Tribun Wiki
Sosok dan Biodata Bripda Iqbal Mustofa, Anggota Densus 88 Diduga Suruhan Jenderal B Kuntit Jampidsus
Bripda Iqbal Mustofa adalah anggota Densus 88 yang tertangkap melakukan penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah
Sosok Bripda Iqbal Mustofa adalah anggota Densus 88 yang melakukan penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah.
TRIBUN-MEDAN.COM,- Sosok dan biodata Bripda Iqbal Mustofa kini banyak dicari oleh masyarakat.
Bripda Iqbal Mustofa merupakan anggota Densus 88 yang mendapat tugas diduga dari atasannya untuk menguntit dan memata-matai Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah.
Mencuat dugaan, bahwa Bripda Iqbal Mustofa diperintahkan atasannya melalui Jendela B.
Jenderal B adalah orang yang diduga bisa 'menggerakkan' Densus 88 untuk disinyalir melakukan teror terhadap Kejagung RI yang tengah menangani perkara korupsi PT Timah.
Dalam kasus ini, Bripda Iqbal Mustofa sempat diamankan Polisi Militer TNI yang mengawal Jampidsus.
Setelah ditangkap, Bripda Iqbal Mustofa lantas dimintai keterangannya, dan handphonenya disita.
Tak lama setelah penangkapan, Kabareskrim Polri meminta agar Jampidsus melepaskan Bripda Iqbal Mustofa tersebut.
Lantas, seperti apa sosok Bripda Iqbal Mustofa ini?
Sosok dan biodata Bripda Iqbal Mustofa
Bripda Iqbal Mustofa adalah anggota Densus 88 yang sebelumnya disebut sebagai Bripda IM.
Bripda Iqbal Mustofa lahir di Tegal, 29 Juni 1999.
Ia tinggal di Kalinyamat Wetan, Tegal Selatan.
Foto-foto Iqbal juga tersebar berikut identitas penyamarannya sebagai karyawan BUMN yakni PT Telkom.
Iqbal menyamar sebagai Herjuna Raka Maheswara alias HRM di perusahaan tersebut.
Status pekerjaan di KTP yang beredar di medsos, masih pelajar/mahasiswa.
Di KTP miliknya, Bripda IM belum menikah.
Di akun X @yaniarsim, ditampilkan foto diduga Bripda Iqbal sedang berada di ruang Jampidsus.
Berdasarkan informasi yang diterima, Iqbal Mustofa saat itu tengah menjalankan misi "Sikat Jampidsus."
Aksi pengintaian tersebut tidak dilakukan oleh Iqbal Mustofa seorang diri.
Ia diduga menjalankan misi tersebut bersama lima orang lainnya yang diduga dipimpin oleh seorang perwira menengah kepolisian.
Namun, hanya Iqbal Mustofa yang berhasil diamankan oleh polisi militer atau PM yang mengawal Jampidsus Febrie Adriansyah saat itu.
Polri sebut tak ada pelanggaran
Meski Kejaksaan Agung mengakui penguntitan terhadap Febrie Adriansyah adalah fakta, namun Polri tak berani memberi sanksi kepada Bripda Iqbal Mustofa.
Keputusan Polri itu disampaikan setelah Bripda Iqbal diperiksa Divisi Propam (Divpropam) Polri.
Hasil pemeriksaan itu yakni tak ada masalah yang dilakukan Bripda Iqbal.
"Kalau hasil pemeriksaannya tidak ada masalah, berarti dari sisi disiplin etika dan pelanggaran lainnya juga tidak ada," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2024).
"Maka sampai pada pemeriksaan itu selesai kami mendapatkan informasi seperti itu," sambung jenderal bintang dua ini.
Sandi kembali menegaskan bahwa kasus tersebut sudah selesai.
Pasalnya, tak ada permasalahan antara Kejaksaan Agung dan Polri.
Kedua pimpinan lembaga, yakni Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan bersua di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
"Menurut kami, hal tersebut sudah menjadi gambaran secara utuh bahwa permasalahan yang minggu lalu menjadi suatu hal yang viral di media sosial, sudah terjawab dengan adanya komunikasi antar pimpinan," ucap dia.
Peran Jenderal B
Eks Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu, mencurigai dan mengungkapkan penguntitan yang dilakukan Densus 88 diotaki oleh sosok jenderal purnawirawan polisi bintang 4 berinisial B.
Jenderal B diduga menjadi dalang dibalik aksi Densus 88 menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah, yang tengah mendalami kasus korupsi PT Timah.
Menurut Said Didu, masyarakat sudah cukup mengenal siapa sosok jenderal purn inisial B yang dimaksud, karena sejak lama diketahui merupakan beking dibalik korupsi tambah berupa timah dan nikel.
"Publik paham siapa inisial 'B' tersebut," tulisnya melalui akun Twitter @msaid_didu pada 26 Mei 2024, dilansir dari Tribun Timur.
Said Didu mengatakan, Jenderal B ini memiliki peran penting dalam pusaran bisnis pertambangan ilegal.
"Sudah lama ybs 'atur' bisnis timah dan nikel," ujarnya.
Keterlibatan Jenderal B itu pertama kali diungkapkan oleh Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus.
Iskandar mengatakan ada sosok pensiunan jenderal bintang empat di korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 271 triliun.
Ia menjelaskan mantan perwira yang meraih bintang 4 itu bertugas mengakomodir praktik ilegal tambang timah melalui mantan anak buahnya.
B kemudian mengorganisir hingga terjadinya pembelian smelter.
Unggahan Said yang mengulas sosok jenderal purnawirawan inisial B ini dibanjiri komentar netizen.
Sebagian besar netizen merasa geram atas ulah jenderal purnawirawan inisial B ini.
"Negara diintimidasi preman...pd diam saja.. takut apa sungkan apa karena kebagian amplop haram?" ujar @su57_edi.
"masyarakat ud pada tau siapa si B itu,krn msh sodaranya si A dan si C jg msh sodaranya si D krn sepupunya istrinya si ini B jg msh ada hubungan dgn kerabat dgn si E," ucap @Barok096369856.
"Sepandai2nya tupai melompat pasti ada saat jatuh," kata @Warga_teladan.
Temuan di Ponsel Anggota Densus 88
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan bahwa peristiwa penguntitan terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah oleh Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, adalah fakta dan bukan isu belaka.
"Bahwa memang benar ada isu bukan isu lagi fakta penguntitan di lapangan," kata Ketut Sumedana.
Usai kejadian itu, kata Ketut, pihak Jampisus membawa penguntit tersebut ke Gedung Kejaksaan Agung.
Oknum penguntit itu kemudian diperiksa dan diketahui merupakan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Kemudian dilakukan suatu pemeriksaan lebih lanjut dibawa ke kantor Kejaksaan Agung ternyata yang bersangkutan adalah anggota Polri," ujar dia.
Setelah ditelusuri, oknum penguntit tersebut juga diketahui sudah melakukan profiling terhadap Jampidsus.
"Setelah melakukan pemeriksaan terhadap yang menguntit ternyata di dalam HP yang bersangkutan ditemukan profiling daripada Pak Jampidus," ujar dia.
Dua orang anggota Densus 88 diduga membuntuti Jampidsus Kejagung ketika hendak makan malam di sebuah restoran Perancis di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada Minggu, 19 Mei 2024.
Aksi anggota Densus 88 tersebut lantas diketahui oleh Polisi Militer yang telah ditugaskan mengawal Febrie.
Salah seorang di antaranya pun tertangkap.
Febrie Ardiansyah mengatakan persoalan ini sudah diambil alih Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan telah menjadi persoalan kelembagaan.
"Jadi kalau mengenai tadi kuntit-menguntit atau intip-mengintip ini sudah diambil alih oleh Jaksa Agung. Karena ini juga sudah menjadi urusan kelembagaan," kata Febrie dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Febrie menegaskan hal ini bukan lagi menjadi persoalan pribadi sehingga enggan berkomentar lebih jauh.
Oleh karena itu, ia pun meminta hal tersebut ditanyakan ke Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung (Kapuspenkum) Ketut Sumedana.
"Sehingga ini harus secara resmi disampaikan. Nanti setelah ini selesai. Silakan ditanya langsung ke kapuspenkum yang sudah mendapat arahan dari Kejaksaan," ujar dia.
Ketut menambahkan anggota Densus 88 terungkap sudah melakukan profiling terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah.
Menurut Ketut profiling yang dilakukan oknum Densus 88 itu di antaranya berupa pengambilan gambar.
"Ada pengambilan foto dan sebagainya. Ketika kita periksa kita lihat HP-nya yang bersangkutan ada profiling daripada Pak Jampidsus," kata dia.
Ketut juga mengatakan pelaku penguntitan itu sudah diserahkan ke Divisi Pengamanan Internal (Paminal) Propam Polri.
"Sehingga pada saat itu juga kita serahkan kepada Paminal Polri sehingga tidak ada lagi di sini ya, pada saat itu malam itu juga karena yang bersangkutan anggota Polri kita serahkan kepada Polri untuk ditangani," katanya.
Dihubungkan dengan Robert Bonosusatya
Keberadaan Jenderal B dalam pusaran kasus korupsi PT Timah bikin masyarakat gerah.
Warganet pun kemudian mengaitkan Jenderal B ini dengan Robert Bonosusatya alias RBS.
Robert Bonosusatya diduga merupakan bos besar kasus dugaan korupsi di PT Timah.
Ia sempat disebut sebagai atasan langsung dari Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, yang kini sudah dijadikan tersangka.
Munculnya nama Robert Bonosusatya sempat disebut Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi;Indonesia;(MAKI), Boyamin Saiman.
Kala itu, Boyamin menyebut bahwa tersangka korupsi timah, Harvey Moeis merupakan perpanjangan tangan dari Robert Bonosusatya.
"HM itu adalah perpanjangan tangan perusahaan yang diduga terkait korupsi dalam kasus tambang timah. Dan, itu ada beberapa perusahaan, tidak hanya satu perusahaan,” kata Boyamin, Minggu (31/3/2024) kepada Tribunnews.com.
Boyamin juga menyebut bahwa Robert Bonosusatya adalah pihak yang mendirikan perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai alat korupsi tambang.
Robert Bonosusatya, katanya, juga diduga menjadi pemilik sekaligus penikmat manfaat atau beneficial ownership dari deretan perusahaan tambang ilegal tersebut.
"Karena rangkaian itu kalau dilacak, ya, sederhana. Kalau dilacak aliran uangnya, puncaknya akan sampai ke RBS itu."
"Di situlah Kejaksaan Agung harus mampu mengungkap itu," tuturnya.
Setelahnya, Kejagung pun memeriksa Robert Bonosusatya sebagai saksi dalam kasus ini.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengungkapkan pemeriksaan terhadap Robert dalam rangka mendalami kaitan korupsi timah dengan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).
"Yang bersangkutan kami periksa untuk memastikan keterkaitan yang bersangkutan dengan PT RBT. Apakah yang bersangkutan sebagai pengurus, apakah yang bersangkutan sebagai BU atau memang tidak ada kaitannya sama sekali," kata Kuntadi dalam konferensi pers, di kantornya Senin (1/4/2024).
Lalu siapakah sosok Robert Bonosusatya ini?
Dikutip dari Bloomberg.com, Robert Bonosusatya pernah menjabat di berbagai perusahaan seperti sebagai komisaris di perusahaan yang bergerak di bidang pengakomodasian jalan tol, PT Citra Marga Nusaphala Tbk.
Kemudian, dia juga pernah menjadi komisaris di PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk yang bergerak di bidang percetakan.
Jabatan mentereng lainnya juga diembannya ketika menjadi President Direktur (Presdir) PT Pratama Agro Sawit sejak 2008.
Di sisi lain, nama Robert Bonosusatya mencuat pertama kalinya pada Januari 2015 ketika Kepala BIN sekarang, Jenderal (Purn) Budi Gunawan tengah melakukan uji kelayakan atau fit and proper test untuk menjadi calon Kapolri.
Adapun pada saat itu, dalam pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri, ada transaksi ganjil yang dilakukan Robert hingga Rp 57 miliar kepada Budi Gunawan.
Robert Bonosusatya bertindak sebagai penjamin pinjaman untuk disalurkan kepada perusahaan milik anak Budi, Muhammad Herviano Widyatama pada tahun 2005.
Lantas, Robert Bonosusatya pun diperiksa oleh Bareskrim terkait penyaluran kredit ini.
Bahkan surat pemeriksaan dengan nomor B/1538/VI/2010/BARESKRIM tertanggal 18 Juni 2010 ke PPATK sampai beredar di lingkungan DPR.
Tak sampai di situ, nama Robert Bonosusatya juga mencuat ketika salah satu perusahaan yang dipimpinnya yaitu PT Jasuindo Tiga Perkasa terlibat dalam proyek percetakaan BPKB, STNK, dan SIM di Korps Kolantas Polri.
Keterlibatan Robert Bonosusatya dan PT Jasuindo pun dikuatkan lewat adanya fasilitas bank penjamin yang tertuang dalam laporan keuangan PT Jasuindo per 31 Desember 2013.
Hubungan dengan Anak Budi Gunawan
Robert Bonosusatya disebut memiliki hubungan dengan Budi Gunawan.
Kala itu, anak Budi Gunawan, Mochamad Herviano Widyatama menerima transfer uang senilai Rp 57 miliar dari Pacific Blue International Limited, perusahaan di Selandia Baru.
Uang tersebut sempat disebut masuk ke rekening Budi Gunawan.
Dalam perkara ini, Robert Bonosusatya diklaim sebagai penjamin dari penerima uang.
Uang itu rencananya akan digunakan anak Budi Gunawan untuk diduga bisnis tambang.
Kasus ini pula yang kemudian menjegal Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Ia gagal jadi Kapolri lantaran Bareskrim menemukan adanya transaksi ganjil pada rekeningnya.
Kasus Jet Pribadi Brigjen Hendra Kurniawan
Pada Juli 2022, publik digegerkan dengan pembunuhan terhadap mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Lalu, seiring perkembangan kasus, pada September 2022, tiba-tiba nama Robert tersert lantaran disebut oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso sebagai sosok yang diduga meminjamkan private jet terhadap mantan Karo Paminal Div Propam Polri, Hendra Kurniawan.
Adapun dugaan peminjaman jet pribadi tersebut untuk keperluan transportasi Hendra ke Jambi untuk menemui keluarga Brigadir J.
Kemudian, dikutip dari wawancara oleh Kompas TV pada 20 September 2022, Robert membantah terlibat dalam penyewaan jet pribadi terhadap Hendra.
"Berita itu tidak bener," kata Robert.
Kendati demikian, Robert mengaku mengenal sosok Hendra Kurniawan sejak lama.
Namun, sambungnya, dia sudah lama tidak berkomunikasi dengan Hendra.
"Kenal sudah lama sejak AKBP. Waduh sudah tidak komunikasi lagi," tuturnya.
Meski disebut tidak benar terkait kabar tersebut, Robert pun mengatakan bahwa tidak akan melaporkan Sugeng soal tudingan itu.
"Lagi berpikir dulu. Apa ada gunanya?" kata Robert.(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Bripda-Iqbal-Mustofa.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.