Berita Viral

Nasib Zarof Ricar Eks Pejabat MA yang Disebut Serakah, Emas dan Uang Rp 1 Triliun Dirampas

Nasib mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Editor: Juang Naibaho
Tribunnews.com/Jeprima/HO
DIRAMPAS NEGARA - Kolase mantan pejabat MA Zarof Ricar berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024) dan barang bukti uang Rp 1 triliun dan 51 kg emas untuk menyuap hakim MA terkait kasus Ronald Tannur. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat setelah menyatakan Zarof Ricar bersalah bermufakat jahat menyuap hakim agung dan menerima gratifikasi lebih dari Rp 1 triliun. 

TRIBUN-MEDAN.com - Nasib mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Zarof Ricar, yang disebut serakah oleh majelis hakim, dijatuhi hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. 

Bukan cuma itu, hakim memerintahkan agar uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang disita dari Zarof Ricar dirampas untuk negara.

“Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, majelis hakim menetapkan status barang bukti sesuai tuntutan Penuntut Umum, di mana aset hasil gratifikasi dirampas untuk negara,” kata Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

Majelis hakim menilai, Zarof terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo. 

Ia juga dinilai terbukti menerima gratifikasi lebih dari Rp 1 triliun.

Dalam pertimbangannya, Hakim Rosihan menyebutkan, jaksa penuntut umum juga meminta agar semua aset yang disita penyidik dari Zarof, termasuk uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas, dirampas untuk negara.

Ia lantas menyebutkan ketentuan Pasal 38 b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor yang menyatakan, pelaku korupsi harus melakukan pembuktian terbalik. 

“Terdakwa wajib membuktikan bahwa aset tersebut bukan hasil korupsi,” ujar Hakim Rosihan.

Sementara, Pasal 38 b Ayat 2 menyatakan bahwa jika terdakwa tidak bisa membuktikan hartanya bersumber dari pendapatan yang sah, maka hakim berwenang memutuskan semua atau sebagian harta itu dirampas untuk negara. 

Dalam perkara rasuah Zarof, majelis hakim menilai eks pejabat MA itu tidak bisa membuktikan bahwa uang dan emas senilai Rp 1 triliun bukan bersumber dari korupsi.

“Terdakwa gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut diperoleh secara legal melalui warisan, hibah, atau sumber penghasilan sah lainnya,” tutur Rosihan.

Selain itu, penyidik juga menemukan catatan berupa nomor perkara yang melekat pada kantong-kantong berisi emas atau uang dari rumah Zarof. 

Hal ini menunjukkan bahwa aset itu berhubungan dengan perkara yang ditangani di pengadilan.

“Mengindikasikan bahwa aset tersebut diperoleh dari gratifikasi yang berhubungan dengan penanganan perkara,” ujar Hakim Rosihan. 

Saat membacakan pertimbangan putusan, Hakim Rosihan menangis ketika menyebut perbuatan Zarof Ricar menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada MA dan peradilan di bawahnya.

Suara Hakim Rosihan bergetar dan tak lagi kuasa menahan tangisnya saat membacakan alasan memberatkan pada pembacaan putusan perkara Zarof. 

“Perbuatan terdakwa menciderai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung,” kata Hakim Rosihan.

Suara Rosihan terdengar tercekat. Ia tak bisa melanjutkan pertimbangan ketika membacakan perihal kondisi MA. “Dan badan peradilan di bawahnya,” lanjut Hakim Rosihan kembali terisak. 

Dengan suara yang masih berat, Hakim Rosihan melanjutkan, bahwa perbuatan Zarof juga menunjukkan sikap serakah. Padahal, hidupnya sudah berkecukupan. 

"Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda," tutur Hakim Rosihan.
 
Selain hal-hal memberatkan, majelis hakim juga mempertimbangkan alasan meringankan, yakni Zarof menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum. “Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga,” ujar Hakim Rosihan. 

Hakim Rosihan mengungkap alasan majelis tidak menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara bagi Zarof Ricar sebagaimana tuntutan jaksa. 

Rosihan beralasan, Zarof kini berusia 63 tahun sehingga ia dapat mendekam di penjara hingga usia 83 tahun jika divonis hukuman 20 tahun penjara. 

“Mempertimbangkan bahwa terdakwa pada saat persidangan telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” katanya.

Menurut hakim Rosihan, pihaknya perlu mempertimbangkan hukuman untuk Zarof dari sisi kemanusiaan. 

Pihaknya juga mempertimbangkan usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia yang mencapai 72 tahun. 

“Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” ujar hakim Rosihan. 

Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan manusia yang memasuki usia lanjut, yang cenderung menurun dan membutuhkan perawatan khusus.

Menurut dia, bagaimanapun aspek kemanusiaan dalam sistem hukum pidana tidak boleh diabaikan. “Meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius,” kata hakim Rosihan. 

Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa prinsip utama dalam menjatuhkan pidana maksimal hanya dilakukan dalam keadaan yang benar-benar luar biasa. 

Sementara, dalam kasus Zarof tidak ada korban jiwa maupun kerugian fisik secara langsung pada orang lain dan tidak ada kekerasan dalam kejahatan.

Selain itu, kasus dugaan TPPU Zarof saat ini masih bergulir di tahap penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung). 

“Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru karena tidak diakumulasi dengan perkara ini,” kata Hakim Rosihan.(*)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved