Berita Viral

Viral Video Keributan di Kantor DPRD Samarinda, Anggota Dewan Lempar Nasi Kotak ke PPK PUPR

Viral di media sosial video yang memperlihatkan keributan di kantor DPRD Kota Samarinda. Keributan tersebut terjadi saat rapat audiensi.

|
INSTAGRAM @medsoszone
DPRD SAMARINDA - Keributan antar anggota dewan dan PPK PUPR terjadi di ruang rapat DPRD Kota Samarinda, Kamis (27/2/2025). Keributan tersebut terjadi saat rapat audiensi terkait tuntutan pembayaran gaji buruh proyek Teras Samarinda di ruang rapat DPRD Kota Samarinda. 

TRIBUN–MEDAN.com - Viral di media sosial video yang memperlihatkan keributan di kantor DPRD Kota Samarinda.

Keributan tersebut terjadi saat rapat audiensi terkait tuntutan pembayaran gaji buruh proyek Teras Samarinda di ruang rapat DPRD Kota Samarinda, Kamis (27/2/2025).

Namun rapat tersebut berlangsung panas hingga berujung pelemparan nasi kotak oleh anggota dewan ke arah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Teras Samarinda.

Video keributan di ruang rapat DPRD itu kini viral di media sosial, salah satunya diunggah oleh Instagram @medsoszone.

Dalam video itu tampak anggota Komisi III DPRD Samarinda yang diketahui bernama Abdul Rohim melempar nasi kotak ke arah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Teras Samarinda, Ilhamsyah.

Tak hanya Abdul Rohim, beberapa anggota dewan lainnya juga terlihat emosi dan marah ke PPK PUPR tersebut.

Keributan itu akhirnya berhasil dilerai saat beberapa peserta rapat lainnya membawa Ilhamsyah keluar dari ruangan.

Dikutip dari Tribun Kaltim, Abdul Rohim mengungkapkan bahwa emosinya merupakan bentuk keprihatinan terhadap nasib puluhan pekerja proyek Teras Samarinda yang sudah berbulan-bulan tidak menerima gaji.

Ia menegaskan bahwa masalah ini bukan sekadar soal uang, melainkan dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja dan keluarganya.

"Bagaimana mungkin jumlah nominal yang tidak terlalu besar ini bisa menggantungkan nasib lebih dari 80 pekerja? Satu orang saja pun yang terdampak negatif atas sebuah situasi negara ini, kita mesti tanggung jawab, apalagi puluhan orang yang tidak menerima gaji berbulan-bulan," ujarnya dikutip dari Tribun Kaltim.

Abdul Rohim juga menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini.

Jika kontraktor gagal menjalankan kewajibannya, Pemkot Samarinda diminta untuk turun tangan dengan tindakan konkret. Ia bahkan menceritakan bahwa beberapa pekerja sampai menangis dan terpaksa tidur di gudang karena tidak memiliki tempat tinggal.

"Silahkan pemerintah melakukan segala proses yang perlu dilakukan terhadap kontraktor. Tapi pemerintah tolong dong turun tangan selesaikan ini. Karena warga, sampai kapan pun, merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi seluruh hak mereka," tegas Abdul Rohim.

Sementara itu, dalam audiensi tersebut, DPRD Samarinda mendesak agar pemerintah tidak hanya memberikan janji tanpa ada realisasi.

Abdul Rohim menegaskan bahwa pertemuan kali ini harus menjadi yang terakhir dalam membahas masalah ini.

"Silahkan mereka (pemerintah) melakukan tindakan secara tegas dan keras terhadap kontraktor, mulai dari memblokir kontraktor hingga menindaklanjuti tagihan yang ada. Sebenarnya ini tidak ada alasan lagi untuk diulang," ujarnya.

DPRD Samarinda berencana untuk memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi terkait pembayaran gaji pekerja.

Jika tidak ada kebijakan khusus yang bisa menyelesaikan masalah ini, opsi hukum akan dipertimbangkan sebagai langkah terakhir.

"Kami berharap masalah ini bisa selesai sebelum sampai ke ranah hukum. Jika bisa diselesaikan dengan cara yang lebih cepat dan memberikan win-win solution bagi semua pihak, maka itu yang terbaik," tutup Abdul Rohim.

Di sisi lain, Ilhamsyah langsung meninggalkan lokasi audiensi setelah dilerai. Sementara itu, Kepala Bidang Cipta Karya PUPR Kota Samarinda, Andriyani, memberikan klarifikasi terkait langkah yang telah diambil oleh pihaknya.

Menurut Andriyani, Dinas PUPR telah berulang kali berkomunikasi dengan pihak kontraktor, PT Samudra Anugrah Indah Permai (SAIP), namun belum memperoleh respons yang memuaskan. "Sudah pernah kami surati, saya tidak hapal sudah berapa kali, tapi kalau soal surat dan telepon, sudah sering," kata Andriyani.

Andriyani juga menanggapi tuduhan bahwa Dinas PUPR lepas tangan dalam kasus ini. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya menjalankan tugas sesuai kewenangan yang ada, meskipun tidak selalu mempublikasikan langkah-langkah yang telah diambil.

"Kami pasti mengkomunikasikan ke perusahaan dan berusaha mencari solusi. Secara SOP, kami sudah menjalankan tugas kami. Tapi kami dianggap cuci tangan, padahal tidak. Kami hanya tidak selalu bercerita tentang upaya yang telah kami lakukan," tegasnya.

Terkait tuntutan agar pemerintah memberikan uang talangan untuk pekerja, Andriyani menyebutkan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karena terhambat oleh aturan administrasi.

"Secara administrasi harus jelas, karena kontrak itu antara pekerja dan perusahaan, bukan dengan kami. Kalau kewajiban kami, sudah kami jalankan. Hutang dan denda mereka juga ada sekitar Rp 2 miliar. Secara hukum, kami tidak punya ikatan dengan perusahaan, jadi ini lebih bersifat personal," pungkas Andriyani.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved