Berita Medan

Terkesan Tutupi Penanganan Kasus Seleksi PPPK Langkat, Kombes Andry Setiawan : Satpol PP ?

Keluar dari masjid mengenakan kemeja berwarna putih, ia terus berjalan sambil menggandeng tangan salah satu diduga anak buahnya.

Penulis: Fredy Santoso | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO
Kolase foto Dirkrimsus Polda Sumut Kombes Andry Setiawan dengan puluhan guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara saat berunjukrasa di depan pintu masuk Polda Sumut, Rabu (24/1/2024) siang. Mengenakan pakaian serba hitam mereka mendesak Polda Sumut mengusut dugaan kecurangan yang terjadi. 

Para demonstran yang didominasi emak-emak ini berorasi sambil menangis menyampaikan keluhannya.

Mereka juga bersujud, memohon kepada polisi mengusut dugaan kecurangan rekrutmen dan dugaan suap di dalamnya.

Salah satu perwakilan guru honorer bernama Siti Faradila mengatakan, kedatangan mereka ke Polda Sumut untuk mendesak Polisi agar mengusut dugaan kecurangan dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat.

Menurutnya, kecurangan yang terjadi di Langkat sama halnya seperti di Kabupaten Mandailing Natal yang melibatkan Kepala Dinas Pendidikan Madina Dollar Siregar serta sejumlah pejabat lainnya.

"Kedatangan kami ke mari untuk melaporkan akan terjadi malpraktek dalam penilaian SKTT dan diduga ada  kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak seperti kepala dinas kepala BKD, kepala sekolah dan diduga PLT kita pun Kabupaten Langkat melakukan tindakan kezaliman.

Menurut Faradila, ada guru honorer siluman yang tidak pernah mengajar sama sekali, tapi lulus seleksi PPPK.

Kemudian, ada dugaan peserta seleksi yang menyogok sebesar Rp 40 hingga Rp 80 juta agar lolos.

"Padahal dia bukan seorang guru dan tidak pernah mengajar di sekolah itu. Itulah yang kami katakan guru siluman. Penilaian Sktt, diduga ada penerimaan uang sebesar Rp 40 juta sampai 80 juta,"bebernya.

Para guru honorer yang berunjukrasa ini kebanyakan telah mengabdi hingga 17 tahun.

Namun saat seleksi mereka dinyatakan tidak lulus hanya karena adanya ujian tambahan yakni Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) di penghujung pengumuman.

Padahal, sebelumnya SKTT sempat dinyatakan tidak akan ada dan yang bisa ikut seleksi guru yang mengabdi selama tiga tahun.

Penilaian SKTT inilah yang dianggap tidak transparan dan diduga masuknya guru siluman dengan cara membayar.

"Karena memang seperti saya sudah 17 tahun karena adanya nilai SKTT tadi ini yang sudah lama mengabdi tidak lulus.

(Cr25/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved