TRIBUN-MEDAN.com - Klaim loyalis Presiden ke-7 Jokowi, yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina, langsung dimentahkan oleh kubu Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla
Silfester Matutina yang berstatus terpidana 1,5 tahun penjara dalam kasus fitnah dan pencemaran nama baik Jusuf Kalla, mengklaim sudah bertemu dan berdamai dengan JK.
“Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” kata Silfester sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait perkara ijazah Jokowi, di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025) dilansir Kompas.com.
Ia pun mengaku telah menjalani proses hukum atas kasus yang menjeratnya. “Dan sebenarnya, urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik,” ujar dia. Kendati demikian, Silfester enggan menjelaskan lebih lanjut terkait proses hukum yang sudah dijalankannya.
Belakangan, klaim Silfester dimentahkan langsung oleh kubu Jusuf Kalla.
Muchlisa Kalla, anak sulung Jusuf Kalla, menyebut Silfester Matutina melakukan pembohongan publik.
Ia bahkan menegaskan, secara pribadi tidak pernah kenal dengan Silfester, apalagi sampai bertemu.
"Tidak pernah ada pertemuan. Kami tidak mengenal dia secara pribadi," tegas wanita dipanggil Lisa ini.
Bantahan serupa disampaikan Husain Abdullah, juru bicara keluarga JK.
Husain menyebut Silfester berbohong. Pengakuan Silfester, kata Husain, tidak benar dan menyesatkan.
“Pak JK tidak pernah mengenal, apalagi bertemu dengan Silfester Matutina," ujar Husain Abdullah, Senin (4/8/2025).
Mantan Menteri Hukum dan HAM, yang juga rekan JK, Hamid Awaluddin juga menegaskan tidak ada pertemuan Silfester dengan JK.
"Mengenai masalah Silfester, tidak pernah ada pertemuan antara Pak Jusuf Kalla dan dirinya membicarakan soal kasus pidana," kata Hamid dikutip dari tayangan KompasTV, Selasa (5/8/2025).
Hamid pun menceritakan proses permintaan maaf Silfester ke Jusuf Kalla melalui pengacara keluarga.
"Dia (Silfester) minta maaf, kemudian lawyer keluarga Pak Jusuf Kalla melapor ke Pak Jusuf Kalla. (Jusuf Kalla) merespons ya orang minta maaf kita harus maafkan," ucap Hamid.
"Tapi kasus hukumnya tetap jalan ya. Jadi tidak pernah ada pertemuan antara Silfester dengan Pak Jusuf Kalla membicarakan mengenai kasus ini," tegasnya.
Menurut Hamid Awaluddin, jika Kejaksaan mau melakukan eksekusi terhadap Silfester, merupakan langkah tepat.
"Karena selama ini putusan Mahkamah Agung yang tetap menghukum dia 1,5 tahun penjara tidak pernah dia jalani, dan tidak bisa dikatakan sudah ada pembicaraan dengan Pak Jusuf Kalla atau keluarganya sehingga tidak menjalani hukuman," katanya.
Jejak Kasus Fitnah Jusuf Kalla pada 2017
Silfester dituduh memfitnah Jusuf Kalla saat berorasi pada 15 Mei 2017.
Pada saat itu, Silfester menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.
"Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla" kata Silfester dalam orasi itu.
Silfester juga menuduh JK menggunakan isu rasis demi memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Silfester juga mengatakan JK berkuasa hanya demi kepentingan Pilpres 2019 dan kepentingan korupsi daerah kelahirannya.
"Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja," lanjut Silfester dalam orasi.
Orasi itu membuat Silfester akhirnya dilaporkan ke polisi oleh Jusuf Kalla, melalui kuasa hukumnya, Muhammad Ihsan.
Ihsan mengatakan awalnya JK tidak berniat melaporkan Silfester.
Namun, muncul desakan dari warga di kampung halaman JK di Sulawesi Selatan, untuk melaporkan Silfester.
"Desakan keluarga juga membuat Pak JK tak bisa menolak. Akhirnya Pak JK mengatakan jika langkah hukum dianggap yang terbaik, silakan dilakukan langkah hukum," kata Ihsan saat itu.
Dalam proses hukumnya, Silfester divonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Perkara ini sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 tertanggal 20 Mei 2019, disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Namun, Silfester belum menjalani hukuman tersebut. Selama bertahun-tahun tak ada upaya eksekusi dari Kejaksaan sebagaimana lazimnya proses hukum di Republik Indonesia.
Silfester tetap melenggang bebas, dan kini menjabat sebagai sebagai komisaris independen ID Food, anak perusahaan BUMN.
Isu ini baru mencuat ke publik setelah pakar telematika Roy Suryo mendatangi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), Kamis (31/7/2025), untuk mendesak pihak kejaksaan segera mengeksekusi Silfester.
Menurut Roy, seharusnya Silfester sudah dieksekusi dan dimasukan ke dalam penjara.
"Jadi yang sebenarnya yang bersangkutan itu sudah harus dieksekusi oleh kejaksaan dan harus masuk ke dalam ruang penahanan atau masuk lembaga pemasyarakatan (lapas)," kata Roy.
Sehingga pihaknya pun meminta kepada Kejaksaan untuk segera menangkap dan menjebloskan Silfester Matutina ke lembaga pemasyarakatan.
"Jadi ini yang kami mohon kepada Kejaksaan Negeri Jakarta selatan untuk melaksanakan eksekusi," ungkap Roy.
Setelah isu ini ramai di publik, barulah Kejaksaan Agung (Kejagung) bicara tentang eksekusi Silfester.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna mengatakan Kejari Jakarta Selatan telah mengundang Silfester untuk dilakukan eksekusi pada Senin (4/8/2025).
Anang pun memastikan akan mengeksekusi Silfester terkait kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla.
"Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, hari ini diundang yang bersangkutan. Kalau dia enggak datang ya silakan aja," kata Anang saat ditemui di Gedung Puspenkum Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin.
"Kita harus eksekusi," tegas Anang.
Setelah Kejagung memberi pernyataan, Silfester, yang sebelumnya mengklaim sudah menjalani proses hukum, mengatakan tak masalah jika kejaksaan mengeksekusi dirinya terkait kasus dugaan fitnah kepada JK.
"Nggak ada masalah. Intinya kan saya sudah menjalankan proses itu, nanti kita lihat lagi bagaimana prosesnya," kata Silfester.
Ia mengatakan, pihaknya akan menyiapkan dan mengatur segala sesuatunya dengan baik soal kasus hukumnya tersebut.
"Oh iya nanti kita atur yang terbaiklah. Intinya itu nggak ada masalah," tuturnya.
Di sisi lain, Silfester mengatakan pihaknya saat ini belum menerima surat panggilan dari Kejari Jaksel soal hal tersebut.
Dalam kesempatan sama, Sekretaris Jenderal Peradi, Ade Darmawan, menegaskan hingga saat ini belum ada surat resmi dari Kejari Jaksel menyatakan Silfester segera dieksekusi.
“Belum ada suratnya,” ucap Ade. (*/tribunmedan.com)
Artikel sudah tayang di Tribun Timur
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan