catatan sepakbola
Ahmad Dhani dan Pemikirannya yang Bodoh dan Berbahaya
Apakah Ahmad Dhani menganggap para pemain atau mantan pemain sepak bola ini serupa ayam aduan hingga bisa dikawinkan begitu rupa?
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Belum cukup, Ahmad Dhani, menggeber kalimat berbahaya yang lain. Kalimat yang (lagi-lagi) secara terang dan jelas menyenggol isu sensitif, rasisme. Perhatikan kalimatnya: “Kurangilah pemain yang bule, dalam tanda kutip yang rasnya bule ya, rambut pirang, mata biru karena menurut saya untuk Indonesia itu kurang enak dilihat.”
Lalu dia bilang lagi seperti ini: “(jika pemerintah akan kembali melakukan naturalisasi), kalau bisa dicari yang mungkin rasnya mirip-mirip kita, entah itu dari Korea atau dari Afrika yang mirip-mirip kita. Enggak masalah banyak, yang penting warna kulitnya masih sama seperti kita.”
Pertanyaannya, ‘yang mirip-mirip kita’ itu yang bagaimana? Apaah yang berkulit cokelat sawo matang, bermata dan berambut hitam?
Ahmad Dhani bicara soal ‘colour’, persisnya, perbedaan dan persamaan warna dalam sepak bola. Sesuatu yang justru sedang diperangi. FIFA menegaskan, tidak ada hitam dan putih dalam sepak bola. Tidak ada kulit berwarna. Tidak ada warna biru, hitam, coklat, kehijauan, dan sebagainya dan sebagainya pada mata. Tidak ada rambut blonde lurus atau hitam keriting.
Sebagai mahluk, Tuhan menciptakan manusia dengan perbedaan warna, tapi di lapangan sepak bola, warna dipandang sama. Satu-satunya warna yang berbeda adalah jersey yang dikenakan pemain.
Apakah Ahmad Dhani tidak memahami ini? Saya kurang tahu. Mungkin saja dia tidak paham. Namun pastinya dia memang tak memahami dua perkara lain yang juga penting: regulasi FIFA dan rekam jejak naturalisasi.
Kalimat ‘entah itu dari Korea atau dari Afrika’, pada dasarnya sudah dilakukan PSSI. Ada nama Yu Hyun-koo, Yoo Jae-hoon, dan Lee Yu-jun. Afrika? Jumlah mereka banyak sekali. Empat di antaranya pernah mengenakan kostum Tim Nasional yakni Osas Saha, Bio Paulin, Victor Igbonefo, dan Greg Nwokolo.
Pemain-pemain ini dinaturalisasi lewat mekanisme masa tinggal. Saat dinaturalisasi, Osas, Bio, Victor, dan Greg telah tinggal menetap di wilayah Negara Republik Indonesia selama lima tahun beruntun. Jika tidak beruntun, naturalisasi tetap bisa dilakukan dengan syarat lama tinggal kumulatif minimal 10 tahun.
Jadi, untuk bisa menaturalisasi pemain-pemain yang ‘entah itu dari Korea atau dari Afrika’ ini diperlukan syarat waktu tinggal. Oleh sebab itu, demi percepatan peningkatan kualitas tim nasional, PSSI menempuh jalan lain yang juga terdapat dalam regulasi FIFA.
PSSI mencari pemain-pemain diaspora, yang berada di luar negeri dan memiliki darah Indonesia. Dengan kata lain, pemain-pemain seperti Pelupessy, James, dan Emil, bukan bule-bule asing. Mereka half blood. Dalam diri mereka mengalir darah puak-puak nusantara.
Apakah Ahmad Dhani tidak paham? Sekali lagi saya tidak tahu. Namun satu yang pasti, setidaknya bagi saya, sebagai wakil rakyat yang digaji dengan uang rakyat (terlepas dia mengambilnya atau tidak), sebaiknya ke depan akan lebih baik baginya untuk mewujudkan tipikal wakil rakyat dalam lagu Iwan Fals. Datang, duduk, diam, kalau perlu mengantuk lalu terlelap.
Sungguh, ketimbang mengocehkan hal-hal yang menunjukkan ketidaktahuan dan ketidakpahaman, tidur adalah sebaik-baiknya sikap.(t agus khaidir)
| Bintang Cemerlang Spanyol di Euro 2024: "Bapak Baptis" Messi dan Kebohongan Pengacara |
|
|---|
| Liga 1 Masalah Liga 2 Berhenti, La Nyalla Mau Jadi Ketua Lagi: Kelucuan Manakah yang Kau Dustakan? |
|
|---|
| Tuan Spesial dan Bayang Kebesaran Sang Legenda |
|
|---|
| Tragedi Heysel dan Kerusuhan Port Said, Cerita untuk Pak Edy |
|
|---|
| Aksi Suporter 'Bakar' Stadion Teladan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.