Tribun Wiki

Benarkah Obat Sakit Kepala Bisa Memicu Anemia Aplastik, Simak Penjelasan BPOM dan Pakar Kesehatan

Saat ini tengah ramai mengenai isu soal bahaya obat sakit kepala yang disebut bisa memicu anemia aplastik

Editor: Array A Argus
Tribunnews
Ilustrasi obat sakit kepala 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Beberapa hari belakangan masyarakat dihebohkan dengan adanya isu yang menyebutkan, bahwa obat sakit kepala bisa menimbulkan efek samping penyakit anemia aplastik.

Adapun penyakit anemia aplastik ini merupakan penyakit langka yang sangat jarang terjadi.

Dilansir dari Cleveland Clinic, anemia aplastik adalah kelainan darah yang jarang namun serius .

Hal ini terjadi ketika sumsum tulang tidak dapat menghasilkan cukup sel darah dan trombosit.

Baca juga: 5 Manfaat Konsumsi Daun Kemangi, Jaga Kesehatan Mata hingga Melawan Menopouse Dini

Orang yang mengidap anemia aplastik ini memiliki risiko infeksi serius, masalah pendarahan, masalah jantung, dan komplikasi lainnya.

Di platform X atau Twitter, muncul kabar yang menyebutkan bahwa kemasan belakang obat sakit kepala yang banyak beredar di pasaran mencantumkan risiko anemia aplastik sebagai salah satu efek sampingnya.

Efek samping serupa juga ditemukan pada merek obat bebas lain yang berfungsi mengatasi keluhan sakit kepala.

"Kindly reminder utk teman2 semuanya, jangan terlalu sering konsumsi obat ini yaaa. sender perhatiin ternyata keterangan efek sampingnya ditambahin, berisiko anemia aplastik. Kalo minum obat yg beredar di pasaran, mohon dibaca semua keterangannya utk jaga2 ya," tulis pemilik akun X akun @tanyakanrl, Minggu (14/4/2024) petang.

Merespon hal ini, Koordinator Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Eka Rosmalasari menjelaskan jika penambahan efek samping risiko anemia aplastik pada keterangan obat sudah sesuai. 

Baca juga: Konsumsi Jamu Tradisional Jadi Gaya Hidup Pekerja Muda Jaga Kesehatan di Tengah Pandemi

"Penambahan efek samping risiko anemia aplastik telah sesuai dengan persetujuan BPOM saat pendaftaran ulang (perpanjangan izin edar) pada 5 November 2020 berdasarkan hasil evaluasi dan kajian BPOM," kata Eka silansir dari Tribunnews.com, Kamis (17/4/2024). 

Risiko anemia aplastik sebagai efek samping obat, tetap harus dicantumkan dalam kemasan. 

Meskipun frekuensinya terkategori jarang (rare) yaitu 1 kasus per 1 juta pengguna.

"Dalam pemberian persetujuan izin edar obat, dipersyaratkan pencantuman informasi lengkap yang berimbang mengenai produk obat termasuk keamanan, khasiat, dan risiko efek samping obat" jelas Eka. 

Ketetapan ini merupakan pemenuhan terhadap hak konsumen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Baca juga: Jarang Diketahui, Ini 7 Manfaat Bunga Telang untuk Kesehatan

Oleh Eka dijelaskan jika konsumsi obat tersebut aman digunakan sepanjang sesuai indikasi, dosis, dan aturan pakai.

Sebagaimana tertera pada kemasan dan digunakan dalam jangka pendek. 

Obat ini termasuk obat bebas terbatas (lingkaran biru) dan diindikasikan untuk meringankan sakit kepala dan sakit gigi.

Selain itu Eka juga menjelaskan di dalam kemasan obat juga telah dicantumkan peringatan dan perhatian.

Kemudian, apabila gejala tidak membaik maka segera hubungi tenaga kesehatan untuk mendapat pertolongan lebih lanjut.

Sejauh ini, belum ada laporan terjadinya efek samping yang tertera di dalam kemasan obat. 

Baca juga: 6 Manfaat Tomat untuk Kesehatan, di Antaranya Cegah Kanker, Terungkap Fakta Nutrisi Tomat

"Jadi meskipun dalam kemasan dicantumkan efek samping risiko anemia aplastik, sampai saat ini tidak ada laporan terjadinya efek samping tersebut baik data Indonesia (e-MESO BPOM) maupun WHO," jelas Eka. 

