Berita Medan

Tips Siasati Overtreatment Pada Layanan Kesehatan, Pasien Bisa Tanya Hal Ini

Pasien juga boleh bertanya setiap diminta suatu tindakan medis, seperti adakah indikasi medisnya dan tolak jika tidak ada indikasinya.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
HO
Praktisi Medis dan Motivator Hidup Sehat, dr. Handrawan Nadesul berbagi tips menyiasati overtreatment pada layanan kesehatan. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Praktisi Medis dan Motivator Hidup Sehat, dr. Handrawan Nadesul berbagi tips menyiasati overtreatment pada layanan kesehatan.

Menurut dr Handrawan, ada beberapa faktor yang berpotensi merugikan pihak pasien yaitu competency gap pasien-dokter, attitude dokter dan kapasitas profesi dokter.

“Hak pasien boleh bertanya diagnosisnya, untuk apa diperiksa dan boleh didiskusikan kalau tindakan medis yang akan dilakukan lebih besar risikonya ketimbang maslahatnya untuk mencegah harmful service,” ujarnya saat menjadi pembicara di diskusi Investortrust Power Talk di Aryaduta Medan, Kamis (22/8/2024).

dr Handrawan mengatakan, pasien juga boleh bertanya setiap diminta suatu tindakan medis, seperti adakah indikasi medisnya dan tolak jika tidak ada indikasinya. Hal itu mencegah insufficient.

“Pasien boleh bertanya tentang obat yang diresepkan, untuk apa dan apa semua perlu? Mana yang boleh dihabiskan mana yang tidak dihabiskan. Ada bahaya polypharmacy? Karena tidak semua penyakit perlu masuk rumah sakit,” jelasnya.

dr Handrawan mengatakan, semua penyakit bisa dicegah dengan gaya hidup sehat yaitu seperti tepat memilih makanan, brisk walking, manajemen stres, check up kesehatan dan check up kehidupan, serta hidup seimbang dunia dan akhirat.

“Supaya tidak jatuh sakit, lakukan sosialisasi konsep sehat itu murah, memampukan masyarakat membatalkan setiap kemungkinan jatuh sakit, check up rutin berkala dan terhindar dari penyakit kritis,” jelasnya.

Terkait competency gap antara pasien dan dokter, dr Handrawan, menjelaskan, membuat otoritas profesi dokter nyaris tak terbatas sehingga apapun yang disampaikan dokter kerap dipatuhi pasien. 

“Untuk itu dibutuhkan edukasi pasien atau masyarakat, agar mereka memiliki wawasan medis yang lebih baik, dengan penyuluhan lewat media massasehingga  masyarakat pasien sadar bahwa mereka memiliki hak untuk bertanya seputar layanan kesehatan yang diterimanya,” jelas Handrawan. 

Edukasi ini, lanjut Handrawan harus diikuti oleh dasar regulasi untuk audit, termasuk membuka peluang didapatnya second opinionbagi pasien.  

Sepakat dengan Handrawan, praktisi medis dari Yayasan Orangtua Peduli (YOP), dr. Rini, MARS, menyebutkan, bahwa perlu dibangun sebuah komunikasi dua arah antara pasien dan dokter, serta membuka ruang seluasnya bagi pertanyaan dari para pasien.

“Sementara itu pasien juga harus memiliki pemahaman yang baik tentang kondisi kesehatannya, serta memahami setiap perawatan yang mereka terima dari dokter, menyimpan dengan baik setiap catatan medikal mereka, dan mengkaji secara detil  setiap tagihan medis yang mereka terima,” kata Rini. 

Untuk bisa meningkatkan pemahaman pasien soal layanan kesehatan, tentunya dibutuhkan peningkatan literasi kesehatan, yang menjadi tanggung jawab bersama, tak cuma dari pemerintah dan kalangan medis semata. 

Mengutip sebuah pemberitaan, Rini menyebut biaya layanan kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan 13,6 persen secara tahunan di 2023, lebih tinggi dari rerata negara-negara Asia yang sebesar 11,5 persen.

“Tingginya biaya medis ini salah satunya disebabkan overuse of care atau biasa dikenal dengan overtreatment, lalu rendahnya kesadaran untuk hidup sehat, serta rendahnya layanan yang mengarah pada pencegahan penyakit,” kata Rini.

(cr26/tribun-medan.com)

Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 


 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved