Berita Viral

TERKAIT soal Auditor Bernama Victor Meminta Uang Rp 12 Miliar kepada Kementan, Ini Tanggapan BPK RI

BPK mengeklaim bahwa proses audit laporan keuangan yang dilakukan selama ini sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.

Editor: AbdiTumanggor
BPK RI
Struktur Organisasi Auditorat Utama Keuangan Negara I, Badan Pemeriksaan Keuangan RI. (BPK RI) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya menanggapi adanya auditor bernama Victor yang diduga meminta uang sebanyak Rp 12 miliar kepada pihak Kementerian Pertanian (Kementan), jika ingin mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Dalam keterangan resminya, BPK RI menegaskan bahwa pihaknya bakal menindak tegas setiap auditor yang terbukti melakukan tindakan tersebut.

“Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik,” tulis BPK dalam siaran persnya dikutip pada Sabtu (11/5/2024).

BPK mengatakan, menghormati proses persidangan yang menguak adanya dugaan praktik jual beli, untuk pelabelan WTP terhadap laporan keuangan kementerian/lembaga.

Namun, BPK tetap akan mengedepankan asas praduga tidak bersalah, selama dugaan tindakan meminta atau menerima suap itu belum terbukti secara hukum.

“BPK mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik, standar dan pedoman pemeriksaan,” kata BPK.

BPK mengeklaim bahwa proses audit laporan keuangan yang dilakukan selama ini sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.

“Serta dilakukan review mutu berjenjang, yakni quality control dan quality assurance,” pungkas BPK.

Nama Victor menjadi sorotan

Diberitakan sebelumnya, dua orang pejabat BPK RI yang memiliki nama Victor menjadi sorotan belakangan ini hingga bikin publik penasaran terhadap sosoknya. Hal itu setelah nama Victor, pejabat auditor BPK RI, muncul di sidang lanjutan kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Rabu (7/5/2024).

Dalam persidangan kasus korupsi Kementan di era SYL ini, dibeberkan paktik jual-beli audit demi mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan bahwa seorang auditor BPK bernama Victor pernah meminta uang Rp 12 miliar kepada Kementan.

Hermanto menyebutkan, uang itu diminta supaya hasil audit Kementan mendapatkan status WTP dari BPK.

Adapun status WTP Kementan terganjal karena adanya indikasi fraud dengan nilai besar dalam pelaksanaan program food estate atau lumbung pangan nasional.

“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan (diteruskan) kepada pimpinan yang nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” kata Hermanto, Rabu.

Namun, Hermanto mengatakan, Kementan tidak langsung memenuhi permintaan Victor.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar ke BPK.

“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” kata Herman.

Kelakuan Auditor BPK RI Harus diusut

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman berpandangan, dugaan jual-beli status WTP ini mesti diusut di persidangan.

Zaenur mendorong agar auditor BPK yang diduga meminta uang pelicin itu dihadirkan ke persidanga untuk digali lebih lanjut keterangannya.

“Menurut saya perlu membuka informasi ini dengan cara memanggil pihak-pihak yang diduga memberi dan menerima ke depan persidangan SYL,” kata Zaenur.

Ia mengatakan, KPK juga harus menindaklanjuti temuan itu dengan menyelidiki dan mengumpulkan berbagai alat bukti. Jika bukti dianggap cukup, KPK diharapkan langsung membuka penyidikan.

“Sangat disayangkan kalau memang dugaan ini benar. Lagi-lagi auditor BPK itu memperjual belikan audit untuk memperoleh sejumlah uang,” ujar Zaenur.

Zaenur menyebut, di Kementan terdapat empat klaster dugaan korupsi yakni, klaster pejabat Kementan, klaster vendor yang terlibat proyek, klaster anggota DPR RI, dan klaster auditor.

Menurutnya, banyaknya dugaan korupsi itu bisa terjadi di Kementan karena fungsi pengawasan yang tumpul.

Adapun salah satu pengawas dimaksud adalah BPK yang mengawasi penggunaan keuangan negara.

“Salah satunya ya karena pengawasnya diduga meneirma sjeumlah uang sehingga ya fungsi pengawasannya tidak berjalan,” kata Zaenur.

Anggota DPR RI: Memalukan

Sementara, Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan praktik suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terjadi terus setiap tahunnya sangat memalukan.

"Setiap tahun ada kejadian. Memalukan indikasi jual beli WTP," ujar Kamrussamad, Kamis (9/5/2024).

Politikus Partai Gerindra ini berpandangan, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pemeriksaan oleh auditor ke entitas obyek pemeriksaan.

Ia menyebutkan, rekrutmen anggota BPK RI, sistem pendidikan auditor, SOP pemeriksaan entitas obyek, serta mekanisme pengawasan internal, juga mesti ikut dievaluasi.

Menurut Kamrussamad, harus ada komitmen sungguh-sungguh dari seluruh stakeholder untuk menghentikan indikasi jual beli WTP.

"Agar tidak terulang terus menerus kasus hukum yang menjerat K/L atau entitas obyek pemeriksaan oleh BPK RI," imbuhnya.

Tanggapan KPK

Terkait hal itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri pun memastikan bahwa KPK bakal mengusut dugaan suap tersebut setelah sidang kasus korupsi SYL selesai.

Alasannya, tim jaksa KPK perlu mengkonfirmasi dan mengantongi keterangan dari pihak-pihak lain, agar fakta persidangan itu bisa menjadi fakta hukum.

“Nanti pengembangan lebih jauhnya adalah ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh,” kata Ali.

Menurut Ali, jaksa juga akan menyampaikan setiap temuan yang terungkap di sidang SYL, dalam laporan persidangan maupun laporan perkembangan penuntutan.

Laporan tersebut nantinya akan menjadi dasar bagi KPK untuk mengembangkan dugaan korupsi menyangkut jual beli WTP di BPK.

“Jaksa akan menyimpulkan dalam analisisnya di surat tuntutan baru kemudian menyusun laporan perkembangan penuntutan,” ujar Ali.

Berdasarkan nama-nama auditor pejabat BPK RI, yang terpantau Tribun ada dua orang bernama Victor, yaitu atas nama Victor Martua Pinondang dan Victor Daniel Siahaan.

Tidak ada berubahnya

Jual beli opini WTP dari BPK dalam laporan keuangan, bukan hanya kali ini terjadi. Permintaan ataupun pemberian suap kepada auditor BPK memang kerap terjadi.

Salah satunya dalam kasus korupsi eks Bupati Bogor Ade Yasin pada 2022 silam.

Kala itu, Ade memerintahkan tiga anak buahnya menyuap 4 pegawai BPK agar memberikan nilai baik untuk laporan keuangan Kabupaten Bogor.

KPK juga pernah mengungkap praktik jual beli opini pada 26 Mei 2017, yang melibatkan dua auditor BPK, Ali Sadli dan Rochmadi Saptogiri.

Kasus itu terkuak dalam operasi tangkap tangan. Ali dan Rochmadi menerima suap masing Rp 240 juta dan Rp 200 juta supaya memberikan opini WTP terhadap Laporan Keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) 2016.

Duit sogokan itu diberikan oleh eks Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.

Kasus suap terhadap auditor BPK untuk mendapatkan opini WTP juga pernah terjadi pada 2010 silam. Saat itu, terdapat dua auditor bernama Enang Hernawan dan Suharto yang ditangkap.

Mereka terbukti menerima suap dari Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad sebesar Rp 400 juta, agar memberikan opini wajar dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Bekasi 2009.

Terbaru, Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI nonaktif Achsanul Qosasi didakwa menerima suap atau melakukan pemerasan senilai Rp40 miliar dari kasus korupsi proyek BTS 4G pada Bakti Kominfo.

Dua orang bernama Victor Pejabat Auditor BPK RI

Berdasarkan pantauan Tribun-medan.com, nama-nama auditor pejabat BPK RI, yang bernama Victor ada dua orang, yaitu atas nama Victor Martua Pinondang dan Victor Daniel Siahaan.

Victor Daniel Siahaan saat ini menjabat sebagai Kepala Subauditorat I.A.2, Auditorat Utama Keuangan Negara I.

Sementara, atas nama Victor Martua Pinondang, pada tahun 2020 lalu, menjabat sebagai pengendali teknis BPK RI di bawah Kepala Subauditorat I.B.3, Auditorat Utama Keuangan Negara I.

Terkait Victor Daniel Siahaan, tidak banyak informasi yang didapat mengenai biodatanya.

Diktutip dari Tribunnews.com, pada periode 2018-2019, Victor Daniel Siahaan menjabat Wakil Penanggung Jawab Pengawasan dan Pemeriksaan (Wasrik) BPK RI.

Sebelum itu, dikutip dari laman sumsel.bpk.go.id, Victor Daniel Siahaan menjabat Kepala Subbagian Keuangan BPK Perwakilan Sumatra Selatan pada 10 Maret 2016.

Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2023, Victor Daniel Siahaan tercatat menjabat sebagai Kepala Subauditorat BPK RI.

Harta kekayaan Victor Daniel Siahaan yang dilaporkan mencapai Rp 429 juta. Rinciannya, ia tercatat memiliki sebidang tanah di Deli Serdang senilai Rp 270 juta.

Lalu memiliki satu unit mobil Kijang Innova senilai Rp 150 juta. Lalu kas dan setara kasnya Rp 9.974.909.

Total harta kekayaan yang dilaporkan Victor tepatnya berjumlah 429.974.909, tidak sampai dari Rp 500 juta.

Struktur Organisasi Badan Pemeriksaan Keuangan RI
Struktur Organisasi Auditorat Utama Keuangan Negara I, Badan Pemeriksaan Keuangan RI. (BPK RI)

Ahok Dulu Minta Revisi UU BPK RI

Seperti yang diketahui, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dulu menantang anggota BPK untuk buka-bukaan kepada masyarakat terkait harta kekayaan pegawai BPK RI.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut bahwa BPK sering mencari kesalahan dari para pejabat demi keuntungan pribadi.

Ahok juga pernah menantang BPK untuk memperlihatkan jati diri jika memang bersih dari suap.

"Saya mau nantang semua pejabat di BPK yang ada. Bila perlu, buktikanlah pajak yang kalian bayarkan, harta kalian berapa, biaya hidup kalian, anak-anak Anda kuliah di mana, saya mau tahu itu semuanya. Kalau enggak bisa buktikan itu semua, ya enggak boleh jadi anggota BPK, dan kalian enggak boleh periksa orang sebab kalian sendiri ada unsur masalah," ungkap Ahok kala itu.

Bahkan, oknum pegawai BPK diduga melaporkan harta kekayaannya tidak sesuai dengan fakta, hingga diduga lakukan pencucian uang dengan membuka bisnis oleh keluarganya, seperti bisnis berlian, emas, dan usaha-usaha lainnya.

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) itu juga pernah menyoroti UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ahok menilai UU BPK ini perlu untuk direvisi. Hal ini lantaran putusan yang diberikan BPK dinilai sudah menjadi ketetapan tanpa bisa disampaikan keberatan.

Kalau pun bisa disampaikan keberatan, hal ini juga disampaikan ke Badan Kehormatan yang juga diisi oleh pejabat BPK RI.

"Makanya kalau orang mengatakan KPK harus direvisi UU-nya, saya kira BPK yang harus direvisi UU-nya. Saya kira gak ada pejabat publik yang ngomong seperti itu, saya ngomong jujur, Anda harus revisi dulu UU BPK," kata Ahok dalam akun YouTube-nya pada November 2021.

Ahok menceritakan, salah satu pengalamannya dengan BPK RI saat melakukan pembelian tanah Sumber Waras, saat dirinya masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Saat itu dia dituduh melakukan kerugian negara karena membeli tanah dengan harga tinggi. Namun, KPK memastikan, dalam pemeriksaannya tidak ada kerugian negara dalam hal itu.

"Waktu saya kasus Sumber Waras itu, ini bukan curhat ya, udah selesai. Saya di BPK nyatakan ada kerugian, dipanggil sampai Magrib dari pagi. Dia persoalkan kenapa ada beli tanah dengan harga NJOP [Nilai Jual Objek Pajak], sedangkan Anda seorang Gubernur bisa putuskan NJOP itu mau berapa. Kenapa Anda gunakan NJOP yang mahal, sedangkan ada gang di belakang perumahan itu ada NJOP yang murah," ungkap dia.

"Saya bilang ini kan NJOP yang menentukan zona merah bukan saya, dari Kementerian Keuangan. Kalau ini kita turunkan, apa mereka ga nuntut puluhan tahun yang lalu," lanjutnya.

Selain hal yang pernah dilaluinya, Ahok juga menyebut tak semua orang di BPK baik, sebab bisa saja ada oknum yang juga memiliki intensi tersendiri. Terbukti dengan adanya oknum BPK yang juga masuk penjara. "Ada oknum di BPK yang jual beli dengan pejabat yang bermain. Karena ada kesan begini, tenang kalau ada BPK nyatakan tidak ada kerugian nyamanlah kita. Ini celaka, juga sembarangan," imbuh Ahok.

Menurut Ahok, aparat penegak hukum tidak bisa apapun kalau BPK menyatakan tidak ada kesalahan.

"Saya baru cerita ini, kenapa? karena ini semua sangat ada menyangkut aturan dengan BPK. Aparat penegak hukum tidak bisa apapun kalau BPK menyatakan tidak ada kesalahan, mau Anda paling top, mau KPK atau siapapun, kalau BPK menyatakan tidak ada kerugian negara, aman Anda. Tapi bagaimana kalau BPK menyatakan ada kerugian, selesailah kamu,"pungkasnya.

Kasus auditor BPK ini mencuat setelah sidang kasus mantan Mentan, SYL.  Diketahui dalam perkara ini, Jaksa KPK menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Pemerasan ini diduga dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan Ajudannya, Panji Harjanto.

"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana diuraikan adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 28 Februari 2024.

Jaksa KPK mengungkapkan, uang puluhan miliar tersebut berasal dari para pejabat eselon I di Kementan serta hasil potongan 20 persen anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan di Kementan sejak 2020 hingga 2023. "Bahwa atas pengumpulan uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan terdakwa beserta keluarga," ujar Jaksa KPK.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved