Berita Viral

KEJANGGALAN Draft RUU Polri Atas Usulan Inisiatif DPR RI, Isinya Melampaui Kewenangan TNI dan BIN

Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang telah disetujui sebagai usulan inisiatif DPR RI, menyebutkan Polri bisa menangani kegiatan spionase.

|
Editor: AbdiTumanggor
Ho
Daftar Nama yang Mengusulkan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang telah disetujui sebagai usulan inisiatif DPR RI, menyebutkan Polri bisa menangani kegiatan spionase dan sabotase yang mengancam kedaulatan nasional. (Ho) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang telah disetujui sebagai usulan inisiatif DPR RI, menyebutkan Polri bisa menangani kegiatan spionase dan sabotase yang mengancam kedaulatan nasional.

Dikutip dari Kompas.com, kegiatan spionase dan sabotase itu termaktub pada Pasal 16 yang menyebutkan tugas Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polri sebagai pengumpulan informasi dan bahan keterangan.

Pasal 16B ayat 1 menyebutkan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan oleh Intelkam Polri atas permintaan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya. Itu termasuk pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.

Lalu, dijabarkan juga soal sasaran sumber ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, termasuk ancaman dari orang yang sedang menjalani proses hukum.

Huruf A menyebut, “ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup”.

Kemudian, huruf B menyebutkan, “terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional”.

“Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Intelkam Polri berkoordinasi dengan lembaga yang menyelenggarakan fungsi koordinasi intelijen negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis draf ayat 3.

Sebagai informasi, DPR RI menyetujui revisi empat undang-undang sebagai usul inisiatif DPR yaitu revisi UU Kementerian Negara, UU Keimigrasian, UU TNI, dan UU Polri.

Daftar Nama yang Mengusulkan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang telah disetujui sebagai usulan inisiatif DPR RI, menyebutkan Polri bisa menangani kegiatan spionase dan sabotase yang mengancam kedaulatan nasional. (Ho)
Daftar Nama pembentukan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri. (Ho)

Terdapat beberapa kejanggalan

Terdapat beberapa kejanggalan dalam draft revisi UU Polri, adapun kejanggalan tersebut terkesan memanfaatkan momentum “pengusulan revisi 4 (empat) Undang-Undang melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, yang di dalamnya termasuk UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI ” sebelum pergantian Pejabat Presiden RI.

Adapun yang dianggap kejanggalan tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Revisi UU ini merupakan inisiatif dari DPR yang artinya seluruh Kajian Akademik dan draft Revisi RUU dibuat oleh DPR, bukan Pemerintah. Sehingga probabilitas disahkannya Revisi RUU ini sangat besar. Buzzer saat ini meramaikan dengan Revisi UU TNI, dan menenggelamkan Revisi UU Polri yang berpotensi membangkitkan Orde Baru tetapi ditangan Polri bukan TNI.

b) Pengesahan RUU RI tentang Perubahan Atas UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan RUU RI tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri rencana akan dilaksanakan bersamaan saat Paripurna DPR RI pada bulan Agustus 2024. Sedangkan deadline pengusulan persetujuan Revisi dari Pemerintah paling lambat masuk pada akhir Juli setelah masa Reses DPR RI berakhir.

c) Terdapat disparitas jumlah Pasal yang diajukan antara kedua RUU ini, Revisi UU TNI mengubah 2 Pasal (Pasal 47 dan 53) tentang masalah administrasi yakni penempatan di K/L lain dan perpanjangan masa dinas prajurit, sedangkan Revisi UU Polri mengubah 19 Pasal (Pasal 1, 6, 7, 9, 10,11, 12, 14,16,16A, 16B, 20, 25, 26, 30, 35, 36, 37, 39) tentang pengembangan kewenangan organisasi, perluasan tugas dan administrasi. Terlihat janggal seperti RUU TNI "menemani" RUU Polri.

Potensi perluasan kewenangan Polri yang berpotensi abusing of authority bersinggungan dengan tugas K/L atau non K/L lainnya dan hak privasi warga negara, di antaranya:
a) Rumusan tugas pokok Polri pada Pasal 16A huruf d yang berbunyi: “Dalam rangka menyelenggarakan tugas Intelkam Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i (melaksanakan kegiatan Intelkam Polri), Polri berwenang untuk: melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing guna mengamankan kepentingan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penjelasan tentang hakikat ancaman untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pelaksanaan tugas Intelkam Polri tidak dituliskan secara spesifik sehingga definisi ancaman dapat menimbulkan obscure (kekaburan) dan rentan terjadinya tumpang tindih kewenangan antar K/L.

b) Perluasan wilayah kewenangan Polri sampai keluar dari wilayah negara Indonesia, bahkan dalam draft Revisi UU Polri tersebut mengatur tentang kewenangan Polri dalam wilayah diplomat RI di negara asing, laut internasional serta kapal laut dan pesawat udara berbendera Indonesia. (Pasal 6)

c) Perluasan makna keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi Keamanan Nasional/Keamanan Negara memberikan kewenangan Polri yang melintasi kewenangan TNI dan K/L lain terutama dalam Pertahanan Negara. (Pasal 16B ayat 1)

d) Perluasan kewenangan Polri dalam ruang siber, menjadikan Polri sebagai institusi tunggal yang mengontrol data dan mengawasi ruang siber. (Pasal 14 ayat 1)

e) Adanya norma multitafsir dalam Pasal 14 ayat (1) huruf p, berdampak Polri akan terjebak dalam urusan-urusan lain yang bukan bidang tugasnya.

f) Perluasan kewenangan Polri dalam melakukan penggalangan intelijen berpotensi memunculkan overlapping of authority / duplikasi kewenangan antar K/L negara. (Pasal 16 A dan Pasal 16 B).

g) Kewenangan penyadapan sampai dengan melaksanakan fungsi kontrol terhadap akses internet dan teknologi informasi. (Pasal 14 ayat 1)

Konsep Civilian Police yang selalu dimunculkan dalam naskah akademik, tidak terlihat implementasinya dalam batang tubuh Revisi UU Polri.

Dalam naskah akademik ada semangat untuk mencegah pemusatan kekuasaan supaya lembaga ini menjadi terlalu kuat (super body) dengan melakukan pemisahan kewenangan administratif dan fungsional pada Pasal 8, 9, dan 10 UU Polri.

Pasal 8 menyatakan bahwa Polri di bawah Presiden dan Polri dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9 menyatakan kewenangan operasional, sedangkan Pasal 10 menyatakan kewenangan administratif yang menyiratkan pengembangan Polri ke arah Centralized System of Policing (Sistem Kepemimpinan Terpusat/Satu Komando) yang menjadi acuan sistem kepolisian yang berlaku di Indonesia saat ini.

Sistem ini cenderung menjadi alat kekuasaan Pemerintah yang otoriter, sehingga bertolak belakang dengan tugas pokok Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

(*/Tribun-medan.com)

Baca juga: DPR RI Revisi UU Polri: Ruang Lingkup Kerja Polri Makin Luas, Bisa Lakukan Spionase dan Sabotase

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved