Berita Viral

Dituntut 7 Tahun Penjara Terkait Kasus Harun Masiku, Hasto: Sejak Awal Saya Sudah Memperhitungkan

Atas perbuatannya tersebut jaksa menuntut terdakwa Hasto Kristiyanto dengan hukuman penjara 7 tahun dan dengan Rp 600 juta.

Tribunnews/Jeprima
DITUNTUT 7 TAHUN PENJARA- Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidik kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menyimak keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). Kini Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun penjara. 

TRIBUN-MEDAN.com - Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun penjara.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merupakan terdakwa pada perkara kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Mengetahui tuntutan tersebut, Hasto mengaku sudah memperhitungkan hal tersebut.

Baca juga: Penampakan Prabowo Subianto Ibadah Umrah, Cium Hajar Aswad dan Tawaf Mengelilingi Kabah

Jaksa Penuntut Umum KPK saat membacakan surat tuntutannya dalam perkara tersebut untuk terdakwa Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, (3/7/2025).

"Hal-hal yang memberatkan. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa di persidangan.

Sementara itu hal yang meringankan tuntutan. Terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.

"Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, dan terdakwa belum pernah dihukum," jelas jaksa.

Baca juga: Adinata Kurniawan Harahap, Siswa SMA IP Adzkia Medan, Siap Kibarkan Merah Putih di Istana Merdeka

Penuntut umum di persidangan menyatakan terdakwa Hasto Kristianto telah terbukti sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana. Mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi.

"Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 21 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ke-1," tegas jaksa di persidangan.

Atas perbuatannya tersebut jaksa menuntut terdakwa Hasto Kristiyanto dengan hukuman penjara 7 tahun dan dengan Rp 600 juta.

SIDANG HASTO - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidik kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menyimak keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). Tahap pembuktian rampung, sidang tuntutan Hasto Kristiyanto di kasus Harun Masiku digelar 3 Juli 2025.
SIDANG HASTO - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidik kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menyimak keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). Tahap pembuktian rampung, sidang tuntutan Hasto Kristiyanto di kasus Harun Masiku digelar 3 Juli 2025. (Tribunnews/Jeprima)


"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristianto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider kurungan pengganti selama 6 bulan," jelas jaksa.

Sementara itu ditemui setelah persidangan Hasto Kristiyanto mengaku sudah memprediksi hal tersebut.

"Saya dituntut tujuh tahun. Dan apa yang terjadi ini saya sudah memperkirakan sejak awal ketika saya memilih suatu sikap politik untuk memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi, hal kedaulatan rakyat, pemilu yang jujur serta memperjuangkan supremasi hukum. Agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan. Sejak awal saya sudah memperhitungkan," kata Hasto kepada awak media setelah sidang tuntutan.

SIDANG DAKWAAN HASTO - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Jaksa KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku merendam telepon genggam miliknya melalui perantara Nurhasan.
SIDANG DAKWAAN HASTO - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Jaksa KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku merendam telepon genggam miliknya melalui perantara Nurhasan. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sidang selanjutnya mendengar pembelaan dari terdakwa Hasto Kristiyanto dan kuasa hukumnya digelar Kamis (10/7/2025) mendatang.

Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved