TRIBUN WIKI
Profil KH Marzuki Mustamar, Pengasuh Ponpes Sabilurrosyad Gasek Ditolak Ceramah oleh FPI
KH Marzuki Mustamar merupakan pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang. Ia sempat ditolak ceramah di Masjid Al Huda, Tenggumung, Surabaya.
TRIBUN-MEDAN.COM,- KH Marzuki Mustamar merupakan pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang.
Ia lahir di Blitar, 22 September 1966 dari orangtua Kyai Mustamar dan Nyai Siti Jainab.
KH Marzuki Mustamar sempat menjabat sebagai Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Baru-baru ini, KH Marzuki Mustamar jadi sorotan setelah rencana ceramahnya di acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Al Huda, Tenggumung, Surabaya mendapat penolakan dari Front Persaudaraan Islam (FPI).
Baca juga: Profil Annisa Mahesa, Anggota DPR RI Termuda Berusia 23 Tahun, Punya Harta Rp 5,8 Miliar
Alasan penolakan FPI terhadap KH Marzuki Mustamar karena dalih ingin menjaga keamanan Kota Surabaya.
Dikutip dari Tribun Banyumas, begitu mendapat kabar kyainya ditolak FPI, Banser Surabaya bergerak.
Mereka pasang badan menjaga KH Marzuki Mustamar.
Ratusan anggota Banser disiagakan untuk mengamankan dan mengawal kegiatan yang dihadiri KH Marzuki Mustamar tersebut.
Meski sempat mendapat penolakan, tapi kegiatan Maulid Nabi Muhammad tersebut akhirnya berjalan lancar.
KH Marzuki Mustamar sendiri merasa aneh mengapa FPI sampai menolak ceramahnya. Seakan, kata dia, kehadirannya bisa merusak perdamaian.
Baca juga: Profil Sri Rahayu, Kader PDIP Mundur dari Anggota DPR RI Setelah Terpilih dalam Pileg 2024
Padahal ia merasa ceramahnya tidak pernah mengajak orang bermusuhan, menyesatkan atau mengkafirkan orang lain yang mengancam toleransi.
Ia juga tidak pernah mengajak jemaah untuk mempersiapkan senjata untuk berperang.
"Seakan kehadiran saya merusak perdamaian. Apa saya mengajak bermusuhan? Apa saya mengkafirkan orang lain? Apa saya menyesatkan orang lain. Apa saya mengajak jemaah untuk asah golok mempersiapkan senjata. Seingat saya, saya gak pernah, " katanya
Kalau FPI khawatir ceramahnya menimbulkan kekisruhan, ia justru balik menanyakan siapa sebenarnya, apakah dia atau pihak mereka yang gampang sekali kisruh atau sensitif.
Baca juga: Sosok Larasati Moriska, Anggota DPD RI Termuda Cucu Bupati Pertama Nunukan, Usianya 22 Tahun
"Saya ingin bertanya seperti itu andai bisa bertemu mereka, " katanya
Marzuki menandaskan, yang dalam ceramahnya mengajak orang untuk mengasah golok, mengkafirkan orang, men-toghut-kan Pancasila, menyebut Pancasila ada di pantat Bung Karno, istana presiden sebagai istana iblis, mengatakan presiden goblok hingga mencela Gusdur buta mata buta hati, bukan lah dirinya.
Profil KH Marzuki Mustamar
Melansir laman pwnujatim.or.id, Kamis (4/1/2024), KH Marzuki Mustamar dikenal memiliki penampilan yang sederhana dan tidak pernah neko-neko.
Karena begitu sederhananya, kadang orang tidak mengira bahwa beliau adalah seorang kyai.
Namun, di balik kesederhanaannya, tersimpan lautan ilmu yang begitu luas.
Gaya bicara Marzuki yang tegas dan lugas menjadi salah satu ciri khas.
Baca juga: Sosok AKBP Muhammad Yoga Buanadipta Ilafi, Kapolres Boyolali Kecelakaan, Ajudannya Tewas
Sejak kecil, Marzuki dibesarkan dan dididik oleh kedua orang tua dengan disiplin ilmu yang tinggi, belajar Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama.
Selain dididik disiplin ilmu yang tinggi, sejak kecil, ia juga dididik tentang kemandirian agar memiliki etos kerja yang tinggi dengan cara memelihara kambing dan ayam petelur.
Saat duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah sampai sebelum belajar di Malang, anak kedua dari delapan bersaudara ini mulai belajar ilmu nahwu, shorof, tasawuf dan ilmu fikih kepada Kyai Ridwan dan Kyai-Kyai lain di Blitar.
Sejak SMP, Marzuki diminta mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab kecil lainnya kepada anak-anak dan tetangga beliau.
Baca juga: Sosok Annisa Mahesa, Anggota DPR RI Termuda, Hartanya Tembus Rp 5,8 Miliar
Pada usia yang masih belia tersebut, beliau sudah mengkhatamkan dan faham kitab Mutammimah pada saat kelas 3 SMP.
Selepas dari SMP Hasanuddin, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tlogo Blitar. Marzuki muda merupakan sosok pemuda yang beruntung sebab sudah mendalami ilmu agama ke beberapa orang kiai di Blitar, seperti Kiai Hamzaj, Kiai Abdul Mudjib dan Kiai Hasbullah Ridwan.
