Berita Viral

MENTERI Dikdasmen Tak Sependapat dengan Dedi Mulyadi, Beri Izin Acara Wisuda Sekolah: Masa Tak Boleh

Sejumlah daerah mulai ikut-ikutan melarang acara perpisahan sekolah seperti yang dilakukan Dedi Mulyadi.

Dok. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah/Tribun Jabar/ Fauzi Noviand
LARANG STUDY TOUR: Kolase foto Mendikdasmen Abdul Mu'ti dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dedi tetap melarang study tour meski Mendikdasmen memberi izin. 

TRIBUN-MEDAN.com - Sejumlah daerah mulai ikut-ikutan melarang acara perpisahan sekolah seperti yang dilakukan Dedi Mulyadi

Misalnya di Sumut, Pemprov Sumut telah menerbitkan Surat Edaran (SE) untuk pelarangan acara perpisahan sekolah di luar kota bagi SMA/SMK/SLB Negeri. 

Namun, kebijakan ini tak sependapat dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti. 

Menteri Abdul mengungkapkan acara perpisahan sekolah bagus untuk murid. 

Ia turut mendukung acara wisuda sekolah. 

Menurutnya, wisuda sekolah menjadi momen atau kenangan bagi para murid. 

Selain itu, kegiatan wisuda sekolah mendekatkan hubungan orangtua murid dengan sekolah. 

Kegiatan ini kata Abdul sangat baik, asal tak memberatkan orang tua murid.

“Kalau menurut saya begini, sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orang tua dan murid, ya masa sih tidak boleh gitu kan," kata Abdul Mu'ti saat menghadiri pembukaan Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Dikdasmen 2025 di Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (29/4/2025).

Baca juga: Lirik Lagu Karo Bekas Tinepana yang Dipopulerkan Usman Ginting

Baca juga: SSB Cadika Juara Bersama Liga Sentra Indonesia Zona Sumut, Dipastikan Jadi Perwakilan di Nasional

Baca juga: Lirik Lagu Karo Njayo Dipopulerkan oleh Usman Ginting

"Yang penting wisuda itu jangan berlebih-lebihan dan juga jangan dipaksakan,” ujar Abdul Mu’ti menambahkan.

Menurut Abdul Mu’ti, wisuda dapat menjadi momen penting sebagai bentuk ungkapan kegembiraan dan rasa syukur atas pencapaian siswa dalam menyelesaikan pendidikan mereka.

Selain itu, ia juga menilai wisuda dapat menjadi sarana yang efektif untuk mempererat hubungan antara orangtua, siswa, dan pihak sekolah, meskipun ada kemungkinan beberapa wali murid tidak dapat hadir karena alasan tertentu.

Mendikdasmen menambahkan bahwa sebaiknya pelaksanaan wisuda diserahkan kepada masing-masing sekolah.

"Itu kan sebagai tanda gembira dan juga lebih mengakrabkan orangtua dengan sekolah, karena bisa jadi orangtua itu ada yang tidak pernah ke sekolah anaknya sama sekali, hanya ke sekolah ketika anaknya wisuda, itu pun tidak semua orangtua juga datang dengan berbagai alasan," kata dia.

Kenapa Dedi Mulyadi Melarang Wisuda Sekolah?

Sebelumnya, pada Sabtu (26/4/2025), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terlibat debat dengan seorang remaja yang baru lulus dari SMAN 1 Cikarang Utara.

Remaja tersebut mengkritik kebijakan pelarangan wisuda yang dianggap akan menghilangkan kenangan perpisahan siswa sebelum kelulusan.

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ia tidak akan mengubah keputusan pelarangan wisuda dan perpisahan di luar sekolah.

"Sudah jelas TK, SD, SMP, SMA, tidak boleh ada wisuda, sudah. Kenaikan kelas, kenaikan kelas. Kelulusan, kelulusan," tegas Dedi Mulyadi.

Ia juga berpendapat bahwa uang yang biasanya digunakan untuk wisuda akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk keperluan lainnya, terutama bagi keluarga yang kurang mampu.

Dedi juga menambahkan bahwa banyak orangtua yang menyambut baik kebijakan tersebut.

Dedi Mulyadi debat

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dibuat pusing dengan calon mahasiswi yang viral karena protes rumahnya di bantaran sungai digusur.

Video keluhan siswi SMA bernama Aura itu sebelumnya viral di media sosial.

Dalam unggahan videonya di TikTok, Aura menyebut pembongkaran rumahnya terjadi tanpa komunikasi atau pemberitahuan yang layak.

Selain itu, ia juga menyoroti proyek-proyek besar pemerintah yang menurutnya justru menyulitkan rakyat kecil.

Terbaru, Aura akhirnya bertemu dengan Dedi Mulyadi bersama warga lain, yang terdampak proyek pelebaran sungai di Lembur Pakuan, Kabupaten Subang, Sabtu (26/4/2025).

Di momen itu, selain protes penggusuran rumahnya, ia juga mengkritik soal kebijakan larangan study tour dan perpisahan sekolah.

Aura yang merupakan calon mahasiswi Universitas Indonesia itu meminta Dedi Mulyadi mengkaji kembali larangan tersebut.

Pasalnya perpisahan merupakan kenangan terakhir dirinya dan teman-temannya di masa SMA.

Saat menyuarakan pendapatnya, Dedi Mulyadi menyinggung kondisi ekonomi keluarga Aura.

"Tinggal aja di bantaran sungai, tapi gaya hidup begini (tinggi) ini kan harus diubah rakyatnya.

Sekarang teriak-teriak minta penggantian, saya kalau tega-tegaan saya layak ganti gak?

Tanah tanah negara, kebutuhan untuk rakyat, proyek kabupaten (Bekasi), terus kemudian saya ngapain ngeluarin uang Rp 10 juta buat ibu,

udah kasihin orang miskin aja yang lain," kata Dedi Mulyadi, dikutip dari kanal Youtube-nya, Kang Dedi Mulyadi Channel, Minggu (27/4/2025) via TribunJateng.

"Saya juga miskin," timpal ibu Aura yang merupakan asli Solo, Jawa Tengah.

"Kenapa miskin gayanya kayak orang kaya," kata Dedi Mulyadi.

Dedi mengatakan dengan gaya Aura yang sinis mengkritik kebijakan larangan perpisahan sekolah, seharunya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi.

"Anak ibu kalau modelnya begini gak bisa. Kan harus dibenerin, rumah gak punya, sekarang ngontrak udah punya?"

"Udah nyicil berapa bulan," katanya.

Dedi Mulyadi menganggap keluarga Aura masuk dalam kategori mampu.

"Udah saya gak usah bantu ibu deh. Karena ibu mapan, orang sekolah aja pengen ada wisuda, berarti kan punya kemampuan. Saya gak usah bantu yah," kata Dedi Mulyadi.

Mendengar tak akan dapat uang kerohiman dari Dedi Mulyadi, Aura langsung bersuara.

"Gak gitu pak, waktu bikin video TikTok bukan untuk minta kerohiman. Saya cuma minta keadilan aja.

Waktu digusur itu gak ada musyawarah cuma ada stapol pp datang," kata Aura.

Dedi Mulyadi pun mengatakan bagaimana jika kondisinya diballik.

"Saya balik pertanyaannya, tinggal di tanah orang harus bayar gak?

Kalau saya balik nuntut pemdanya suruh minta tagihan dihitung berapa tahun ke belakang bayar tipa tahun," tambah Dedi Mulyadi.

Aura justru memintta Dedi melihat latar belakang ekonomi keluarganya.

"Ya bapak kan bisa lihat latar belakang saya miskin atau gak terus mampu bayar apa gak," kata Aura.

"Kamu miskin gak ?" tanya Dedi Mulyadi.

"Iya, saya mengakui," kata Aura.

"Kenapa miskin hidup bergaya? Sekolah harus perpisahan. Kamu kan miskin kenapa orang miskin gak prihatin?" tanya Dedi.

Aura menjelaskan ia hanya meminta kebijakan agar perpisahan sekolah tetap diizinkan karena tidak semua setuju.

"Gini pak mohon maaf ya pak saya bukan menolak kebijakan bapak apapun itu saya mendukung cuma jangan dihapus pak.

Gak semua orang bisa menerima terus kalau misal wisuda dihapus terus bapaknya juga minta pajak ke saya padahal saya miskin," kata Aura.

Mendengar itu, Dedi Mulyadi pun memberi jawaban pedas.

"Bukan minta pajak. Saya balik, anda miskin tapi jangan sok kaya. Orang miskin tuh prihatin membangun masa depan seluruh pengeluaran ditekan.

Digunakan untuk yang positif, bisnis, pengembangan diri. Lah ini rumah gak punya, tinggal di bantaran sungai.

Orang tua yang lain itu menyambut gembira ketika wisuda dihapus, keluarga ini menolak wisuda dihapus, ya kalau gitu saya gak usah kasih kerohiman," jelas Dedi Mulyadi.

Ibu Aura juga mengaku membutuhkan uang kerohiman itu untuk membayar kontrakan.

"Perlu uang gak? Kalau ibu buat ngontrak aja gak punya, ngapain protes wisuda harus ada.

Kan logika harus ada, hidup tuh jangan sombong. Ibu buat ngontrak aja gak punya, tapi ibu merasa wisuda lebih penting.

Lebih penting mana kontrakan untuk tempat tinggal apa wisuda?

Anda teriak-teriak gak punya untuk ngontrak tapi satu sisi anaknya protes harus ada wisuda, saya kan pusing dengerinnya," kata Dedi Mulyadi.

Di sisi lain, di momen yang sama, Dedi Mulyadi menegaskan larangan kegiatan study tour dan wisuda berbayar di seluruh sekolah di Jawa Barat bertujuan untuk meringankan beban orangtua siswa.

Dedi menjelaskan, larangan hanya berlaku untuk kegiatan yang melibatkan pembiayaan dari orangtua melalui pihak sekolah.

Namun, ia tetap memperbolehkan kegiatan perpisahan yang diadakan secara mandiri oleh siswa.

"Kritik sebaiknya diarahkan kepada pemerintah jika tidak memperhatikan pendidikan, bukan terhadap kebijakan yang justru meringankan beban masyarakat," kata Dedi dalam keterangan tertulis, Minggu (27/4/2025), melansir dari Kompas.com.

Dedi berharap, ke depan, generasi muda di Jawa Barat dapat tumbuh dalam suasana keprihatinan yang mendidik, bukan dalam gaya hidup konsumtif yang tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat.

(*/tribun-medan.com)

Artikel sudah tayang di tribun-jatim

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved