Berita Internasional

Putrinya Diusir karena Nikahi Pria yang Tak Direstui, Ibu Ini Syok saat Mengunjungi Sang Anak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERNIKAHAN TAK DIRESTUI: Wanita tinggalkan orang tuanya demi menikahi pria yang tak direstui keluarga, wanita ini kini menyesal tinggal di rumah tak layak, Senin (11/8/2025).

TRIBUN-MEDAN.com - Sebuah video mengharukan yang memperlihatkan seorang ibu mengunjungi anak gadisnya setelah bertahun-tahun berpisah karena konflik keluarga, viral di media sosial.

Dalam video tersebut, sang ibu tampak menangis histeris ketika melihat kondisi putrinya yang jauh dari kata layak, tinggal di sebuah bangunan kumuh bersama pria yang dulu ia pilih dan perjuangkan demi cinta.

Dikutip dari Sanook.com Senin (11/8/2025), kisah ini bermula ketika sang putri, yang saat itu bekerja paruh waktu, jatuh cinta kepada seorang pria dan memutuskan untuk tinggal bersamanya.

Ketika rencana pernikahan mereka diketahui keluarga, penolakan keras datang dari orang tua dan sanak saudara.

Namun, dalam euforia cinta, sang gadis tidak menggubris keberatan tersebut. Ia bersikeras meninggalkan rumah dan memilih untuk hidup bersama pria pilihannya, meski harus memutuskan hubungan dengan keluarganya.

Dalam video yang viral tersebut, sang ibu menceritakan bahwa sebelum kepergian putrinya, ia sempat mengucapkan kata-kata keras yang hingga kini masih terngiang di benaknya.

“Kalau kamu keluar dari rumah hari ini, kamu tidak akan bisa kembali lagi,” ujarnya waktu itu dengan nada penuh amarah.

Tak disangka, ucapan itu menjadi kenyataan. Sang anak benar-benar meninggalkan rumah, dan meskipun sempat mencoba menghubungi keluarga beberapa kali setelahnya, tak satu pun anggota keluarga yang bersedia mengangkat telepon.

Amarah dan kekecewaan telah menutup pintu komunikasi di antara mereka.

Namun, waktu berjalan dan rasa rindu mulai mengalahkan ego. Sang ibu yang dulu marah kini hanya ingin tahu bagaimana keadaan anaknya.

Ia memutuskan untuk mencari dan mengunjungi putrinya secara langsung. Ketika tiba di tempat tinggal anaknya, sang ibu dibuat terpukul.

Tempat yang dihuni anaknya selama bertahun-tahun itu hanyalah sebuah bangunan kecil dengan empat dinding sederhana yang dipenuhi jamur, tanpa perabotan layak, dan nyaris lebih mirip gudang petani daripada rumah.

Tak ada kasur, hanya papan kayu sebagai tempat tidur. Ruangan dipenuhi sampah, gulma, alat pertanian, dan barang-barang yang berserakan.

Melihat kondisi tersebut, sang ibu tidak kuasa menahan tangis. Ia memarahi anaknya dengan emosi campur aduk antara marah, sedih, dan kecewa.

Ia mempertanyakan bagaimana suami sang anak bisa membiarkannya hidup di tempat seperti itu, dan mengapa anaknya bersikeras memilih kehidupan seperti ini, padahal sebelumnya ia hidup nyaman bak seorang putri kecil di rumah orang tuanya.

Putrinya tidak menjawab satu kata pun. Ia hanya terdiam, menyadari bahwa segala ucapan ibunya adalah kenyataan pahit yang kini harus ia telan sendiri.

Sang ibu mengungkapkan penyesalannya karena pernah berkata bahwa anaknya tidak boleh pulang.

Ia mengakui bahwa kata-kata itu menjadi tembok yang menghalangi sang putri untuk kembali.

Ketika ditanya mengapa tidak kembali ke rumah setelah mengalami kesulitan, sang putri menjawab lirih bahwa ia sudah tidak punya muka untuk pulang.

“Meskipun jalan yang saya pilih harus saya jalani sambil berlutut, saya akan terus melangkah,” ujar sang anak.

Ibu tersebut kini berniat membelikan rumah baru yang lebih layak untuk putrinya. Namun, keputusan itu menimbulkan perdebatan di kalangan warganet.

Banyak yang menilai bahwa sang ibu tidak seharusnya membelikan rumah, dan lebih baik menyimpan uang untuk masa tuanya.

Mereka beranggapan bahwa sang anak telah dewasa, memilih jalan hidupnya sendiri, dan kini harus bertanggung jawab atas keputusannya, termasuk konsekuensi pahitnya.

Beberapa komentar di media sosial menunjukkan dukungan terhadap keputusan sang ibu untuk tetap peduli, namun tidak sedikit juga yang menyalahkan cara keluarga menangani konflik sejak awal.

Menurut sebagian warganet, jika orang tua memberikan nasihat dengan cara yang lebih lembut dan terbuka, bukan dengan ultimatum, mungkin sang anak tidak akan merasa terasing dan meninggalkan rumah.

Ada pula yang menekankan bahwa di balik semua luka itu, kasih sayang orang tua tidak pernah benar-benar hilang.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Berita Terkini