Lebih lanjut, Eka menjelaskan terkait anemia aplastik ini sebenarnya merupakan gangguan pembentukan sel darah yang dapat disebabkan oleh berbagai hal.

Antara lain infeksi, kondisi autoimun, faktor genetik, kemoterapi, atau penggunaan obat.

Terakhir, BPOM pun menghimbau masyarakat untuk selalu membeli atau memperoleh obat di sarana toko resmi.

Seperti apotek, toko obat berizin, atau fasilitas pelayanan kesehatan.

"Jika ingin membeli obat secara online, pastikan obat diperoleh melalui toko resmi atau apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan," tutupnya.

Baca juga: 5 Cara Agar Terhindar dari Sariawan saat Berpuasa, Pentingnya Menjaga Kesehatan Mulut

Terpisah, Profesor Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan keterangan risiko anemia aplastik pada obat sakit kepala.

"Tidak perlu parno sih," ujarnya, dilansir dari Kompas.com.

Meski tertulis dalam kemasan obat, anemia aplastik merupakan efek samping yang sangat jarang terjadi.

Efek samping ini pun berpotensi menyerang hanya jika obat sakit kepala digunakan secara kronis atau dalam jangka panjang.

Sementara, obat sakit kepala biasanya hanya dikonsumsi seperlunya, yakni saat muncul keluhan.

"Karena proses anemia aplastik itu juga suatu proses panjang," kata dia.

Baca juga: 5 Tips Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Saat Menjalani Ibadah Puasa Ramadan

Zullies menjelaskan, anemia aplastik sebenarnya bukan disebabkan oleh penggunaan obat, melainkan penyakit autoimun.

Penyakit autoimun adalah suatu masalah kesehatan yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan infeksi justru menyerang tubuh sendiri.

Dalam kasus ini, menurutnya, imunitas penderita anemia aplastik menyerang sumsum tulang belakangnya sendiri.

Akibatnya, sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel darah merah. Saat sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel darah merah, tubuh pun tidak mampu berfungsi secara normal.

"Karena sistem imun bertindak secara salah memyerang tubuh sendiri dalam hal ini sumsum tulang belakang, sehingga tidak bisa menghasilkan sel darah. Jadi bukan karena obat," terang Zullies.

Kendati demikian, untuk menghindari potensi efek samping yang mungkin terjadi, pastikan untuk mengonsumsi obat sakit kepala sesuai aturan pemakaian dalam kemasan.

"Asal sudah sembuh sakit kepalanya ya sudah cukup. Biasanya butuh tiga kali sehari saja (minum obat)," lanjutnya.

Obat bebas tidak boleh diminum dalam jangka panjang

Senada, Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syam mengatakan, penggunaan obat bebas hanya bersifat sementara jika diperlukan.

"Ini sifatnya kalau perlu dan tidak boleh digunakan secara terus-menerus dalam jangka panjang," kata dia, saat dikonfirmasi terpisah, Rabu.

Sebelum mengonsumsi, pasien perlu membaca ketentuan terkait dosis, indikasi, kontraindikasi atau orang yang tidak boleh mengonsumsi, serta efek sampingnya.

Masyarakat juga harus mengetahui seberapa besar potensi efek samping yang tercantum dalam kemasan itu akan terjadi.

Menurut Ari, saat diizinkan untuk dibeli secara bebas, suatu obat sebenarnya relatif lebih aman dibandingkan dengan obat yang wajib diberikan dengan resep dokter.

"Tapi sekali lagi tetap, di dalam kita menggunakan obat-obatan tersebut sifatnya hanya sementara," lanjut Ari.

Bahkan, Dekan Fakultas Kedokteran UI ini menyampaikan, obat warung biasanya meminta pasien untuk berobat ke dokter jika selama dua hingga tiga hari pemakaian tak kunjung sembuh.

Orang yang merasakan ketidaknyamanan setelah minum obat bebas juga harus segera lapor kepada dokter.

"Obat ini tidak boleh digunakan dalam jangka panjang, informasi ini penting untuk diketahui masyarakat. Di satu sisi juga bukan berarti sama sekali obat ini tidak dapat digunakan karena banyak juga pasien yang terbantu dengan obat ini," tutupnya.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved