Viral Medsos

BARESKRIM POLRI: 33 Kampus Terlibat TPPO, Ada 1.047 Mahasiswa Korban, Diberangkatkan ke Jerman

Setibanya di Jerman, para mahasiswa tersebut diminta untuk bekerja kasar yang tak sesuai dengan jurusan mereka. 

Editor: AbdiTumanggor
ho
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berkedok mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman program Ferien Job. Para mahasiswa yang menjadi korban itu dikirim melalui sistem ilegal. Setibanya di Jerman, para mahasiswa tersebut diminta untuk bekerja kasar yang tak sesuai dengan jurusan mereka. (istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berkedok mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman program Ferien Job. Para mahasiswa yang menjadi korban itu dikirim melalui sistem ilegal.

Setibanya di Jerman, para mahasiswa tersebut diminta untuk bekerja kasar yang tak sesuai dengan jurusan mereka.  "Namun, para mahasiswa dipekerjakan secara non prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam keterangannya, Rabu (19/3/2024).

Setidaknya, ada 1.047 mahasiswa yang menjadi korban dan diberangkatkan oleh tiga agen tenaga kerja di Jerman. Para korban TPPO tersebut, kata Djuhandani, mengikuti program Ferien Job selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.

Kasus ini terungkap saat KBRI Jerman mendapatkan aduan dari empat mahasiswa setelah mengikuti program Ferien Job di Jerman.

Menindaklanjuti laporan tersebut, KBRI Jerman lantas melakukan pendalaman hingga akhirnya diketahui ada 33 universitas yang menjalankan program Ferien Job ke Jerman.

Berbekal informasi itu, Dittipidum Bareskrim Polri melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan. Kemudian ditemukan fakta bahwa mahasiswa korban TPPO modus Ferien Job ini memperoleh sosialisasi terkait program tersebut dari PT Cvgen dan PT SHB.

Mahasiswa Diminta Bayar Biaya Pendaftaran Rp 150 Ribu

Djuhandani mengatakan, pada saat pendaftaran, mahasiswa diminta membayar sebesar Rp 150 ribu ke rekening atas nama Cvgen. "Mereka juga harus membayar 150 euro untuk pembuatan LOA (letter of acceptance) kepada PT SHB karena sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," tuturnya.

Setelah LOA itu terbit, mahasiswa masih harus membayar 200 euro ke PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) sebagai persyaratan pembuatan visa.

Selain itu, mahasiswa yang menjadi korban itu juga dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp 30 juta sampai Rp 50 juta yang akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

"Selanjutnya para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa."

"Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," jelasnya.

Padahal, kontrak tersebut berisi perjanjian terkait biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman yang dibebankan kepada para mahasiswa.

Pembiayaan penginapan tersebut nantinya juga akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.

Program PT SHB Tidak Termasuk Program dari Kemendikbud Ristek

Dilansir Kompas.com, PT SHB selaku perekrut mengklaim programnya itu merupakan bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidian Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Namun, Djuhandani menegaskan, program PT SHB tersebut tidak termasuk dalam program MBKM Kemendibuk Ristek.

Dijelaskan Djuhandani, program PT SHB itu memang pernah diajukan ke Kemendikbud Ristek, tetapi ditolak mengingat ada perbedaan kalender akademik di Indonesia dan Jerman.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI menilai program PT SHB tersebut tidak memenuhi kriteria pemagangan di luar negeri. Bahkan, PT SHB ini juga tak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) di data base mereka.

Ada 5 Tersangka

Sebagai informasi, total sudah ada lima tersangka dalam kasus TPPO tersebut, yakni ER alias EW (39), A alias AE (37), perempuan yang keduanya saat ini ada di Jerman.

Lalu ada laki-laki berinisial SS (65) dan MZ (60) dan perempuan berinisial AJ (52) dengan peran yang berbeda.

"Dalam perkara Ferien Job ini, kami telah menetapkan lima orang WNI sebagai tersangka, yang mana dua orang tersangka keberadaannya di Jerman,” ucap Djuhandani. 

Karena ada tersangka dari Jerman, maka Djuhandani menyampaikan pihaknya tengah berkoordinasi dengan pihak Divhubinter dan KBRI Jerman untuk penanganan terhadap dua tersangka tersebut.

Djuhandhani mengatakan kelima tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam menjalankan tindak pidana itu.

Dua dari lima tersangka, yakni ER dan A, kata dia, saat ini berada di Jerman. ER diduga berperan sebagai yang menjalin kerja sama dan menandatangani MoU PT SHB dengan universitas di Jakarta. Dia mengatakan ER diduga menjanjikan dana CSR yang didapatkan pihak universitas.

"Menjalin kerja sama dengan PT CVGEN selaku untuk mengurus persyaratan pemberangkatan. Menjalin kerja sama dengan pihak agency yang berada di Jerman dalam penempatan mahasiswa. Serta menempatkan mahasiswa magang untuk bekerja di Jerman," ujarnya.

Kemudian, tersangka berinisial A diduga bertugas mempresentasikan program ferienjob ke universitas dengan dalih magang di Jerman. A juga meyakinkan para mahasiswa untuk mengikuti program Ferien Job yang diklaim sebagai magang.

"Membebankan biaya pendaftaran untuk mengikuti program ferienjob ke Jerman. Mengurus dan mengarahkan dalam hal pembuatan visa wisata para korban yang berangkat ke Jerman," jelasnya.

Adapun SS merupakan oknum yang membawa program ferien job ke universitas untuk magang di Jerman hingga mengemas ferienjob masuk ke dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dia juga yang diduga menyosialisasikan program itu ke pihak kampus dan mahasiswa.

"Menjanjikan ferienjob merupakan program unggulan untuk para mahasiswa nantinya untuk siap bekerja dan dapat dikonversikan dengan 20 SKS yang ada di Indonesia. Mengenalkan PT SHB dan PT CVGEN kepda pihak kampus," ujarnya.

Tersangka keempat, AJ merupakan ketua pelaksana dalam seleksi. Dia disebut memfasilitasi mahasiswa yang mengikuti program tersebut dan mengintervensi mahasiswa untuk tetap bekerja di Jerman.

"Mengarahkan mahasiswa untuk menggunakan dana talangan dari koperasi universitas. Membiarkan mahasiswa bekerja (tidak sesuai MoU). Mengintervensi mahasiswa untuk tetap bekerja di Jerman," ujarnya.

Sementara, tersangka MZ merupakan Ketua LP3M. Dia merupakan orang yang diduga memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan peminjaman dana talangan guna mengikuti program ferienjob. "Menjadi penjamin terhadap dana talangan dari koperasi," ujarnya.

Djuhandhani menyebut para mahasiswa tersebut ternyata dipekerjakan secara ilegal. Para korban juga dieksploitasi. "Namun para mahasiswa dipekerjakan secara nonprosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," ucap Djuhandhani.

(Tribunnews.com/Rifqah/Abdi Ryanda) (Kompas.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved