TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Usai KPK menetapkan Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto tersangka, Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI angkat bicara.
Diketahui, Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto menerima suap dari pihak kontraktor pada sejumlah proyek.
Tak tanggung-tanggung, Henri Alfiandi diduga menerima suap mencapai Rp 88 miliar.
Sebagian dari terduga penyuap itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Baca juga: Pura-pura Sedih Lihat Istri Tewas Gantung Diri, Diselidiki Suami yang Bunuh, Ini Kronologinya
Dikutip tribunmedan.com dari serambinews.com, Komandan Puspom atau Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko mengaku keberatan dengan penetapan tersangka yang dilakukan KPK kepada Marsdya Hendri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto.
Sebab, kata Marsda Agung, pihak militer mempunyai ketentuan atau aturan tersendiri dalam menangani anggotanya yang terlibat perkara hukum.
“Dari pihak kami, terus terang keberatan ditetapkan sebagai tersangka, terutama dari pihak militer, karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri,” kata Agung dalam konferensi persnya di Jakarta pada Jumat (28/7/2023).
Baca juga: Tak Merasakan Perlindungan di Rumahnya, Putri Pinkan Mambo Buka Suara Soal Pelecehan Ayah Tiri
Marsda Agung menuturkan, pada awalnya pihak Puspom TNI memang dilibatkan dalam mengusut perkara korupsi di Basarnas tersebut.
Pihaknya pun langsung mengirimkan tim untuk berkoordinasi dengan KPK setelah penangkapan Letkol Afri Budi Cahyanto.
Hanya, koordinasi yang dilakukan sampai kasus itu dinaikkan ke tahap penyidikan.
Namun, belakangan pada saat konferensi pers, keluarlah pernyataan dari KPK yang menetapkan Kabasarnas Marsdya Henri dan Letkol Afri Budi sebagai tersangka.
Agung menyayangkan pernyataan KPK tersebut.
Baca juga: 19 Tahun Tunangan, Michelle Yeoh dan Jean Todt Akhirnya Menikah, Ini Sosok Suaminya
Padahal, Agung menegaskan, untuk penetapan tersangka terhadap Marsdya Henri dan Letkol Afri Budi merupakan kewenangan TNI.
Hal tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Kita punya aturan masing-masing. Kami TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka. Begitu juga harapan kami KPK juga demikian,” kata Agung.
Henri Nilai Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sesuai Prosedur
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi menilai bahwa penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya tidak sesuai prosedur.
Meski bersikap menerima status hukum yang disematkan KPK, Henri mempersoalkan prosedur tersebut.
Baca juga: Kesaksian Warga Lihat Dua Emak-emak Tewas Ditabrak Kereta Api di Sergai, Sempat Diteriaki
Sebab, selain menjabat Kepala Basarnas, ia juga anggota TNI Angkatan Udara (AU).
“Ya diterima saja (status tersangka), hanya kok enggak lewat prosedur ya, kan saya militer,” kata Henri Alfiandi saat dihubungi, Kamis (27/7/2023).
Ketika ditanya lebih lanjut apakah tindakan hukum KPK itu bisa membuat Panglima TNI Laksamana Yudo Margono tersinggung, Henri Alfiandi enggan menjawab.
Ia meminta persoalan tersebut langsung ditanyakan kepada Yudo Margono.
“Please tanyakan beliau,” ujarnya.
Baca juga: 10 Tahun Menjadi TNI AL Gadungan hingga Diterima sebagai Satpam Perumahan, Ini Pengakuan UH
Adapun bawahan yang dimaksud adalah Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto. Ia menjabat Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Afri diketahui terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) pada 25 Juli 2024.
Sebab, diduga menerima suap dari swasta.
Menurut Henri Alfiandi, uang itu digunakan untuk kebutuhan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu (kebutuhan kantor),” kata Henri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/7/2023).
Bahkan, Henri mengatakan, punya catatan penggunaan dana yang diterima dengan rapi.
“Saya kan bukan malaikat juga. Makanya semua tercatat rapi,” kata Henri.
Baca juga: Sakit Hati Kerap Dituduh Selingkuh, Suami di Bengkalis Bunuh Istrinya dan Gantung Mayat di Kamar
Namun demikian, jenderal TNI bintang tiga itu enggan menjelaskan lebih lanjut kebutuhan kantor dimaksud.
Ketika ditanya apakah keperluan itu untuk operasional tim search dan rescue (SAR) di lapangan, Henri juga tidak mau menjawab.
“Nanti detailnya ya. Sementara itu dahulu,” kata Henri Alfiandi.
(tribunmedan)