Berita Internasional

Pengantin Wanita Dicekik Kerabat Mempelai Pria saat Bagikan Angpao, Reaksi Sang Suami Tuai Sorotan

Pengantin wanita dicekik oleh tamu saat sedang membagikan angpao di pernikahannya sendiri.

SANOOK.COM
Tamu undangan yang diketahui sebagai kerabat mempelai pria mencekik pengantin wanita saat membagikan angpao di pernikahannya. 

TRIBUN-MEDAN.com - Pengantin wanita dicekik oleh tamu saat sedang membagikan angpao di pernikahannya sendiri.

Insiden pengantin Wanita dicekik saat bagikan angpao di hari pernikahannya itu terjadi di Hebei, China dan menghebohkan jagat maya.

Peristiwa tersebut terekam dalam video yang beredar luas di media sosial dan memicu reaksi keras dari publik. Momen sakral yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan dalam hidup kedua mempelai justru ternoda oleh tindakan kasar yang dilakukan atas nama tradisi.

Dikutip dari Sanook.co Sabtu (4/10/2025), peristiwa mengejutkan ini terjadi setelah prosesi pernikahan selesai dilaksanakan sesuai adat setempat.

Dalam tradisi pernikahan di beberapa daerah Tiongkok, pengantin pria dan wanita akan membagikan angpao (amplop merah berisi uang) kepada keluarga dan kerabat sebagai simbol berbagi keberuntungan dan kebahagiaan.

Siapa pun boleh menerima angpao, cukup dengan mengulurkan tangan.

Namun momen hangat tersebut berubah menjadi kekacauan ketika seorang wanita paruh baya, yang kemudian diketahui merupakan kerabat dari pihak mempelai pria, tiba-tiba mendekati pengantin wanita dan langsung mencekiknya dari belakang.

Tak hanya dicekik, wanita itu juga merampas angpao dari tangan sang pengantin. Pengantin wanita sempat diseret beberapa langkah dengan cekikan masih melingkar di lehernya, hingga wajahnya memerah karena kesulitan bernapas.

Kepanikan pun terjadi di antara para tamu. Beberapa orang berusaha melerai dan memohon agar si pelaku segera melepaskan cengkeramannya.

Setelah beberapa saat, pengantin wanita akhirnya berhasil dibebaskan dengan bantuan tamu yang lain. Namun, rasa malu dan marah jelas tergambar di wajahnya.

Di hari yang seharusnya menjadi momen paling bahagia dalam hidupnya, ia justru menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh tamu sendiri.

Dengan nada tinggi, pengantin wanita sempat melontarkan pertanyaan kepada pelaku, mempertanyakan maksud dari tindakannya.

Ia mengaku tidak menyangka orang yang lebih tua darinya bisa bertindak seperti itu hanya demi mendapatkan angpao. Sayangnya, sebelum terjadi konfrontasi lebih jauh, beberapa pria dari pihak keluarga mempelai pria justru mendorong sang pengantin wanita kembali ke dalam ruangan, sambil berkata, "Ini tradisi lokal, jangan marah."

Sikap tersebut membuat publik semakin geram, karena tidak hanya menunjukkan pembiaran terhadap tindakan kekerasan, tetapi juga menggunakan tradisi sebagai pembenaran atas perilaku tak pantas.

Sang mempelai pria pun menuai kritik karena dinilai tidak melindungi istrinya. Ketika ditanya, ia hanya menjawab bahwa pelaku adalah orang yang lebih tua darinya, dan ia tidak ingin menimbulkan masalah dalam keluarga besar.

Ia pun menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada orang tuanya, meskipun diyakini bahwa pelaku tidak akan meminta maaf.

Setelah video kejadian ini viral di media sosial, berbagai reaksi pun bermunculan. Banyak warganet menyayangkan penyimpangan tradisi yang seharusnya menjadi simbol kebahagiaan menjadi alat pembenaran kekerasan.

Beberapa pengguna media sosial bahkan menyatakan bahwa kejadian seperti ini menjelaskan mengapa semakin banyak perempuan di pedesaan yang enggan menikah atau menjadi bridesmaid, karena takut menjadi korban tradisi yang diselewengkan.

Menurut komentar warganet, persoalan utama bukanlah tradisinya, melainkan orang-orang yang dengan sengaja menyalahgunakannya. Banyak yang mengungkapkan kekesalan terhadap pelaku dan keluarga mempelai pria yang tidak segera mengambil tindakan tegas.

Beberapa bahkan mempertanyakan apakah masyarakat masih bisa membedakan antara adat istiadat dan perilaku kasar yang tidak beradab.

Kritik juga diarahkan kepada lingkungan sosial yang cenderung membenarkan perilaku semacam itu atas nama adat. Dalam banyak kasus, orang tua dan tokoh masyarakat sering kali memilih diam untuk menghindari konflik, padahal tindakan tersebut sudah sangat merugikan pihak lain secara fisik maupun emosional.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved