Berita Nasional

RUU Perampasan Aset Belum Sinkron, Beleg DPR: Tunggu Revisi dari Pemerintah

Baleg DPR siap mengkaji, namun draf yang ada sebelumnya dinilai belum sinkron dengan sejumlah undang-undang lain.

(Istimewa)
RUU PERAMPASAN ASET - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan. Sturman menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih berstatus sebagai usulan pemerintah. 

TRIBUN-MEDAN.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih berstatus sebagai usulan pemerintah. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan.

Menurutnya, Baleg DPR siap mengkaji, namun draf yang ada sebelumnya dinilai belum sinkron dengan sejumlah undang-undang lain.

Ia menjelaskan, dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024–2029, RUU Perampasan Aset memang tercatat sebagai inisiatif pemerintah. 

Kendati demikian, menurut Sturman tidak menutup kemungkinan DPR juga dapat mengambil alih inisiatif apabila ada kebutuhan mendesak.

Baca juga: Mana Janji 19 Juta Lapangan Kerja? Mahasiswa Tagih Ucapan Wapres Gibran di Hadapan DPR

"Kalau jadi usulan DPR, DPR harus membuat dulu rancangannya, kita harus RDPU dulu, rapat dengar pendapat umum kepada ahli, pakar-pakar hukum, pakar ekonomi, pakar apapun. Tapi sampai saat ini di Prolegnas 2024-2029 itu masih usulan pemerintah. Tapi nggak apa-apa, siapapun mengusulkan oke-oke aja,” ujar Sturman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Sturman menekankan hal terpenting adalah memastikan materi RUU tidak bertentangan dengan undang-undang yang sudah berlaku. 

Ia mencontohkan, draf lama menuai kritik lantaran memberi kewenangan perampasan aset bahkan pada tahap ketika seseorang belum berstatus tersangka.

"Yang penting adalah jangan sampai bertentangan, bertabrakan dengan UU yang sudah ada. Konsep yang lama itu, kami juga belum rapat di badan legislasi, tapi menurut ketua Baleg bahwa itu belum pas karena bertabrakan dengan UU yang ada. Misalnya belum tersangka, baru dimintai keterangan, disangkakan, langsung asetnya dirampas," ucapnya.

Baca juga: BIKIN Status WhatsApp Ajak Bakar Rumah Kapolresta, Begini Nasib Remaja di Pati

Terkait kemungkinan penyusunan omnibus law agar tidak beririsan dengan undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU), Sturman menyebut hal itu masih terbuka untuk didiskusikan lebih lanjut.

"Nggak ada yang tak mungkin di dunia, semua mungkin," kata dia.

Meski begitu, ia menegaskan Baleg DPR belum dapat membahas detail lebih jauh karena kewenangan penyusunan draf saat ini masih berada di tangan pemerintah.

"Itu kewenangan pemerintah, selama itu usulan pemerintah, pemerintah punya kewenangan. Kalau usulan Baleg saya akan cerita. Kemarin yang lalu itu drafnya konon kabarnya belum pas, bertabrakan. Jadi kalau kita diskusikan nanti panjang ceritanya," jelasnya.

Sturman menambahkan, DPR pada prinsipnya terbuka apabila pemerintah menyampaikan draf baru yang lebih komprehensif.

Baca juga: Polres Pematangsiantar Tangkap Pengedar Sabu, 20,25 Gram Diamankan dari Tangan Remaja 19 Tahun

"Nggak ada yang nggak mungkin, bisa saja (jadi usul DPR). Tapi sementara ini masih diusulkan pemerintah, nanti kita Baleg akan melihat lagi. ‘Oke kita minta ini DPR, oke ayo.’ Tapi itu harus ada pernyataan dulu, karena sudah diusulkan, gitu loh," pungkasnya.

Presiden Dukung Penuh

Presiden RI Prabowo Subianto mengaku mendukung penuh rancangan Undang-undang Perampasan Aset.

Hal itu disampaikan Prabowo di depan massa buruh pada momen Hari Buruh, 1 Mei 2025.

Prabowo mengatakan, penerapan RUU Perampasan Aset ini perlu diterapkan dalam rangka pemberantasan korupsi.

"Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!" ujar Prabowo dari atas panggung, dikutip dari Kompas.com.

Meski begitu, belum jelas kapan RUU Perampasan Aset ini akan disahkan.

Lalu, apa itu RUU Perampasan Aset?

Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai apa itu RUU Perampasan Aset dan perjalanannya.

RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset adalah rancangan undang-undang yang bertujuan memberikan dasar hukum bagi negara untuk merampas atau mengambil alih aset yang berasal dari tindak pidana, terutama korupsi, tanpa harus menunggu putusan pidana terhadap pelakunya.

RUU ini mengusung konsep non-conviction based asset forfeiture, yaitu memungkinkan perampasan aset tanpa perlu terlebih dahulu menghukum pelaku melalui proses pidana biasa.

Dikutip dari berbagai sumber, RUU ini dirancang agar negara dapat lebih efektif mengembalikan kerugian negara (recovery asset), mempersempit ruang pelaku kejahatan untuk menikmati hasil tindak pidana, dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi serta tindak pidana berat lain seperti narkotika, perdagangan manusia, dan pencucian uang.

Aset yang dapat dirampas meliputi:

  • Hasil tindak pidana, baik yang langsung maupun tidak langsung diperoleh dari tindak pidana, termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversi menjadi bentuk lain.

  • Aset yang digunakan atau diduga akan digunakan untuk melakukan tindak pidana.

  • Aset milik pelaku sebagai pengganti aset yang sudah dirampas.

  • Aset yang asal-usulnya tidak jelas dan tidak seimbang dengan penghasilan yang sah

Perjalanan RUU Perampasan Aset Hingga Saat Ini

1. Awal Usulan dan Pemerintahan SBY (2003–2014)

Pada tahun 2003, RUU Perampasan Aset ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

  • Pada 2010, pembahasan hampir rampung, namun sering keluar-masuk dari daftar prioritas Prolegnas sehingga tak kunjung disahkan.

2. Pemerintahan Jokowi (2014–2024)

  • Pada 2020, RUU ini kembali masuk Prolegnas periode 2020–2024 atas dorongan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR mempercepat pembahasan dan menargetkan selesai pada 2022.

  • Pada 2022, naskah akademik dan draf RUU telah selesai, namun belum ada persetujuan penuh dari seluruh kementerian terkait. Beberapa menteri sudah paraf, namun Menkeu, Jaksa Agung, dan Kapolri belum memberi persetujuan final.

  • Selama periode ini, RUU Perampasan Aset menjadi sorotan publik dan didesak untuk segera disahkan, terutama dalam momentum demonstrasi dan kampanye antikorupsi.

3. Periode 2024–2025 dan Pemerintahan Baru

  • RUU Perampasan Aset kembali diusulkan masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029, bahkan ditempatkan di urutan ke-5 dari 40 usulan prioritas pemerintah.

  • Komisi XIII DPR RI menegaskan komitmen untuk melanjutkan pembahasan RUU ini, dengan rencana rapat bersama mitra komisi dan pelaporan perkembangan kepada Presiden Prabowo Subianto.

  • Meskipun demikian, hingga akhir 2024, pembahasan antara DPR dan pemerintah belum juga dimulai secara resmi, dan masa kerja DPR periode 2024–2029 yang akan segera berakhir membuat kemungkinan pengesahan dalam waktu dekat masih kecil.

Tantangan dan Dinamika

  • Proses Legislasi Lambat: RUU ini berulang kali keluar-masuk daftar prioritas Prolegnas dan kerap tersendat karena belum adanya konsensus antar kementerian/lembaga terkait.

  • Desakan Publik: Masyarakat sipil, aktivis antikorupsi, dan sejumlah figur publik terus mendesak agar RUU ini segera disahkan sebagai instrumen penting pemberantasan korupsi.

  • Kebutuhan Hukum: RUU ini dinilai sangat penting karena sistem yang ada saat ini mengharuskan vonis pidana terhadap pelaku sebelum aset bisa dirampas, sehingga jika pelaku meninggal, kabur, atau lepas dari tuntutan, aset hasil kejahatan sulit dikembalikan ke negara.

(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved