Berita Viral
AUDITOR BPK Bisa Dibeli! Kementan Bayar Rp5 Miliar untuk Opini WTP Tutupi Masalah Food Estate
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bisa dibeli. Auditor BPK disebut meminta Rp12 miliar untuk memberikan opini WTP untuk tutupi masalah
TRIBUN-MEDAN.COM – Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bisa dibeli.
Adapun Auditor BPK bisa dibeli untuk tutupi masalah food estate.
Dalam hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) disebut memberikan uang sebesar Rp5 miliar untuk bisa mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
Hal itu diungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto saat dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hermanto dihadirkan sebagai saksi perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan yang menjerat SYL.
Dalam sidang ini, Sesditjen Kementan itu mengaku oknum auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar untuk mendapatkan WTP.
Pasalnya, opini ini terhambat akibat adanya temuan di program lumbung pangan nasional atau food estate.
“Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?” tanya Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, dilansir Tribun-medan.com dari Kompas.com, Kamis (9/6/2024).
Menjawab pertanyaan Jaksa, Hermanto hanya mengetahui bahwa Kementan tidak langsung memenuhi permintaan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar.
“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” ujarnya.
“Saksi dengarnya dari siapa?” tanya Jaksa. “Pak Hatta,” ucapnya.
“Hanya dipenuhi Rp 5 miliar dari permintaan Rp 12 miliar.
Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?” cecar Jaksa.
Kepada Jaksa, Hermanto mengaku tidak mengetahui secara detail penyerahan uang miliaran ke BPK tersebut.
Hanya saja, oknum auditor BPK itu kerap menagih sisa permintaan yang tidak dipenuhi Kementan.
“Ditagih enggak kekurangannya kan ditagih Rp 12 miliar?” tanya Jaksa. “Ditagih terus,” kata Hermanto.
Dalam perkara ini, Jaksa KPK menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Baca juga: Nasib 4 Senior Kasus Penganiayaan Putu di STIP, Semuanya Terancam 15 Tahun Penjara
Baca juga: Terkuak Isi Tas Brigadir RAT, Polisi Tewas di Mobil Alphard, Ada Benda yang Tak Lazim
Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar
Disisi lain diberitakan sebelumnya, Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk Kementerian Pertanian (Kementan) terganjal program lumbung pangan nasional atau food estate.
Oknum auditor di BPK pun meminta uang pelicin Rp 12 Miliar agar Kementan bisa mendapat opini WTP.
Hal itu diungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto saat dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hermanto hadir sebagai saksi perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan yang menjerat SYL.
Mulanya, Jaksa KPK menelisik pemeriksaan BPK terhadap Kementan yang diketahui oleh Hermanto.
“Saksi tahu di Kementan tiap tahun ada pemeriksaan BPK?” tanya Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/5/2024).
Kepada Jaksa, Hermanto mengaku mengetahui adanya pemeriksaan BPK terhadap Kementan. Jaksa pun menggali hasil pemeriksaan BPK tersebut.
“Sepengetahuan saksi ya, apakah WTP atau WDP (Wajar Dengan Pengecualian)?” tanya Jaksa.
“Sepengetahuan saya WTP ya,” jawab Hermanto.
Jaksa terus menggali proses WTP Kementan tersebut. Hermanto pun dikonfirmasi sejumlah nama auditor yang melakukan pemeriksaan.
“Sebelum kejadian WTP, saksi ada kenal Haerul Saleh? Victor? Orang-orang itu siapa?” tanya Jaksa.
“Kenal, kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita,” kata Hermanto. “Kalau Haerul Saleh ini?” tanya Jaksa lagi.
“Ketua Akuntan Keuangan Negara (AKN) 4,” jawab Hermanto.
Baca juga: Viral Istri Cabut Gigi Bungsu Berujung Tewas, Apakah Cabut Gigi Memang Sebahaya Itu?
Baca juga: Kejam Ibu Tiri Beri Minuman Isi Racun Tikus di Riau, Korban Langsung Terkapar, Begini Kronologinya
Lantas, Jaksa pun mengulik kronologis pemeriksaan BPK oleh Haerul dan Viktor. Dalam momen ini, Hermanto mengungkap ada persoalan pada food estate.
“Ada temuan dari BPK terkait food estate,” kata dia. “Ada temuan-temuan ya, ada banyak?” tanya Jaksa lagi.
“Iya temuan-temuan, tidak banyak tapi besar,” ungkap Hermanto.
Kepada Jaksa, Hermanto menyebut BPK hanya fokus kepada temuan di program food estate.
Namun, ia tidak mengetahui detail terkait temuan tersebut.
“Tapi pada akhirnya kan jadi WTP ya, itu bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP. Bisa saksi jelaskan?” cecar Jaksa.
“Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya.
Istilah di BPK itu BDD (Biaya Dibayar Dimuka), bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR (Tuntutan Ganti Rugi),” kata Hermanto.
“Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu,” ucapnya.
“Bagaimana proses pemeriksaannya BPK itu sehingga menjadi WTP?” timpal Jaksa. “Saya enggak terlalu (tahu) persis mekanismenya,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Jaksa Komisi Antirasuah itu pun mengulik dugaan adanya permintaan uang oleh BPK. Hal ini tidak dibantah oleh Hermanto.
“Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?” tanya Jaksa
“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” kata Hermanto.
“Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” tanya Jaksa lagi. “Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi,” ucapnya.
Dalam perkara ini, Jaksa KPK menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Disisi lain sebelumnya anggota III Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek pembangunan BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika oleh penyidik Kejaksaan Agung, menambah pegawai BPK yang terjerat kasus korupsi.
Mengingat peran BPK yang sentral dalam pemberantasan korupsi, sepatutnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK direvisi agar proses pemilihan anggota BPK dilakukan oleh panitia seleksi yang independen.
Achsanul Qosasi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Jumat (3/11/2023) terkait dugaan penerimaan Rp 40 miliar dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kemenkominfo.
Korupsi pada proyek pembangunan BTS 4G ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 8 triliun.
Menurut Kejagung, diduga Achsanul menerima aliran dana Rp 40 miliar dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan melalui Windy Purnama dan Sadikin Rusli pada 19 Juli 2022 pukul 18.50 bertempat di Hotel Grand Hyatt.
Sebelum Achsanul terdapat sejumlah nama pegawai BPK lainnya juga yang terjerat kasus korupsi.
(*/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Auditor BPK bisa dibeli
Badan Pemeriksa Keuangan
uang pelicin ke BPK
food estate
Kementan
opini Wajar Tanpa Pengecualian
Tribun-medan.com
| KOMENTAR Habib Jafar Soal Onad Leonardo Ditangkap Polisi Kasus Narkoba: Tobat Lo, Nad! |
|
|---|
| PILU Randika Syahputra Pemuda Asal Lubuklinggau Tewas Kelaparan di Cilacap, Sempat Minta Dipenjara |
|
|---|
| PEMBELAAN Reza Kepala MBG Dihajar Wabup Gegara Nasi Dingin, Takut Nasi Panas Basi |
|
|---|
| PENGAKUAN Onad Terjerumus Narkoba dan Sempat Tobat Ingat Orangtua, Kini Ditangkap Bareng Istri |
|
|---|
| AWAL Mula Pencuri Motor Terbakar di Surabaya, Polisi Lepaskan Ikatan Tali Pakai Korek Api |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.