Setamat dari MAN Tlogo pada tahun 1985, Marzuki melanjutkan jenjang pendidikan formalnya di IAIN (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim) Malang, yang waktu itu masih merupakan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Untuk menambah ilmu agama, ia yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang ini nyantri kepada KH A Masduki Machfudz di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono.
Baca juga: Profil Once Mekel, Eks Vokalis Dewa 19 Kini Lolos Jadi Anggota DPR RI
Mengetahui kecerdasan dan keilmuan Marzuki yang di atas rata-rata santrinya yang lain, akhirnya Kiai Masduki memberi amanah kepada Marzuki untuk membantu mengajar di pesantrennya, meskipun saat itu Marzuki masih berusia 19 tahun.
“Saat itu saya diminta untuk mengajar kitab Fathul Qorib bab buyuu’ (jual-beli),” Kenang kyai yang juga Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Pada tahun 1994, KH Marzuqi Mustamar memulai hidup baru dengan menikahi salah seorang santriwati Pondok Nurul Huda yang bernama Saidah.
Sang istri merupakan putri Kyai Ahmad Nur yang berasal dari Lamongan. Dengan Saidah, Marzuki memiki 7 anak.
Selang satu bulan setelah menikah, Marzuki bersama istri mencoba mengadu nasib ke daerah Gasek, Kecamatan Sukun, Kabupaten Malang.
Di rumah barunya di Gasek itulah, Marzuki mendapat banyak santri hingga berkembang menjadi pesantren Sabilurrosyad.
Baca juga: Profil Budi Gunawan, Kepala BIN yang Tengah Diisukan Jadi Menteri Prabowo Subianto
Selain sibuk membimbing para santri, ia juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Arab Universitas Islam Malang.
KH Marzuki Mustamar juga aktif di berbagai organisasi keagamaan di antara sebagai Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang dan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang.
Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat. Sebagai contoh Marzuki menyusun sebuah kitab, tentang dasar-dasar atau dalil-dalil amaliyah yang dilakukan oleh warga Nahdhiyyin.
Bahkan, Kiai Baidhowi, Ketua MUI Kota Malang memberi julukan “Hujjatu NU” kepada Marzuki.
“Kalau Imam al-Ghozali dikenal sebagai Hujjatul Islam, maka Kyai Marzuki ini Hujjatu NU” Demikian pernyataan Kiai Baidhowi dalam beberapa kesempatan.
Dicopot PBNU
KH Marzuki Mustamar sempat dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Pencopotan itu dilakukan setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar pertemuan di Surabaya, Rabu (27/12/2023).
Mantan Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, KH Abdus Salam Shohib atau Gus Salam membenarkan informasi tersebut.
"Statemen Ketum PBNU tadi malam di hadapan PCNU se-Jatim," kata Gus Salam.,Kamis (28/12/2023), dikutip dari Kompas.com.
Pada 29 Desember 2023, Marzuki Mustamar kemudian menunjukkan surat pemberhentian dirinya sebagai Ketua PWNU Jatim.
Ia menunjukkan tiga lembar surat yang ditandatangani oleh empat pejabat PBNU di antaranya Rais Aam KH. Miftachul Akhyar, Katib Aam KH. Akhmad Said Asrori, Ketua Umum KH. Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Jenderal Drs. H. Saifullah Yusuf.
"Disitu (surat pemberhentian-red) disebut berdasarkan usulan jajaran syuriah Jawa Timur, yang mengusulkan agar Marzuki diberhentikan, maka PBNu menindaklanjuti itu tadi. Tidak disebutkan Syuriah PWNU mengusulkan saya diberhentikan karena apa, tidak disebut, sehingga kami enggak tahu," kata Marzuki di pondok pesantren Sabilurrosyad, Kota Malang, Kamis, (29/12/2023).
Terkait munculnya isu bahwa pemberhentian Kyai Marzuki Mustamar karena dukungan pada capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Kyai Marzuki menjelaskan bahwa dalam setiap ceramahnya dirinya bersikap netral sesuai arahan PBNU.
Surat tertanggal 16 Desember 2023 itu hanya menjelaskan 3 poin di antaranya tentang Perpanjangan Masa Khidmat dan Perubahan Susunan PWNU Jawa Timur Antar Waktu dengan disertai ucapan terima kasih atas pengabdiannya.
Poin kedua surat tersebut berisikan amanat kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur untuk segera menindaklanjuti keputusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Apabila dalam penetapannya terdapat perubahan dan/atau kekeliruan, Surat Keputusan ini akan ditinjau kembali,” bunyi poin ketiga dari surat keputusan PBNU.
Pendidikan Formal Kiai y
- TK Muslimat Karangsono Kanigoro, Blitar tahun 1972
- MI. Miftahul ‘Ulum, Tahun 1979
- SMP Hasanuddin, Tahun 1982
- Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tlogo, Tahun 1985
- Pondok Pesantren Nurul Huda, Mergosono
- LIPIA Jakarta, Tahun 1988
- S1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang, Tahun 1990
- S2 Universitas Islam Lamongan (UNISLA), Tahun 2004
- S3 Universitas Islam Malang (UNISMA), tahun 2023
(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.