TRIBUN-MEDAN.com - Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada empat terdakwa pencucian uang Rp 119 miliar dan pembobol bank.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Padahal Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
Ada pun empat terdakwa itu yakni Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar, dan Meilisa.
Mereka terlibat dalam pembobolan Bank Jatim.
"Menyatakan Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar, dan Meilisa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta dalam permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama dua tahun dan pidana denda sebesar Rp10 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," demikian bunyi petikan amar putusan yang disadur pada Kamis (7/8/2025).
Sidang vonis itu berlangsung pada (6/8/2025).
Dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani.
Baca juga: Bupati Pati Minta Maaf Usai Ricuh Soal Kenaikan PBB 250 Persen: Saya Tidak Menantang Rakyat
Baca juga: Kim Jeung Ho Sudah Mengikuti Latihan Bersama PSMS Medan Hari ini
Jaksa Penuntut Umum, Lujeng Andayani dan Rahmawati Utami merasa keberatan dengan perkara yang telah merugikan keuangan negara itu.
Keduanya langsung menyatakan banding. Sehingga putusan yang diterima Sahril Sidik dkk akan diuji lagi di tingkat Pengadilan Tinggi.
Menurut dakwaan jaksa, kasus ini bukan perkara kecil. Keempat terdakwa punya peran masing-masing.
Mereka bekerja atas suruhan Deni (DPO). Sahril Sidik dan Abdul Rahim bagian membuat beberapa rekening palsu. Sedangkan, Oskar dan Meilisa mengaburkan asal usul uang menjadi aset kripto.
Skema ini berjalan rapi, nyaris tak terendus.
Oskar dan Meilisa mengerjakan dari sebuah rumah di perumahan elite The Home Southlink, Batam.
Hingga akhirnya pada 22 Juni 2024, Bank Jatim mencurigai adanya aktivitas tak wajar sebanyak 483 transaksi mencurigakan dengan nilai total mencapai Rp119 miliar.
Uang dalam jumlah fantastis itu mengalir ke berbagai rekening perusahaan.
Antara lain ke Raja Niaga Komputer sebanyak Rp35,4 miliar, Evo Jaya Intan senilai Rp29,7 miliar, dan Pasifik Jaya Angkasa sebanyak Rp22,4 miliar.
Jaksa mencatat setidaknya ada 22 identitas berbeda yang digunakan untuk menyamarkan dana.
Seluruh dana hasil kejahatan itu kemudian dikonversi ke dalam bentuk aset kripto.
Tak hanya keempat Sahril dkk, driver ojek online bernama Ahmad Sopian asal Surabaya juga terseret.
Rekening atas namanya digunakan sebagai penampung dana. Ia lebih dulu dijatuhi vonis dua tahun penjara dalam berkas perkara terpisah.
Tapi Deni, bos besar mereka sampai sekarang masih belum tersentuh hukum. Padahal, perannya disebut-sebut sebagai dalangnya.
Dua Anggota DPR RI Tersangka Dana CSR Bank Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota DPR RI sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Penetapan ini menjadi babak baru dalam pengusutan aliran dana sosial bank sentral yang diduga diselewengkan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi penetapan tersangka tersebut pada Rabu (6/8/2025) malam.
Menurutnya, surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk kedua tersangka telah diterbitkan.
"CSR BI apakah sprindik untuk dua tersangka ini sudah ada? Jawabannya sudah," ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Meskipun identitas resmi kedua legislator tersebut belum diumumkan secara rinci, Asep menegaskan bahwa KPK telah mengantongi nama-nama yang akan bertanggung jawab secara hukum.
"Nanti itu dijelaskan lebih lengkap oleh Mas Jubir (Juru Bicara KPK Budi Prasetyo), tapi yang jelas sudah ada tersangka," tegas jenderal polisi bintang satu tersebut.
Penetapan ini didasarkan pada Sprindik Nomor 52 dan 53 yang telah dikeluarkan KPK.
