Breaking News

Berita Medan

Adakan Seminar Nasional dengan Tema Stunting, PHDI : Atasi Stunting Tak Bisa Sendiri

Dimana seminar ini sangat penting untuk kita laksanakan, mengingat angka stunting di sumut yang masih menyisakan PR Bersama.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
HO
Seminar nasional yang diadakan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Minggu (21/4/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sekitar 150 peserta mengikuti seminar nasional yang diadakan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Minggu (21/4/2024).

Diadakan di Hotel Polonia Medan, kegiatan tersebut mengangkat tema Penguatan Ekonomi Upaya Menekan Angka Stunting.

Ketua Panitia Perayaan Nyepi Tahun Saka 1946/2024 Masehi, Brigjen TNI Ketut Gede Wetan Pastia menjelaskan dalam rangka memeringati Hari Raya Nyepi sangat relevan dengan tema stunting ini karena ingin bersama-sama mencapai nilai kedamaian di Indonesia.

Menurutnya dengan kegiatan mengangkat tema stunting ini bisa mengedukasi masyarakat.

"Semua agama berkaitan dengan hubungan Tuhan ke manusia dan manusia ke manusia. Makanya kita pilih tema ini sebagai persembahan kita mengedukasi masyakarat, dan ini termasuk dalam kerukunan umat beragama. Negara mempunyai prioritas Indonesia Emas pada 2045 dan pengentasan stunting adalah salah satu jalannya,” ungkap Ketut Gede.

Ketua PHDI Sumut, Surya mengucapkan terima kasih karena PHDI Sumut telah dipercaya oleh PHDI Pusat Bersama segenap komponen lainnya, baik dari Panitia Perayaan Nyepi BUMN Tahun 2024, Persadha Pusat, dan semua pihak, dalam melaksanakan kegiatan seminar ini.

Dimana seminar ini sangat penting untuk kita laksanakan, mengingat angka stunting di sumut yang masih menyisakan PR Bersama.

"Kita bersyukur, Pemerintah selama ini di Sumut juga Pemerintah Medan yang terus memiliki komitmen serius dalam menekan angka stunting di Sumatera Utara," tuturnya.

Seminar stunting ini dihadir oleh 150 orang peserta baik dari perwakilan dinas-dinas terkait di Sumut dan Kota Medan, Ibu PKK, perwakilan PHDI Se Sumut, Ormas Hindu Se Sumut, TVRI Sumut, RRI Sumut, Kampus Unimed, Kampus USU, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Plt Debuti Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan dan Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, dr Irma Ardiana, mengatakan, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi karena angka kemiskinannya juga masih cukup tinggi.

Karena sejatinya stunting sangat erat dengan kemiskinan.

Untuk mengentaskan kemiskinan itu sendiri, tentu banyak pihak yang harus terlibat dan berkolaborasi.

Salah satu langkah paling awal yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran keluarga untuk memeriksakan bayinya rutin ke posyandu.

Dengan demikian perkembangan anak akan bisa diketahui dengan tepat dan akan bisa dilakukan Langkah-langkah pencegahan dan penanganan dengan lebih cepat.

“Pertama kita harus punya data keluarga berisiko. Kedua aspek yang berikutnya yakni aspek perubahan prilaku, masyakakat haruss dipastikan secara berkala datang ke posyandu, harus sama-sama kita galakkan supaya balita ditimbang tiap bulan maka kita tahu berat badannya dulu, ketika berat badannya tidak naik, di bawah garis merah, kita bisa intervensi segera tunggu bulan depannya, akalau tidak bisa, langsung dirujuk,” ungkapnya.

Jika tidak ada perubahan maka harus dicari penyebab anak menjadi stunting.

Bisa jadi di keluarganya ada yang menderita TB, pilek dan penyakit yang menularkan virus lainnya. Sehingga bisa ditangani dengan cepat.

Problemnya saat ini, tambah dr Irma, keluarga belum punya kesadaran untuk memeriksakan secara rutin anaknya ke posyandu.

Ketika anak sudah sakit parah atau stunting parah baru dibawa ke posyandu atau rumah sakit. Sehingga akan lebih sulit dan lebih lama penanganannya.

Sumatera Utara saat ini juga menjadi perhatian nasional karena masuk dalam 4 besar jumlah kasus stunting terbanyak di Indonesia.

Urutan pertama Jawa Barat sebanyak 971.792 kasus, Jawa Timur 651.708 kasus, Jawa Tengah sebanyak 508.618 kasus, Sumatera Utara sebanyak 347.437 kasus, dan disusul Banten dengan 265.158 kasus.

Menurut dr Irma, salah satu Langkah strategis nasional yang dilakukan untuk menekan jumlah kasus stunting di Indonesia adalah edukasi pranikah.

Untuk pasangan yang baru dan atau akan menikah harus memiliki pemahaman tentang usia tepat untuk mengandung, gizi yang tepat untuk ibu hamil, dan memberikan ASI eksklusif pasca melahirkan.

Karena stunting bisa bermula dari kehamilan yang kurang sehat.

Di Bali, menurut dr Irma, mengapa angka prevelensi stuntingnya paling rendah karena mereka punya adat istiadat lokal tentang izin dan edukasi pranikah dari tokoh adat.

Kemudian ada juga adat lokal yang digunakan sebelum melahirkan, saat melahirkan, dan sesudah melahirkan.

Hal ini menambah pengetahuan pasangan dalam mengarungi rumah tangga.

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementrian PPPA RI, Dra Dewa Ayu Laksmi, menjelaskan gender sebagai salah satu pengarusutamaan dalam RP JMN 2020-2024.

Yakni suatu strategi pembangunan untuk mencapai kesetaraan gender (KG), yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan, program dan kegiatan di berbagai bidang pembangunan.

Menurutnya ada lima Langkah yang dilakukan Kementerian PPPA untuk menangani stunting.

Pertama, Kolaborasi dengan Pemda dalam penanganan anak yang stunting atau keluarga yang berisiko memiliki anak stunting.

Kedua, Sosialisasi dan advokasi secara massif terkait upaya peningkatan kondisi dan kualitas 1000 HPK anak-anak dan remaja.

Ketiga, memberikan dukungan dengan mendorong keterlibatan lintas sektor misalnya relawan KAS, Puspaga, Relawan Desa dll untuk mendampingi keluarga risiko stunting.

Keempat, penguatan edukasi dan advokasi pada keluarga risiko stunting tidak hanya penerapan makanan bergizi seimbang, namun juga terkait penguatan pemahaman terkait pola hidup sehat, sanitasi, air bersih dan lain-lain.

“Terakhir adalah penguatan pemantauan dan evalusi yang melibatkan lintas sektor, jadi kami gak bisa sendirian tentunya,” tegasnya.

Selain Kementerian PPPA mengembangkan model Desa Ramah Perempuan dan Anak.

Yaitu desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan, sesuai dengan visi pembangunan Indonesia.

(cr26/tribun-medan.com)

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved