TRIBUN-MEDAN.COM - Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) Jalur Zonasi masih terus menjadi kontroversi. Tak terkecuali tahun ini. Polemik yang mencolok adalah adanya dugaan rekayasa alamat rumah atau domisili calon siswa agar koordinatnya berada pada jarak yang paling dekat dengan alamat sekolah tujuan.
Modusnya beragam. Mulai dari membuat Kartu Keluarga (KK) baru sampai “menumpangkan” nama anak di KK kerabat yang memang berdomisili di dekat sekolah. Ada pula yang memakai semacam surat keterangan pindah.
Dari sisi regulasi, ini sah-sah saja, sesuai amanat Permendikbud yang menyebut syarat untuk PPDB jalur zonasi adalah KK yang didaftarkan memiliki usia pengurusan minimal satu tahun sebelum pendaftaran PPDB dibuka.
Namun kecenderungan ini tak ayal sangat merugikan bagi para calon siswa yang benar-benar berdomisili di wilayah zonasi itu.
Tribun merunut perbandingan penerimaan siswa baru lewat jalur zonasi di SMA Negeri 15 Medan Sunggal dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun pertama regulasi diberlakukan, calon siswa yang berjarak domisili 3 kilometer dari sekolah yang terletak di kawasan Jalan Pembangunan ini masih dapat lolos.
Namun makin ke sini, jarak domisili yang lolos untuk diterima semakin pendek. Teranyar, pada tahun angkatan 2022, jarak paling jauh dari sekolah adalah 1,2 kilometer, atau “terpangkas” lebih dari separuhnya.
Data diperoleh Tribun, pada jajaran 10 besar calon siswa diterima di SMA ini, rata-rata memiliki jarak domisili di angka 100 sampai 200 meter dari sekolah.
Muncul pertanyaan, apakah dalam kurun waktu –katakanlah– tiga tahun, jumlah warga di seputaran wilayah zonasi SMA Negeri 15 memang bertambah sedemikian pesat?
Kepling Lingkungan (Kepling) IX Kelurahan Sunggal, Jhon Freddy Purba, saat disambangi Tribun sempat menyergitkan kening saat membaca nama-nama yang calon siswa lulus yang tertera pada portal PPDB jalur zonasi untuk SMA Negeri 15. Purba mengaku tidak mengenal satu pun nama di jajaran sepuluh besar itu.
“Jadi kalau untuk radius 100 sampai 200 meter jelas masih dalam lingkungan saya. Bahkan sampai kurang 800 meter pun masih lingkungan saya. Nah, ini ditulis 100 sampai 200 meter. Artinya, kan, rumah mereka dekat sekali dari sekolah. Bisa di depan, samping kiri dan kanan, atau di belakang sekolah. Namun, kok, saya enggak pernah tahu, ya, nama-nama ini,” ucapnya.
Namun begitu, Purba tidak mau menyebut bahwa nama-nama ini bukan anak atau keluarga dari warganya. Kepada Tribun ia menyebut akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Pastinya dari nomor satu sampai sepuluh, sejauh saya menjadi kepling di sini, saya belum pernah tahu nama-namanya. Logikanya, kalau masih radius seratusan meter mudah-mudahan saya masih kenal, lah, warga saya. Mungkin saya akan memeriksanya lagi. Mungkin saja saya enggak kenal mereka tapi kenal orang tuanya atau kerabatnya. Nanti saya cek lagi siapa tahu memang ada kekeliruan,” ujarnya.
Tribun mencoba menelusuri alamat-alamat pada calon siswa berdasarkan posisi calon sisiwa diterima pada portal PPDB jalur zonasi. Seorang calon siswa berinisial MIDS beralamat domisili “sepelemparan batu” dari kompleks SMA Negeri 15. Rumahnya, yang terletak di satu komplek perumahan, siang itu kelihatan sepi.
“Yang tinggi di sana seorang ibu sama dua anaknya. Masih kecil-kecil anaknya setahu saya. Masih TK atau mungkin SD, ya, enggak tahu persis, tapi yang pasti bukan remaja usia SMA. Mereka tinggal bertiga saja. Suaminya sudah meninggal,” kata D, penjaga kompleks kepada Tribun.
D bilang, perempuan dengan dua anak tersebut sudah lama tinggal di kompleks ini.
Rumah calon siswa lain, FRI, terletak di kawasan Jalan Bersama. Juga sangat dekat dengan sekolah. Tidak sampai hitungan 200 meter. Berbeda dengan MIDS, alamat domisili FRI terletak di kawasan permukiman umum warga. Namun jarak antarsatu rumah dengan rumah yang lain agak berjauhan, dan Tribun tidak berhasil menemukan alamat sebagaimana tertera pada keterangan domisili.
Terdapat banyak lingkungan di kawasan seputaran Kompleks SMA Negeri 15. Terdekat adalah Lingkungan IX dan Lingkungan X. Alamat domisili FRI terletak di Lingkungan X. Namun, Kepling X, Safi’i, saat dikonfirmasi menyebut dirinya tak tahu nama calon siswa itu.
“Kita nggak ingat-ingat persis juga. Di sana rumahnya agak jarang-jarang. Kebanyakan pabrik. Kan, ada juga, ya, yang cuma KK-nya saja yang di situ, tapi nggak tinggal di situ. Ada juga yang sebaliknya, KK-nya di daerah lain, misalnya di Deliserdang, tapi tinggalnya di Medan. Biasa itu,” ucapnya.
Saat ditanya apakah dirinya pernah mengetahui atau melakukan pengurusan warga di luar lingkungan untuk pindah ke lingkungannya sebagai syarat mengikuti PPDB jalur zonasi, Safi’i tegas membantah.
“Oh, kalau itu saya nggak tahu. Mungkin sama kepling yang lama, saya nggak tahu juga. Saya kepling baru. Atau coba ditanya langsung saja, lah, sama nama bersangkutan. Apa benar dia tinggal di alamat itu atau cuma KK-nya saja. Kalau saya tahunya di sana memang sedikit rumah, banyak gudang,” ujarnya.
Jarak Berbeda
Sejumlah nama lain di jajaran sepuluh besar juga tidak dikenali warga sekitar alamat domisilinya. “Siapa tadi namanya? Kalau itu nggak tahu saya. Siapa nama bapak atau ibunya,” kata Y, seorang pedagang kios kelontong di kawasan Jalan Bunga Raya I.
Tiga calon siswa lulus yakni ARN, AMN, dan RHA, beralamat di sana. ARN dan AMN, berdasarkan data diperoleh Tribun, merupakan anak dari orang tua yang sama yakni YN.
Namun anehnya, pada portal PPDB jalur zonasi ditulis, jarak domisili keduanya berbeda. ARN berjarak 138 meter sedangka AMN 180 meter.
Apakah mereka tidak tinggal satu rumah walau memiliki orang tua yang sama? Atau mungkinkah nama orangtua mereka memang sama persis? Adapun jarak domisili RHA yang merupakan anak dari HS adalah 123 meter, berselisih 15 meter saja dari rumah ARN.
“Saya nggak kenal nama-nama itu. Bapaknya nggak kenal. Apa betul itu alamatnya di sini? Karena kalau orang lama di sini saya pasti kenal,” ujar Y.
Senada Y, warga lain bernama A juga mengaku tidak pernah mengenal nama-nama yang tertera pada daftar. A sudah bertahun-tahun tinggal di kawasan Jalan Pembangunan.
“Kalau ditanya nama-nama ini terus terang aku nggak tahu. Nggak pernah dengar ada nama itu di sini. Tapi mungkin juga aku salah. Ibarat kata kenal rupa tak kenal lama. Mungkin saja selama ini kenal wajahnya, tahu nama panggilannya, tapi enggak tahu nama aslinya. Yang pasti, untuk nama-nama yang ada di sini aku nggak tahu,” sebutnya.
Namun keterangan dua kepling dan warga, berbanding terbalik dengan pernyataan Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Medan, Gokman Sianturi.
Disebutnya, setelah dilakukan pemeriksaan ulang terhadap data para calon peserta didik yang lulus jalur zonasi, pihaknya memastikan tidak ada kesalahan. Tak terkecuali mereka yang berjarak domisili 100 sampai 200 meter dari sekolah.
“Didampingi petugas kita, yang sepuluh besar itu kita cek lagi KK-nya. Ternyata memang benar domisilinya di dekat-dekat sini. Tinggal di perumahan di depan itu (depan sekolah, red) sama di belakang,” kata Gokman kepada Tribun, tengah pekan lalu.
Ia menyebut, kepada para orang tua calon peserta didik yang lulus dalam zonasi sebelumnya sudah disampaikan bahwa kita akan melakukan cek dan verifikasi ulang untuk mengetahui apakah domisili mereka memang sesuai KK.
“Jadi saya bilang sama orangtua dan anaknya, apakah siap jika di lakukan pengecekan langsung ke rumahnya. Mereka bilang bersedia, karena memang rumahnya di dekat sekolah dan semuanya anak kandung,” ucapnya seraya menambahkan, pihaknya masih menunggu hingga 2 Juli 2022 untuk para peserta didik yang mendaftar melalui jalur zonasi untuk melakukan pendaftaran ulang.
“Yang 10 besar itu, di bawah 200 meter rumahnya sudah diverifikasi ulang, dan, sekali lagi, saya pastikan mereka semua tinggal di dekat sekolah. Begitu pun, kalau ada temuan-temuan, laporkan ke kami. Sampaikan segera. Kita tunggu sampai tanggal 2 Juli, kalau memang masih ada yang yang merasa menemukan ketidaksesuaian data para calon peserta didik yang mendaftar jalur zonasi,” katanya.
Pengurusan Meningkat
Dugaan kecurangan dalam PPDB jalur zonasi juga mencuat lantaran diketahui banyak orang tua siswa yang melakukan pengurusan Surat Keterangan Domisili (SKD). Sejak tahun ajaran 2020-2021, syarat untuk PPDB jalur zonasi tidak lagi hanya menggunakan KK, tetapi juga bisa dengan melampirkan SKD.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadisdukcapil) Medan, Baginda Siregar, menyebut pengurusan KK dan SKD dalam satu tahun terakhir memang meningkat.
Namun ia mengelak saat disebut apakah KK dan SKD yang diurus tersebut digunakan warga untuk kepentingan pendaftaran PPDB jalur zonasi.
“Kalau disebut langsung tujuannya seperti itu, tentu kami tidak tahu, ya. Dalam pengurusan, terpenting adalah warga melengkapi syarat-syarat yang diminta. Jika syaratnya lengkap langsung kami proses,” ucap Baginda seraya menyebut, sepanjang yang ia ketahui, syarat KK untuk PPDB zonasi adalah KK bersangkutan yang usia tahun pengurusannya minimal satu tahun sebelum pendaftaran.
“Apakah mungkin ada orang tua siswa yang memang sudah merencanakan perpindahan KK satu tahun ke belakang untuk mengikutkan anaknya PPDB zonasi, sekali lagi, tentu kami tidak tahu,” ujarnya.
Staf Disdukcapil Medan yang namanya tak ingin disebut, mengutarakan hal yang sama. “Untuk keperluannya apa, kita tidak tahu, karena setiap ada warga buat KK baru kita tidak ada pertanyaan untuk keperluan yang lebih spesifik seperti PPDB. Jika syarat lengkap langsung kita proses,” sebutnya.
Disebutnya, dalam dua bulan terakhir jumlah warga yang mengurus KK maupun SKD meningkat. Terutama sekali SKD atau keterangan menetap lama.
“Cukup banyak, terutama dua minggu belakangan, ya. Hampir setiap hari ada, minimal 100 orang. Kami tidak tahu surat keterangan menetap lama ini digunakan untuk pendaftaran PPDB atau bukan. Pastinya, sekali lagi, jika syaratnya jelas dan lengkap [dalam pengurusan surat keterangan menetap lama harus ada keterangan kepala lingkungan setempat], kami layani,” ujarnya.
Pintu Masuk Kecurangan
- Kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) Jalur Zonasi diduga kembali terjadi di sejumlah SMA Negeri di Medan
- Dalam daftar hasil seleksi penerimaan calon siswa jalur zonasi SMA Negeri 15 Medan terdapat sejumlah siswa lulus yang memiliki orang tua yang sama namun berjarak alamat domisili berbeda
- Kepala Lingkungan setempat yakni Kepala Lingkungan IX dan X Kelurahan Sunggal mengaku tidak mengenal nama-nama siswa yang lulus
- Kepala SMA Negeri 15 membantah siswa-siswa yang lulus, terutama yang berada di jajaran 10 besar dan berjarak domisili kurang 200 meter dari sekolah, menggunakan alamat domisili palsu.
- Selain Kartu Keluarga (KK), regulasi yang memperbolehkan penggunaan Surat Keterangan Domisili (SKD) diduga menjadi pintu masuk kecurangan.
- Kepala Disdukcapil Kota Medan mengakui pengurusan KK dan SKD meningkat dalam beberapa waktu terakhir tapi tidak tahu kedua surat keterangan kependudukan ini digunakan untuk mendaftar PPDB jalur zonasi atau keperluan yang lain.
(cr5/cr11/cr28)