Refleksi Kemerdekaan: Mindshift untuk Hidup Lebih Bermakna Oleh : U.P. Magga Panno Johny, BBA., CPC.

Refleksi Kemerdekaan: Mindshift untuk Hidup Lebih Bermakna Oleh: U.P. Magga Panno Johny, BBA., CPC.

Editor: Aisyah Sumardi
TRIBUN MEDAN / HO
Refleksi Kemerdekaan: Mindshift untuk Hidup Lebih Bermakna 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Konsep "mind shift" secara umum tidak dapat dikaitkan dengan satu tokoh atau waktu yang spesifik untuk pertama kali. Namun, gagasan tentang perubahan pola pikir atau pergeseran paradigma telah menjadi topik yang dibahas sejak zaman filsuf kuno seperti Plato dan Aristoteles dalam konteks perubahan pandangan dan pengetahuan. 

Manusia sebagai mahkluk berpikir, setiap manusia dilahirkan disertai dengan potensi pikir. (Iswadi, M.Pd. 2021)

Apakah 2569 tahun yang lalu Buddha telah menggagas dan mempertegas konsep dasar mind shift sebagaimana umat Buddha memahami “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya” (Dhp 2).

Dalam konteks modern, istilah "mind shift" sering digunakan secara luas untuk menggambarkan perubahan cara berpikir yang mendalam dalam bidang psikologi, pengembangan diri, dan manajemen perubahan. 

Erwin Raphael McManus (2023) melalui bukunya yang berjudul "Mind Shift: It Doesn’t Take a Genius to Think Like One" yang menjelaskan bahwa perubahan pola pikir adalah kunci untuk meningkatkan eksekusi, performa, dan efektivitas dalam hidup. Ia menekankan pentingnya mengubah pikiran sebagai langkah awal untuk mencapai perubahan dalam hidup dan kesuksesan. Konsep mind shift ini juga mencakup kerangka mental yang membantu individu mengatasi keterbatasan dan mencapai potensi optimal mereka.

Singkatnya, mindshift adalah perubahan mendasar dalam cara berpikir yang membuka jalan bagi pertumbuhan pribadi dan keberhasilan dalam berbagai aspek hidup; intelektual; spiritual; dan emosional; serta fisik. Mindshift memungkinkan transformasi dari pola pikir yang statis ke pola pikir yang dinamis dan berkembang sebagaimana yang kita (umat Buddha) yakini annica, dukkha, anatta. 

McManus “If my mind can be structured for failure, then it can also be structured for success.”- Jika pikiran saya bisa disusun sedemikian rupa untuk menuju kegagalan, maka ia juga bisa disusun sedemikian rupa untuk menuju keberhasilan. Oleh sebab itu pikiran harus dilatih. Karena pikiran mudah goyah dan tidak tetap; pikiran susah dikendalikan: dan dikuasai. 

Orang bijaksana meluruskan pikiran bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah. (Dhp 33) Bagaimana mindshift dapat mengantarkan kita ke hidup yang bermakna?

​Arti hidup/hi·dup/ v 1 masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (KBBI). Menurut Dharma, kita perlu bersyukur karena kita masih memiliki potensi besar karena dilahirkan sebagai manusia, bagaikan penyu laut buta yang muncul ke permukaan setiap seratus tahun sekali dapat memasukkan lehernya ke dalam gelang berlubang tunggal. (S.N. 56.48). 

Tugas kita adalah mengkontemplasikan Empat Kebenaran Mulia (ini dukkha…ini munculnya dukkha.. ini munculnya dukkha.. ini berhentinya dukkha.. ini jalan menghentikan dukkha agar hidup lebih bermakna.

​Apa yang ada? Mata dan wujud, telinga dan suara, hidung dan bebauan, lidah dan cita rasa, tubuh dan sentuhan, kekuatan pikir dan konsep. (S.N. 35.23). Inilah yang ada yang disebut alam (loka), apa pun yang mengalami perubahan. (S.N. 35.82). 

Melalui pancaindera dan pikiran (salayatana) diserta kesadaran, manusia memunculkan kontak, kemudian berlanjut ke state berikutnya; sensasi-tanha (rasa tak berkecukupan)-upadana (rasa butuh)-bhava (menajdi)-kelahiran(jati)-penuaan dan kematian (jaramarana). (S.N. 35.107)

​Pengalaman manusia, apakah bermakna atau tidak, tergantung bagaimana seseorang merespon kontak (phasa) dan sensasi (vedana). 

Apakah terlatih atau tergerus tanha. Lewat tiga hal orang bijaksana dapat dikenali: lewat perilaku tubuh, ucapan, dan pikiran yang baik. (A.III.2). 

Ketika kehidupan kita di dominasi reaksi atas landasan penolakan (dosa), ketertarikan (lobha), dan delusi (moha). Ini akan berdampak pada rendahnya kualitas hidup kita.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved