tak ada yang spesial, kok. Saya hanya di depan garasi,” ucapnya.

Sedangkan Achmad Basarah membenarkan pertemuan tersebut.

Menurut Basarah, pertemuan dengan Megawati membahas keputusan Jokowi yang dinilai kontroversial.

Namun, dia membantah ada pembicaraan soal hak interpelasi ataupun pemakzulan.

Justru, kata Basarah, PDIP tak ingin Jokowi dianggap melanggar hukum karena DPR telah menyetujui Budi menjadi Kapolri.

“Jangan sampai DPR menggunakan hak angket, hak jawab, atau interpelasi. Itu yang kami diskusikan,” ujarnya.

Budi Gunawan akhirnya dilantik jadi Kepala BIN

Setelah dinyatakan layak dan patut dalam fit and proper test yang digelar Komisi I DPR dan diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Budi Gunawan secara resmi dilantik dan diambil sumpahnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), di Istana Negara, Jumat (9/9/2016) petang.

Pelantikan Budi Gunawan, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) itu, didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia nomor 102/P/Tahun 2016 tentang pemberhentian dan pengangkatan Kepala Badan Intelijen Negara.

Dalam Keppres itu disebutkan, bahwa Budi Gunawan akan diberikan hak keuangan, administrasi, fasilitas setingkat dengan menteri.

Dalam pelantikan itu, Presiden Jokowi membacakan sumpah untuk Kepala BIN, yang diikuti oleh Budi Gunawan.

Usai mengucapkan sumpah, Budi Gunawan mendapatkan ucapan selamat pertama kali dari Presiden Jokowi.

Kemudian dilanjutkan oleh Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Hingga saat ini menjelang Pilpres 2024, sejak 9 September 2016, Budi Gunawan, tetap menjabat sebagai Kepala BIN.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter 

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved