Medan Terkini
Setelah Heboh Siswi SMA 8 Medan MSF Dinaikkan Kepsek, Tapi Tak Dapat Bantuan SPP
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Utara menyoroti kenaikan kelas bersyarat untuk siswi SMA Negeri 8 Medan yang berinisial MSF.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Utara menyoroti kenaikan kelas bersyarat untuk siswi SMA Negeri 8 Medan yang berinisial MSF.
Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut, James Marihot mengatakan, keputusan Kepala SMAN 8 Medan untuk menaikkan MSF sudah tepat, namun pihaknya mempertanyakan kenaikan bersyarat yang dimaksud.
"Kami kemarin langsung lihat, MSF sudah naik kelas XII. Anak SMA Negeri 8 yang kemarin tinggal, naik kelas ke kelas XII, cuma naik kelas siswi tersebut, dengan catatan naik kelas bersyarat," ujar James, Selasa (16/7/2024).
Dikatakan James, pihaknya menemukan kejanggalan dalam tugas seorang Guru Bimbingan Konseling (BK). Karena, di sekolah ini, dinilai Guru BK tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dan teknis kerjanya.
"Ada siswa sudah ditemukan dan dapat surat peringatan (SP) sampai tiga kali, tapi dia naik kelas. Beda sama MSF, tidak ada peringatan malah dibuat keputusan tinggal kelas, ada apa. Ini semua harus diperbaiki semuanya di SMAN 8 Medan ini," kata James.
Selain itu, ia juga mengingatkan pihak SMAN 8 Medan untuk tidak melakukan bully terhadap MSF.
James mengungkapkan pihak Ombudsman Sumut, akan terus melakukan pemantauan terhadap SMAN 8 Medan, terutama Rosmaida Asianna Purba, agar tidak terjadi intervensi.
"Kami minta jangan sampai ada pembully-an terhadap siswa yang naik kelas itu terutama kepada MSF. Pasca kenaikan kelas ini," katanya.
James juga mengingatkan kepada guru untuk mencegah bully dan intervensi dari pihak mana pun, terhadap MSF. Apa lagi, gadis itu masih anak di bawah umur.
Karena, MSF harus diberikan perlindungan. "Kalau ada tekanan dari teman bahkan guru akan kita pantau dan kepala sekolah dan guru harus hadir (cegah bully)," pungkasnya.

Siswi SMA Negeri 8 Medan Maulidza Sari Febriyanti tidak naik kelas, diduga karena bapaknya melaporkan sekolah terkait pungli ke polisi.
Choky Indra, ayah Maulidza datang ke sekolah protes atas keputusan tersebut pada saat pembagian rapor, Sabtu (22/6/2024).
Sebab ia menduga anaknya dinyatakan tinggal kelas buntut dari laporannya ke polisi terkait dugaan kasus pungli dan korupsi yang dilakukan Kepala Sekolah.
Padahal berdasarkan keterangan Choky, anaknya yang duduk di kelas XI MIA 3 itu memiliki nilai bagus.
Tetapi alasan sekolah memutuskan Maulidza tinggal kelas karena absennya yang banyak.

"Sebelumnya saya pernah melaporkan kepala sekolah atas dugaan kasus korupsi dan pungli. Karena saya gak mau berdamai sama dia, jadi dugaan kami karena hal itu dibuatnya anak saya tinggal kelas, tapi alasannya karena banyak absen," ujar Choky.
Nilai rapor siswi tersebut berdasarkan pantauan Tribun-Medan.com melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Seperti di mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Prakarya contohnya, siswi tersebut mendapat nilai A.
Namun di rapor tertulis jelas jika Maulidza tinggal di kelas XI.
Dengan catatan dari wali kelas untuk meningkatkan prestasi dan mengurangi absennya.
Maulidza mengaku dirinya sudah 3 kali dipanggil kepala sekolah menanyakan prihal bapaknya.
"Dua minggu lalu saya ditanya lagi, kayak mana saya bisa menolong kamu? karena masalah absensi saya. sedangkan absensi kehadiran itu 75 persen dari kemendikbud, dan tak hadir kan 25 persen. tapi absensi saya masih 10 persen. tapi saya malah ditinggal kelaskan," kata Maulidza.
Diketahui sebelumnya Choky pernah melaporkan Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Medan atas dugaan pungutan liar.
Laporan itu juga dibuktikan dengan balasan dari Polda Sumut lewat dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Dumas yang terbit pada 05 April lalu.
"Ya, saya melaporkan kepala sekolah ini. Karena peraturan menteri dan pemerintah dilanggar. Sebelumnya saya sudah melaporkan ke dinas, tapi tindakan itu tidak ada.
Dan karena perbuatannya melanggar hukum, maka saya laporkanlah ke Polda atas dugaan korupsi dan pungutan liar.
Peraturan menteri pasal 3 ayat 1 a dan ayat 2, itu mengatakan Kepala Sekolah harus membuat dulu RAPPS baru berhak mengutip uang SPP. Ternyata tidak ada," jelas Choky.
Lebih lanjut Choky mengungkapkan kekecewaannya dengan pihak sekolah.
Ia sempat menyinggung jika anaknya membayar uang SPP secara penuh, alias tidak mendapatkan bantuan pemerintah sebesar Rp35 ribu per bulan yang ditujukan untuk orang miskin.
"Ke Polda pun saya kejar ini. Tahun ini memang saya laporkan beliau. Sekarang sudah dalam tahap penyelidikan dan sudah diperiksa," kata Choky.
Saat didatangi, pihak sekolah bungkam ketika ditanya soal tidak naik kelasnya Maulidza. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Rencus Sinabariba, enggan memberikan keterangan kepada wartawan.
"Gak tahu, Pak," kata Rencus sebelum pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke ruangan.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Negeri 8 diketahui sedang berada di luar kota.
Kepada wartawan ia mengatakan akan memberi keterangan pada Senin mendatang.
Baca juga: 781 Formasi CPNS BPOM, Banyak Dicari Lulusan Apoteker, Teknik Pangan dan Biologi
Baca juga: LAGI, Pemadaman Listrik di Medan, 6 Lokasi di Wilayah Denai, Berikut Imbauan PLN pada Pelanggan
(cr14/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.