Berita Viral

Akhirnya Luhut Pandjaitan Tanggapi Kisruh Mutasi Letjen Kunto,Panglima TNI Ditegur Presiden Prabowo?

Di saat Mabes TNI pun jadi sorotan terkait pembatalan mutasi, Purnawirawan Jenderal TNI, Luhut Binsar Pandjaitan menanggapinya.

Editor: Salomo Tarigan
Arsip Apfia Tioconny Billy/Tribunnews.com
LUHUT PANDJAITAN: Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional 

TRIBUN-MEDAN.com - Mutasi perwira TNI batal dilaksanakan. Laksda TNI Hersan seharusnya menggantikan anak Try Sutrisno, Letjen TNI Kunto Arief Wibowo, sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) .

Di saat Mabes TNI pun jadi sorotan terkait pembatalan mutasi, Purnawirawan Jenderal TNI, Luhut Binsar Pandjaitan menanggapinya.

 

Ketua Dewan Ekonomi Nasional   mengatakan bahwa pembatalan mutasi prajurit TNI bisa saja dilakukan.

Menurutnya tidak ada yang aneh dengan pembatalan mutasi terhadap Letjen TNI Kunto Arief Wibowo.

Hal itu disampaikan Luhut, merespon mengenai informasi adanya teguran dari Presiden Prabowo Subianto kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto karena melakukan mutasi anak Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I).

"Ah enggak ada gitu-gituan. Itu kan bisa aja terjadi. Nggak ada hal yang aneh-aneh kok itu," kata Luhut usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/5/2025).

Luhut mengatakan tidak ada teguran dari Presiden Prabowo kepada Panglima TNI terkait mutasi Letjen Kunto, sebelum kemudian dibatalkan.

Luhut mengaku sangat mengetahui perihal tersebut.

"Nggak ada, saya tahu itu," kata Luhut.

Luhut mengatakan bahwa bangsa Indonesia sekarang ini harus kompak dalam menghadapi sejumlah tantangan ke depan. Menurut dia keributan yang tejadi seperti surat terbuka Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut tidaklah baik.

"Ah itu apasih. Kita itu harus kompak, gitu aja sekarang. Ini keadaan dunia begini, ribut-ribut begitu kan kampungan itu. Kita harus fokus gimana mendukung pemerintahan dengan baik," kata Luhut.

Sebelumnya Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meralat mutasi perwira tinggi TNI yang baru satu hari diumumkan melalui Keputusan 554a/IV/2025 yang mengkoreksi mutasi yang sebelumnya tercantum dalam Surat Keputusan 554 yang ditandatangani 29 April 2025.

Dari sebanyak 237 perwira tinggi, tujuh orang dibatalkan mutasinya termasuk putra Wakil Presiden Ke-6 RI sekaligus mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yakni Letjen TNI Kunto Arief Wibowo hingga mantan ajudan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo yakni Laksda TNI Hersan.

Awalnya, Letjen Kunto digantikan Laksda Hersan menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I).

Demikian pula Pangkolinlamil Laksda TNI Krisno Utama tidak jadi dimutasi menjadi Panglima Komando Armada III juga dibatalkan.

Selain itu, juga ada empat perwira tinggi yang batal dimutasi yaitu Laksda TNI Rudhi Aviantara yang tadinya dimutasi menjadi Panglima Kolinlamil, Laksma TNI Phundi Rusbandi yang tadinya menjadi Kepala Staf Kogabwilhan I, Laksma TNI Benny Febri yang tadinya menjadi Waaskomlek KSAL, serta Laksma TNI Maulana yang tadinya Kadiskomlekal.

Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) memandang langkah tersebut tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat tertinggi TNI, tetapi juga mengindikasikan potensi masalah sistemik dalam tata kelola di tubuh TNI.

Co-Founder ISDS Dwi Sasongko menilai mutasi dalam tubuh TNI seharusnya merupakan hasil dari proses yang matang, berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, kebutuhan organisasi, dan pertimbangan strategis
jangka panjang.

Menurutnya ketika sebuah keputusan penting seperti itu diralat dalam waktu singkat, muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diambil secara terburu-buru, tidak transparan, atau bahkan dipengaruhi oleh kepentingan di luar institusi.

Hal tersebut menurutnya juga berpotensi merusak kredibilitas TNI sebagai institusi yang menjunjung tinggi disiplin, ketegasan, dan stabilitas internal.

"Lebih jauh, kebijakan yang berubah-ubah ini juga berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit. Ketidakpastian dalam penempatan jabatan bisa menurunkan motivasi da memunculkan spekulasi liar di lingkungan internal maupun eksternal," kata Dwi Sasongko saat dikonfirmasi pada Minggu (4/5/2025).

Dalam konteks reformasi militer dan profesionalisme TNI, menurutnya hal itu merupakan kemunduran yang perlu mendapat perhatian serius.

Peristiwa tersebut, kata dia, juga harus menjadi pelajaran serius bagi TNI agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.

Untuk itu menurut ISDS terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan.

Pertama, kata dia, memperkuat sistem
perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia (pembinaan karier/binkar) di tubuh TNI.

"Dalam arti, mutasi dan promosi perwira tinggi harus melalui sistem yang terstruktur dan berbasis merit. Perlu ada standar dan indikator yang jelas, transparan, dan terdokumentasi," ungkap dia.

Kedua, menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait setiap mutasi yang akan dilakukan.

Ia mengatakan setiap kebijakan strategis yang menyangkut personel harus dikomunikasikan secara terbuka dan disertai penjelasan yang masuk akal kepada masyarakat, terutama untuk menghindari spekulasi politik atau nepotisme.

Ketiga, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu.

"Di sini, TNI harus tetap berada dalam koridor profesionalisme militer, tidak menjadi alat kekuasaan ataupun tergoda oleh tarik-menarik kepentingan politik. Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu," kata dia.

Keempat, membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional.

Budaya TNI, menurutnya harus dibangun di atas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan.

Setiap kebijakan, lanjut dia, harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI.

Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal.

"Jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, ralat memang bisa menjadi langkah korektif, tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang," ungkapnya.

ISDS memandang TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif.

Kejadian tersebut, kata dia, hendaknya menjadi momentum reflektif bagi TNI untuk memperkuat tata kelola kelembagaan dan meningkatkan kepercayaan publik.

Sebab, menurutya sebagai penjaga kedaulatan negara, stabilitas internal TNI adalah salah satu fondasi utama keamanan nasional.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Sumber: tribunnews.com 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved