Ramadan 2025

Kisah Apnila Putri Saragih Menjalani Puasa di Australia, Rindukan Suasana Ramadan di Tanah Air

Apnila Putri Saragih, atau yang akrab disapa Ila, adalah seorang perempuan asal Kisaran, Sumatera Utara, yang kini menetap di Australia. 

TRIBUN MEDAN/HUSNA FADILLA TARIGAN
IBADAH PUASA: Apnila Putri Saragih, perempuan asal Kisaran, Sumatera Utara, yang kini menetap di Australia. Tahun 2025 ini menjadi tahun kedua baginya menjalani ibadah puasa Ramadan jauh dari keluarga dan kampung halaman.  

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Apnila Putri Saragih, atau yang akrab disapa Ila, adalah seorang perempuan asal Kisaran, Sumatera Utara, yang kini menetap di Australia

Sejak Desember 2023, Ila telah menjalani hidup di negeri kanguru tersebut. Tahun 2025 ini menjadi tahun kedua baginya menjalani ibadah puasa Ramadan jauh dari keluarga dan kampung halaman. 

Bagi Ila, kerinduan akan suasana Ramadan di Indonesia begitu terasa, mulai dari makanan khas, suara pengingat sahur, hingga adzan yang berkumandang.

"Kalau di sini, ya hanya mengandalkan alarm saja. Kalau nggak terbangun sama alarm, yaudah lewat lah tu. Kalau di Indonesia, suara khas membangunkan sahur itu membuat suasana Ramadan sangat terasa," ungkap Ila, perempuan kelahiran 1998 yang merupakan lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) ini.

Salah satu momen yang paling dinantikan Ila selama Ramadan adalah berburu takjil. Namun, di Australia, membuat takjil membutuhkan modal yang cukup besar. Untuk mengobati kerinduan, Ila sering mengikuti buka puasa bersama dengan komunitas muslim di sana. Meski begitu, ia mengakui bahwa rasa makanan takjil di Australia berbeda dengan yang ada di Indonesia.

"Ya jujur berbeda banget, rasanya kurang manis lah, apalah gitu," ujarnya sambil tersenyum. 

Ila juga teringat akan masakan khas ibunya, seperti roti kelatak yang dicampur dengan kolak. Makanan tersebut selalu membuatnya rindu setiap kali Ramadan tiba.

Menjalani puasa di Australia juga menghadirkan tantangan tersendiri, terutama terkait perbedaan waktu dan cuaca. 

Meski cuaca di Australia cukup panas, Ila merasakan perbedaannya dengan panas di Indonesia. "Di sini walaupun panas, tapi udaranya masih agak sejuk," tuturnya.

Meski jauh dari keluarga dan suasana Ramadan di tanah air, Ila tetap berusaha menikmati momen Ramadan dengan penuh makna. Baginya, Ramadan adalah waktu untuk detoksifikasi iman. Berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga memaknai setiap momen untuk memperbaiki diri.

"Apalagi saat di luar negeri seperti ini, kita yang harus bisa membentengi diri. Maka bersyukurlah bagi yang masih bisa merasakan nuansa Ramadan," pesannya. 

Ila juga mengingatkan bahwa setiap Ramadan harus dianggap sebagai Ramadan terakhir, agar setiap waktu bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk beribadah.

Meski merindukan keluarga dan suasana Ramadan di Indonesia, Ila tetap bersyukur bisa menjalani ibadah puasa dengan tenang di Australia

Baginya, Ramadan adalah momen untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, di mana pun berada. "Ramadan adalah waktu untuk memperbaiki diri, bukan hanya sekadar merindukan nuansanya," pungkasnya.

Dengan semangat yang tetap membara, Ila membuktikan bahwa Ramadan tetap bisa dijalani dengan penuh makna, meski jauh dari tanah air.

Semoga kisahnya menginspirasi banyak orang untuk selalu bersyukur dan memaknai setiap momen Ramadan dengan baik, di mana pun mereka berada.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved