Berita Viral
EKSPRESI Kopda Bazarsah Dituntut Hukuman Mati dan Dipecat dari TNI, Tembak Mati 3 Polisi Lampung
Perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa Bazarsah terbukti dan memenuhi tiga unsur sesuai dakwaan primer Oditur
TRIBUN-MEDAN.com - Beginilah ekspresi Kopda Bazarsah dituntut hukuman mati.
Selain dituntut hukuman mati, a juga dituntut agar dipecat dari TNI.
Hal ini terkait kasus tembak mati 3 polisi di Lampung.
Baca juga: ALIBI Guru yang Bully Murid Hingga Berujung Akhiri Hidup: Ogah Mengaku, Sebut Gegara Tak Naik Kelas
Kopda Bazarsah dituntut hukuman mati dalam kasus penembakan yang menewaskan tiga anggota Polsek Negara Batin Lampung.
Amar tuntutan dibacakan Oditur di hadapan majelis hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (21/7/2025).
Menurut Oditur perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan, kepemilikan senjata api secara ilegal, dan pengelolaan judi tanpa izin sebagaimana tiga dakwaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, serta Pasal 303 KUHP Jo Pasal 55 tentang perjudian.
Baca juga: Marc Marquez Diprediksi Kunci Gelar Juara Dunia MotoGP 2025 di Mandalika
Sehingga terdakwa layak mendapat hukuman mati dan dikenakan pidana tambahan.
"Menyatakan perbuatan terdakwa Kopda Bazarsah terbukti sebagaimana tiga dakwaan pasal primer. Maka dari itu kami menuntut terdakwa dihukum mati, lalu memberikan pidana tambahan yakni dipecat dari TNI," ujar Oditur militer Letkol CHK Darwin Butar Butar.
Perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa Bazarsah terbukti dan memenuhi tiga unsur sesuai dakwaan primer Oditur yakni barang siapa, dengan sengaja dan perencanaan, serta merampas nyawa orang lain.

Serta unsur yang didakwaan pada dua dakwaan lainnya juga dianggap terpenuhi.
Menurut Oditur hal yang memberatkan adalah perbuatannya mencemarkan nama baik TNI di mata masyarakat, perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan sumpah sapta Marga prajurit, merusak sendi-sendi disiplin TNI, serta menyebakan kematian tiga orang anggota polisi dan luka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Baca juga: Dijanjikan Usaha Monza, Kasatpol Air Tanjungbalai Diduga Bohongi Adik Kandungnya
"Oleh karena hal itu perbuatan terdakwa layak mendapatkan hukuman maksimal yakni hukuman mati dan diakhiri (dipecat) dari militer, " lanjut Oditur.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa nihil.
Sepanjang oditur militer membacakan tuntutan terdakwa Kopda Bazarsah terlihat tetap berdiri tegap dan tidak terlihat menangis atau pasrah.
Keluarga Polisi Minta Hukuman Mati
Suasana di Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (30/6/2025) terasa berat dan sesak oleh duka saat dilaksanakan sidang lanjutan kasus penembakan tragis tiga anggota polisi Way Kanan oleh Kopda Bazarsah.
Namun, sorotan utama bukan pada terdakwa di kursi pesakitan, melainkan pada tiga perempuan di barisan pengunjung yang hatinya telah hancur berkeping-keping.
Milda Dwiyani datang dengan membawa kenangan suaminya dalam sebuah foto.
Pernikahan mereka baru berjalan setahun lebih, sebuah waktu yang terlalu singkat untuk membangun bahtera rumah tangga.
Kini, ia harus seorang diri membesarkan buah hati mereka, seorang bayi mungil yang baru berusia 6 bulan.
Bayi itu tidak akan pernah mengenal hangatnya dekapan sang ayah. "Perasaan saya sangat sedih," ucap Milda dengan suara bergetar.
"Apalagi saya masih punya anak kecil usianya baru 6 bulan. Dia masih butuh sosok ayah, bagaimana masa depannya?"
Pertanyaan itu menggantung di udara, sebuah jeritan hati seorang ibu muda yang dunianya runtuh seketika.
Bagi Milda, kehilangan suami bukan hanya kehilangan pasangan hidup, tetapi juga merenggut figur ayah yang krusial bagi putranya.
"Bagaimana masa depan anak saya," tanyanya lagi, lebih pada dirinya sendiri, seolah mencari jawaban yang tak akan pernah datang.
Duka yang sama terpancar dari wajah Sasnia, istri dari almarhum Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto.
Ingatannya terlempar pada hari nahas itu. Sebuah kenangan sederhana namun kini terasa begitu menyayat.
"Masih ingat saya, Pak," tutur Sasnia, mengenang percakapan terakhirnya dengan sang suami.
"Bapak waktu itu pesan ke saya, masak yang banyak karena anggota nanti buka puasa di asrama."
Permintaan itu ia penuhi. Makanan telah siap terhidang, menunggu kepulangan para abdi negara yang bertugas.
Namun, yang datang bukanlah kabar gembira, melainkan berita duka. Masakan itu tak pernah sempat disantap oleh suaminya.
"Masakan sudah siap, tapi ada kejadian ini," katanya lirih.
Di sudut lain, Suryalina memeluk foto putranya, Briptu Anumerta Ghalib. Air matanya adalah cerminan dari tragedi ganda.
Ia telah lebih dulu kehilangan suaminya. Ghalib, putra satu-satunya, adalah pelita harapan yang tersisa dalam hidupnya. Kini, pelita itu telah dipadamkan secara paksa.
"Saya sudah kehilangan suami dan sekarang anak saya juga meninggal dengan cara seperti ini," rintihnya pilu.
"Dia harapan saya satu-satunya, sekarang tidak ada lagi."
Meski datang dari tiga keluarga berbeda, hati Milda, Sasnia, dan Suryalina menyuarakan satu tuntutan yang sama, sebuah permohonan yang lahir dari puncak kepedihan, hukuman mati untuk terdakwa.
Bagi mereka, proses hukum bukan sekadar mencari keadilan prosedural. Mereka tidak ingin terjebak dalam perdebatan soal SOP atau teknis lainnya.
Yang mereka inginkan adalah keadilan yang setimpal atas tiga nyawa yang telah direnggut.
"Keinginan saya, saya ingin hakim jujur," tegas Milda.
"Karena terdakwa sudah menghilangkan nyawa 3 korban. Saya ingin terdakwa dihukum mati." lanjutnya.

Suasana haru dan penuh emosi juga menyelimuti Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (30/6/2025), saat istri dan ibu dari korban penembakan oleh Kopda Bazarsah bersujud di hadapan majelis hakim.
Mereka memohon agar terdakwa dijatuhi hukuman mati atas perbuatannya yang telah merenggut nyawa anggota keluarga mereka.
Ketiganya, yakni Sasnia (istri almarhum AKP Anumerta Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin), serta ibu dari almarhum AKP Anumerta Lusiyanto dan ibu dari korban lainnya, kompak bersujud setelah memberikan keterangan sebagai saksi tambahan.
Isak tangis tak terbendung, menggambarkan kedalaman duka yang mereka rasakan.
"Kami tidak tahu melanjutkan kehidupan kami seperti apa yang mulia. Baik saya dan istri Petrus yang kehilangan suami dan ada ibunya Ghalib kehilangan anak. Karena sudah kehilangan tulang punggung keluarga kami pak," ujar Sasnia dengan suara bergetar, merujuk pada dampak fatal kepergian sang suami dan anak bagi keluarga mereka.
Dalam permohonan mereka, istri dan ibu korban secara tegas meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Kopda Bazarah.
Bagi mereka, hukuman tersebut adalah satu-satunya yang setimpal dengan perbuatan terdakwa yang telah menyebabkan kesedihan mendalam dan tak terhingga bagi seluruh keluarga.
"Suami saya orang benar-benar pak tidak ada dia menerima uang hasil judi. Saya mohon agar terdakwa dihukum mati," tambah Sasnia, menepis kemungkinan adanya motivasi lain di balik penembakan tersebut dan menekankan integritas almarhum suaminya.
Melihat adegan yang menyayat hati ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto, berusaha menenangkan keluarga korban.
"Ibu dari awal ikut persidangan. Saya sebagai majelis hakim berdiri di posisi netral di tengah, ada oditur, ada penasehat hukum. Ada ibu juga sebagai korban, kami perlu mendengar keterangan ibu agar kami bahan komprehensif untuk mempertimbangkan hal ini," ujarnya, sembari mencoba meyakinkan bahwa setiap keterangan akan menjadi bahan pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.
Sidang kasus penembakan yang melibatkan Kopda Bazarah ini terus menarik perhatian publik, terutama dengan adanya momen emosional dan permohonan hukuman mati dari keluarga korban.
Melihat tangisan para perempuan dari keluarga para korban, Kopda Bazarsah tampak meneteskan air mata sesekali menyekanya dengan tangan sendiri.
Raut penyesalan terlihat jelas di wajahnya.
Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com
(*/Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.