Asep menambahkan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain.
"Kami juga sedang mendalami untuk yang lainnya, kedua belah pihak, yang BI dan pihak dari legislatornya. Yang sudah ada dan sudah firm itu dua. Yang lainnya kita akan dalami," jelasnya.
Penyidik KPK telah intensif memeriksa sejumlah saksi terkait kasus CSR Bank Indonesia (BI) ini
Dua nama legislator yang kerap diperiksa adalah Satori, anggota DPR dari Fraksi NasDem, dan Heri Gunawan, anggota DPR dari Fraksi Gerindra.
Selain itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah pihak dari yayasan yang diduga menjadi perantara penerimaan dana CSR tersebut.
Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024. Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa. Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, penyidik KPK juga telah menggeledah kediaman dua anggota DPR, yakni Satori dan Heri Gunawan.
Dari rumah Satori di Cirebon, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pemberian dana CSR dari BI dan OJK. Barang bukti yang diamankan di antaranya sejumlah dokumen.
Sementara dari rumah Heri Gunawan di daerah Tangerang Selatan, KPK menyita barang bukti elektronik, dokumen, hingga surat. Barang-barang tersebut diduga berkaitan dengan korupsi pemberian dana CSR BI.
Kasus Dana CSR Bank Indonesia (B)
Kasus dana CSR Bank Indonesia (BI) adalah dugaan korupsi dalam penyaluran program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kasus ini telah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah menjadi sorotan nasional sejak akhir 2024.
Dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Dari total anggaran, hanya sekitar 50 persen digunakan sesuai peruntukan, sisanya diduga dipakai untuk membangun rumah pribadi, fasilitas non-sosial, atau disalurkan ke yayasan fiktif atau tidak layak. KPK menemukan bahwa sebagian besar yayasan penerima dana tidak proper secara administratif dan legal.
Pemeriksaan Deputi Gubernur BI Fillianingsih Hendrata
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah memeriksa Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Fillianingsih Hendrata, Kamis (19/6/2025) lalu, terkait penyidikan kasus dugaan korupsi penyelewengan program corporate social responsibility alias dana CSR BI atau program sosial Bank Indonesia (PSBI) ini. "Ya, permintaan keterangan," ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan, Kamis (10/6/2025) lalu.
Sementara, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan pihaknya terbuka untuk memanggil dewan gubernur BI lainnya, selain Fillianingsih Hendrata. "Semua yang mengetahui proses itu pasti akan dimintai keterangan penyidik," kata Fitroh saat dikonfirmasi.
Ketua KPK Setyo Budiyanto sebelumnya bicara soal peluang memeriksa Gubernur BI Perry Warjiyo dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dana CSR BI.
Setyo mengatakan, pemeriksaan terhadap Perry Warjiyo dimungkin setelah penyidik memeriksa saksi-saksi lain terlebih dahulu. Di samping itu, kata Setyo, pemeriksaan terhadap Perry Warjiyo tergantung penyidik, apakah dibutuhkan dalam melengkapi berkas perkara atau tidak.
"Nanti setelah proses pemeriksaan yang lain ini... Jadi semua tergantung kebutuhannya dari penyidik ya, apakah diperlukan pemeriksaan atau tidak," kata Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Anggota Komisi Keuangan DPR Terima Dana CSR BI
Komisi XI atau komisi keuangan diketahui merupakan mitra Bank Indonesia di parlemen.
Program CSR BI atau program sosial Bank Indonesia (PSBI) merupakan dana tanggung jawab sosial dari bank sentral. Dana tersebut kerap disebut sebagai dana CSR.
Setelah diperiksa, Satori sempat membuat pengakuan bahwa seluruh anggota Komisi XI mendapatkan dana CSR BI. "Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat," ucap Satori kepada wartawan saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (27/12/2024) lalu.
Satori menyampaikan dana PSBI digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (dapil). "Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,"imbuh dia.
Selain Satori, penyidik KPK juga telah memeriksa mantan anggota Komisi XI DPR lainnya, yakni Heri Gunawan, pada Jumat, 27 Desember 2024, di Gedung Merah Putih KPK.
Heri Gunawan mengatakan, penyidik KPK memeriksa dirinya untuk menyelisik dugaan keterlibatan seluruh anggota Komisi XI DPR. "Semua, semua (anggota Komisi XI DPR). Itu kan sebagai mitra. Biar nanti pihak KPK yang menjelaskan," kata politikus Partai Gerindra ini.
Kediaman Satori dan Heri Gunawan tak luput dari penggeledahan penyidik KPK. Dari rumah Satori di Cirebon, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pemberian dana CSR dari BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Barang bukti yang diamankan di antaranya sejumlah dokumen.
Sementara dari rumah Heri Gunawan di daerah Tangerang Selatan, KPK menyita barang bukti elektronik, dokumen, hingga surat. Barang-barang tersebut diduga berkaitan dengan korupsi pemberian dana CSR BI.
Dua Anggota DPR RI dari Nasdem Tak Penuhi Panggilan KPK
Dalam proses penyidikan, penyidik diketahui kembali memanggil Komisi XI DPR.
Mereka yaitu Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Partai Nasdem Fauzi Amro dan anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Nasdem Charles Meikyansah.
Fauzi dan Charles sama-sama sudah dipanggil KPK sebanyak dua kali, pada 13 Maret 2025 dan 30 April 2025.
Namun, kedua kompak tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.
Untuk informasi, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024. Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI Komisi Xl periode 2019–2024.
Profil Heri Gunawan
Nama: Heri Gunawan
Lahir: 11 April 1969 di Sukabumi, Jawa Barat.
Partai: Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
Saat ini, ia bertugas di Komisi XI DPR RI
Karier:
- Pimpinan Kantor Pusat Lembaga Keuangan Non Bank, Usaha Jasa Pembiayaan (1992–2003)
- General Manager Lembaga Keuangan Non Bank, Usaha Jasa Pembiayaan (2003–2006)
- Executive Vice President Perusahaan Induk (2006–2014)
- Komisaris Perusahaan Induk (2011–2014)
- Anggota DPR-RI (2014– Sekarang)
- Wakil Ketua Komisi VI (2014–2015)
- Anggota Komisi XI (2016–2019, 2019–Sekarang)
Riwayat Organisasi:
- Ketua Yayasan Giri Raharja (1999–sekarang)
- Bendahara DPP Partai Gerindra (2008–2010)
- Ketua Bidang Tani DPP Partai Gerindra (2010–2012)
- Bendahara DPN HKTI (2010–2015)
- Ketua Bidang Perdagangan DPP Partai Gerindra (2012–sekarang)
- Anggota Dewan Pembina PP Satuan Relawan Indonesia Raya (2013–sekarang)
- Wakil Bendahara Fraksi Partai Gerindra DPR-RI (2014–2019)
- Wakil Ketua Umum DPN HKTI (2015–sekarang)
- Bendahara Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (2017–sekarang)
- Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI (2019–sekarang)
Profil Satori
Nama: H. Satori.
Lahir: 25 Februari 1970 di Palimanan, Cirebon.
Partai: NasDem
Saat ini bertugas di Komisi XI DPR RI.
Karier dan Riwayat Organisasi:
- Ketua IPHI Kabupaten Cirebon (2020–2025)
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cirebon dari PKS (2009–2014)
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dari PKS (2014–2019)
- Anggota DPR-RI dari Nasdem (2019–sekarang)Anggota Komisi XI (2019–2020)
- Anggota Komisi VIII (2020)
- Anggota Komisi XI (2020–sekarang)
(*/tribun-medan.com)
Sebagian artikel sudah tayang di tribun-jatim
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan