News Video

GERAKAN TUTUP TPL Semakin Masif di Kawasan Danau Toba, PGI : Gereja Tak Bisa Tinggal Diam 

Dalam perbincangan para pemimpin gereja yang tergabung dalam PGI, memumculkan beberapa point sebagai bentuk perlawanan hadirnya PT TPL

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Fariz

TRIBUN-MEDAN.COM, BALIGE - Dalam perbincangan para pemimpin gereja yang tergabung dalam PGI, memumculkan beberapa point sebagai bentuk perlawanan hadirnya PT TPL di kawasan Danau Toba. Sejumlah petinggi gereja bertemu bersama aktivis lingkungan di Hotel Sere Nauli, Laguboti, Kabupaten Toba pada hari ini, Senin (14/7/2025). 

Seruan tutup TPL semakin kencang. Bahkan, para pemimpin gereja yang tergabung dalam PGI meminta agar Presiden RI Prabowo Subianto segera menghentikan operasional PT TPL secara permanen. 

Diawali dengan peluncuran buku yang bejudul "Jeritan Bona Pasogit", para pendeta dan pastor tersebut turut mengupas isi buku yang menarasikan penderitaan masyarakat kawasan Danau Toba setelah hadirnya PT TPL, yang dulunya PT Indorayon.

Kesimpulan pertemuan dibacakan oleh Pastor Walden Sitanggang, OFM Cap, sebagai perwakilan JPIC Kapusin Medan. Ia menguraikan, alam yang rusak adalah bagian dari kontribusi hadirnya PT TPL di kawasan Danau Toba.

"Kerusakan alam bukanlah semata-mata soal ekologis, namun juga persoalan iman. Udara dicemari, pohon-pohon ditumbangi merupakan ulah pemilik modal kapitalis. Ciptaan Tuhan dirusak. Gereja tidak bisa diam," tutur Pastor Walden Sitanggang, OFM Cap, Senin (14/7/2025).

Dalam buku yang diinisiasi oleh PGI tersebut tertuang berbagai persoalan di kawasan Danau Toba. Kerusakan alam mengakibatkan sejumlah pergeseran nilai di tengah masyarakat. Selain dampak ekonomi, dampak sosial juga muncul.

"Dengan sungguh-sungguh mendengarkan jeritan jemaat dan masyarakat Sumatera Utara, khususnya yang berada di Bona Pasogit (kawasan Danau Toba) serta memperhatikan hasil kajian akademik yang diinisiasi PGI bersama para aktivis lingkungan hidup, akademisi dan dipubilkasi dalam buku Jeritan Bona Pasogit terkait dampak ekologi oleh keberadaan PT TPL," terangnya.

Ia  tuturkan, selama ini, pihaknya telah mendengar aspirasi masyarakat dan jemaat yang tinggal di kawasan Danau Toba soal kerusakan alam dan konflik agraria dengan TPL. 

"Melalui pertemuan para pemimpin gereja se-Sumatera Utara ini, kami mendengar jeritan masyarakat agar TPL berhenti operasionalnya adalah bentuk kekecewaan masyarakat yang tak boleh diabaikan," sambungnya.

Menurutnya, lahirnya seruan "Tutup TPL" adalah bagian dari kekecewaan masyarakat terhadap kehadiran PT TPL.

"Kekecewaan ini berdasar pada pengalaman nyata atas dampak ekonomi dan sosial. Disaksikan bahkan dialami langsung oleh msayarakat sekitar PT TPL berada," sambungnya.

Pihaknya meminta agar PT TPL tutup secara permanen. Setelah berganti nama dari PT Indorayon, PT TPL tetap melakukan hal sama hngga berdampak pada kerusakan alam.

"Oleh karena itu, kami gereja-gereja yang ada di Sumatera Utara memohon kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk menghentikan operasional PT TPL secara permanen," terangnya.

Selain itu, mereka juga meminta agar perusahaan memberikan hak karyawan tetap maupn buruh harian lepas manakala PT TPL tutup secara permanen.

"Meminta kepada pemerintah agar perusahaan memenuhi kewajibannya kepada seluruh buruh tetap dan buruh harian lepas yang muncul akibat penutupan PT TPL sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.

"Memohon kepada Gubsu danseluruh kepala daerah serta DPRD kawasan Danau Toba untuk bersama-sama gereja dan masyarakat berjuang bersama untuk penutupan PT TPL," pungkasnya.

(cr3/www.tribun-medan.com).

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved