TRIBUN-MEDAN.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan meminta agar pemerintah dapat menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan, terutama yang menjadi relawan Covid-19.
Ketua IDI Medan, dr. Wijaya Juwarna Sp-THT-KL, beberapa tenaga kesehatan di Medan masih mengeluhkan kekurangan APD.
"Sebagian masih mengeluhkan kurangnya APD. Beberapa dokter memakai masker N95 selama tujuh hari, baru kemudian diganti," ungkap dr Wijaya, Minggu (2/8/2020).
Dikatakannya, pihaknya terus mengingatkan agar rumah sakit maupun dokter untuk memastikan ketersediaan APD untuk para tenaga medis ini.
"Mengenai APD, IDI senantiasa berkoordinasi dengan RS dan para dokter untuk senantiasa memenuhi kebutuhan APD. Juga setiap pemberitaaan dan rapat di DPRD kami selalu berusaha menyuarakan," katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia atau PDUI Cabang Sumut, dr Rudi Rahmadsyah Sambas mengatakan ketersediaan APD di Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan seperti klinik masih kurang.
"Masalah APD juga khusus nya di puskes dan di faskes klinik masih minim. Kalau bisa pemerintah melakukan sidak atau kunker kunjungan kerja mendadak enggak usah ramai-ramai hanya beberapa orang saja. Memastikan maksimal enggak APD nakes di fasilitasi kesehatan yg melayani masyarakat di Kabupaten/Kota di Sumut masih kurang," katanya, Minggu.
Rudi mengatakan bahwa perlu adanya evaluasi kinerja dari Gugus Tugas untuk mencegah jatuhnya tenaga medis yang terpapar Covid-19.
"Segera evaluasi kinerja Gugus Tugas Sumut agar jangan ada lagi dokter dan nakes gugur," tambahnya.
Jangan Digabung
Wijaya Juwarna menilai kebijakan New Normal yang diberlakukan di Medan terkesan terburu-buru sehingga dampak yang dihasilkan cenderung kurang bisa dikendalikan terkhusus dari segi risiko terpapar virus corona.
"Solusinya menurut saya harus dari hulunya. Kebijakan New Normal yang terkesan agak terburu-buru membuat kelonggaran terutama pada tempat-tempat keramaian. Masih banyak kita lihat yang tidak disiplin memakai masker," ungkap dr Wijaya.
Selain itu, kata Wijaya, sebaiknya hanya sebanyak hanya 30 persen rumah sakit di daerah yang khusus menangani Covid-19.
"Tidak boleh lebih dari itu. Sehingga 70 persen lagi masih sehat dan minimal penyebaran/paparan terhadap tenaga kesehatan dan pasien non-Covid 19. Diperlukan sistem karantina, tidak gabung atau satu lokasi dengan pasien non-Covid-19," tuturnya.
Rudi Rahmadsyah Sambas mengatakan, perlu adanya sistem piket yang memungkinkan tenaga medis dapat beristirahat dengan cukup. (cr14)