Berita Viral
ALASAN Nadiem Makarim soal Pengadaan Laptop Rp 9,9 Triliun yang Terindikasi Korupsi oleh Kejagung
Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim akhirnya muncul ke publik memberikan penjelasan terkait pengadaan laptop chromebook pada periode 2019-2022.
TRIBUN-MEDAN.com - Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim akhirnya muncul ke publik memberikan penjelasan terkait pengadaan laptop chromebook pada periode 2019-2022.
Proyek laptop chromebook ini kini tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyidik Kejagung mengendus adanya dugaan korupsi dalam proyek senilai Rp 9,9, triliun ini.
Status perkara ini juga telah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Merespons hal tersebut, Nadiem menyampaikan alasan utama dilakukan pengadaan laptop chromebook pada periode 2019-2022.
Nadiem bilang, di tahun 2020, krisis pandemi Covid-19 bukan hanya menjadi krisis kesehatan, tapi juga krisis untuk sektor pendidikan.
Oleh sebab itu, dia menyebut, saat itu pihaknya harus melakukan mitigasi secara cepat untuk menekan dampak yang akan timbul, yakni learning loss atau hilangnya aktivitas pembelajaran di sekolah.
"Sehingga program pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK, yang termasuk laptop, adalah bagian dari upaya mitigasi risiko pandemi untuk memastikan pembelajaran murid-murid kita tetap berlangsung," kata Nadiem, dalam konferensi pers di The Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (10/6/2025). Dalam konferensi pers yang digelar sekira pukul 08.00 WIB itu, Nadiem tampak hadir didampingi oleh kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea.
Ia menjelaskan, pengadaan sejumlah piranti TIK dilakukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh.
"Kemendikbidristek melakukan pengadaan 1,1 juta unit laptop beserta modem 3G dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah dalam kurun waktu 4 tahun," jelasnya.
Selain untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh, katanya, perangkat TIK juga menjadi alat peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan.
"Dan juga untuk pelaksanaan asesmen nasional berbasis komputer atau ANBK yang menjadi instrumen sensus kami untuk mengukur capaian pembelajaran dan juga dampak daripada learning loss," tuturnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, dia menyadari dalam setiap kebijakan publik, soal pengawasan dan akuntabilitas menjadi hal yang tak bisa ditawar.
"Selama saya menjadi Mendikbudristek, setiap kebijakan dirumuskan dengan asas transparansi, keadilan, dan itikad baik," ucap Nadiem.
Dia lantas menyatakan siap apabila dipanggil Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan atau klarifikasi berkenaan dengan kasus ini.
"Saya siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan," kata Nadiem.
Nadiem menjelaskan, sebelum periode kepemimpinannya sebagai Mendikbudristek, telah dilakukan uji coba 500 unit laptop chromebook pada sekolah-sekolah yang termasuk di daerah yang tergolong 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Hal tersebut, jelasnya, berbeda dengan pengadaan laptop chromebook yang dilakukan di eranya, yang mana hanya boleh diberikan kepada sekolah-sekolah yang telah memiliki akses internet atau lembaga pendidikan non-3T.
"Itu berbeda dengan pengadaan chromebook yang hanya boleh diberikan kepada sekolah-sekolah bukan di daerah 3T, tapi di sekolah-sekolah yang punya akses internet," kata Nadiem.
Ia mengatakan, hal itu sudah terbukti dalam juknis pengadaan. Selanjutnya, Nadiem mengklaim, dalam proyek pengadaan ini, dia menjunjung asas transparansi dan asas meminimalisir konflik kepentingan.
Oleh karena itu, katanya, Kemendikbudristek tidak memiliki kewenangan dalam hal menentukan harga dan vendor penyedia produk laptop.
Kata Nadiem, proses pengadaan ini tidak melalui penunjukan langsung dan tidak melalui sistem tender. Melainkan, melalui e-catalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Dalam praktiknya, setiap calon vendor dapat secara bebas memasukkan produk mereka di e-catalog LKPP.
Kementerian dapat melakukan tawar-menawar harga dengan vendor di situs e-catalog tersebut dengan diawasi oleh LKPP.
Apabila sudah cocok dengan produk dari vendor tertentu, Kementerian akan memilih salah satu produk.
Kemendikbudristek mendapatkan harga laptop chromebook sekitar Rp 5 juta per unit dari harga penawaran awal Rp 6-7 juta.
"Kewenangan untuk menentukan harga dan juga penyedia vendor siapa saja yang bisa menawarkan produk itu tidak ada Kemendikbudristek," jelasnya.
"Itulah alasan kenapa proses pengadaannya bukan melalui penunjukan langsung, bukan melalui tender, tapi melalui e-catalog LKPP. Sehingga konflik kepentingan ini diminimalisir," tambah Nadiem.
Selain LKPP, Nadiem mengatakan, Kemendikbudritek meminta pendampingan kepada berbagai instansi untuk mengawal proyek pengadaan ini agar berjalan aman dan sesuai peraturan.
Di antara instansi yang dilibatkan, Nadiem menyebutkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Jadi sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini yang memang selalu kami mengetahui dari awal, pasti ada risikonya, dikawal dengan berbagai instansi," jelasnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengaku terkejut dengan adanya pemberitaan beberapa waktu belakangan, bahwa ada dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop tersebut.
Padahal, menurutnya, seluruh proses asas transparansi dan asas minimalisir konflik kepentingan sudah dilaksanakan.
Nadiem menyebut, dana untuk proyek pengadaan 1,1 juta unit laptop chromebook ini tidak hanya menggunakan APBN, tapi juga juga melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik dari pemerintah daerah.
Menurutnya, ada program evaluasi dan monitoring setelah pengadaan laptop ini berlangsung.
"Informasi yang saya dapat, pada saat itu di tahun 2023 adalah 97 persen daripada laptop yang diberikan ke 77 ribu sekolah tersebut itu aktif diterima dan teregistrasi," katanya.
"Dan kita melakukan sensus secara berkalan dan kita melakukan pertanyaan ke sekolah-sekolah yang menerima laptop, apakah mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran? Dan di tahun 2023 sekitar 82 persen daripada sekolah menjawab, mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran, bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah," tambah Nadiem.
Awal Mula Kasus Dugaan Korupsi Laptop
Sebelumnya, Kejagung menyatakan tengah mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan chromebook atau laptop dalam program digitalisasi di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, bahwa penyidik telah meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
"Penyidik pada Jampidsus telah menaikkan status ke tahap penyidikan terkait penanganan perkara dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022," kata Harli dalam keteranganya, Senin (26/5/2025).
Lebih jauh Hari pun menjelaskan bahwa pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.
Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Akan tetapi saat itu Kemendikbudristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.
Lebih jauh Harli menuturkan, bahwa diketahui Kemendikbudristek mendapat anggaran pendidikan total sebesar Rp 9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun pada 2019-2022.
Jumlah tersebut di antaranya dialokasikan sebesar Rp 3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook tersebut dan untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.
Atas dasar uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.
Kata Harli, hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesment Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
proyek laptop Nadiem Makarim
korupsi chromebook Rp 9 triliun
Nadiem Makarim Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook
Murid SD di Pangandaran Ogah Sekolah 2 Pekan Gegara Kecanduan HP Berakhir Terpaksa Dibujuk Polisi |
![]() |
---|
VIRAL Pak Polisi Pecahkan Kaca Truk, Curiga Angkut BBM Ilegal Ternyata Bawa Semangka |
![]() |
---|
Sosok dan Harta Kekayaan Fantastis Djamari Chaniago Menko Polkam Pengganti Budi Gunawan |
![]() |
---|
TERUNGKAP Isi Handphone Kerangka Manusia dalam Batang Pohon Aren, Sang Kakak Cek SIM Card |
![]() |
---|
NASIB Siswa SMA Aniaya Wakil Kepsek Sampai Babak Belur, Ayahnya yang Polisi Cuma Diam Nonton |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.