Berita Nasional

Inilah Sosok Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem Makarim, Dikenal Pejuang Antikorupsi Pernah di KPK

Reputasi Nono Anwar Makarim kini diuji karena kasus hukum yang menjerat putranya, Nadiem Makarim. 

Kolase TribunNewsmaker.com / dokumentasi
Nadiem Makarim, Nono Anwar Makarim dan Hotman Paris Hutapea 

TRIBUN-MEDAN.com - Inilah sosok Nono Anwar Makarim, ayah Nadiem Makarim. Ternyata dikenal sebagai pejuang antikorupsi hingga pernah di KPK.

Kehidupan dan keluarga Nadiem Makarim disorot setelah ditetapkannya Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) ini sebagai tersangka.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022, senilai Rp 1,98 triliun.

Setelah sosok istrinya, Franka Franklin terungkap, kini sosok ayahnya juga jadi perhatian. Apalagi ayah Nadiem Makarim, Nono Anwar Makarim bukan orang sembarangan. 

Dia dikenal sebagai pejuang antikorupsi, tokoh hukum dan aktivis senior yang punya pengaruh besar dalam sejarah politik dan hukum Indonesia.

Reputasi Nono Anwar Makarim kini diuji karena kasus hukum yang menjerat putranya, Nadiem Makarim

Sosok Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem Makarim

Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim merupakan anggota DPR di zaman Orde Baru, sekaligus praktisi hukum ternama di Indonesia.

Nono Anwar Makarim juga lulus dan menjadi alumni dari kampus ternama Indonesia dan luar negeri.

Dia dikenal sebagai salah satu pesohor dan praktisi hukum di Indonesia.

Nono Anwar Makarim merupakan salah seorang aktivis angkatan 1966 yang turut berunjuk rasa untuk menggulingkan rezim Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno.

Kini, pria berdarah Arab kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, itu dikenal sebagai penulis dan kolumnis di banyak media massa.

Latar belakang pendidikan hukum yang dipelajarinya di Indonesia dan Amerika Serikat, membuat Nono dikenal sebagai salah satu praktisi di bidang tersebut.

Selepas lulus kuliah di AS, ia sempat bekerja Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution.

Namun pada 1980, ia mendirikan kantor hukum sendiri bersama rekannya, Frank Taira Supit, dengan nama Makarim & Taira S. 

yang kini diakui sebagai salah satu kantor hukum terkemuka dan telah meraih banyak penghargaan, bahkan saat Nono sudah berusia 80 tahun.

Sebelum melanjutkan pendidikan ke Amerika, Nono Makarim menempuh kuliah di Universitas Indonesia.

Pada 1966, ia bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA) dan sejak 1958 hingga 1974 menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian KAMI, sebuah media mahasiswa yang vokal mengkritisi isu-isu politik.

Namun, akibat peristiwa Malari 1974, surat kabar ini akhirnya dibredel oleh pemerintah.

Nadiem Makarim, Nono Anwar Makarim dan Hotman Paris Hutapea
Nadiem Makarim, Nono Anwar Makarim dan Hotman Paris Hutapea (Kolase TribunNewsmaker.com / dokumentasi)

Dalam dua tahun sejak berdirinya, Makarim & Taira S sudah dipercaya menangani klien-klien besar seperti Bank Panin, Bata, Citibank, American Express, dan ICI. 

Prestasi tersebut menjadikan firma hukum ini sebagai panutan bagi banyak kantor hukum baru di Indonesia.

Sebelum populer sebagai pengacara selebritas, Hotman Paris sempat menghabiskan waktu 20 tahun bekerja di kantor hukum Makarim & Taira S. Melalui akun Instagram pribadinya, ia sering membagikan momen kenangan saat masih menjadi pengacara muda, termasuk saat berada di Sydney bersama ratusan pengacara asing lainnya.

Selain berkarier di dunia hukum, Nono Makarim juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.

Sejak 2011, ia dipercaya menjadi anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga yang bertugas meneliti dugaan pelanggaran kode etik internal. 

Nono menamatkan pendidikan hukumnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta pada 1973, yang kemudian dilanjutkan ke Harvard University, Amerika Serikat (1973-1974).

Pada 1975, ia berhasil meraih gelar master hukum (LLM) dari Harvard Law School.

Sama dengan Nadiem Makarim, yang juga merupakan alumni Universitas Indonesia dan Harvard University namun dengan jurusan yang berbeda.

Sebagai pendiri Makarim and Tiara Consellor At Law, Nono sempat menjadi atasan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Dalam sebuah postingannya di Instagram, Hotman membagikan momen-momen saat dirinya bekerja di Makarim & Taira S selama 20 tahun.  

Nama Nono Anwar Makarim sempat masuk sebagai anggota Komite Etik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 2011 silam.

Bersama Buya Syafii Maarid, Nono menjadi bagian dari lembaga anti-rasuah itu menggantikan dua pimpinan KPK sebelumnya, yakni Busyro Muqooddas dan Haryono Umar. 

Selain dikenal sebagai salah satu ahli hukum di Indonesia, Nono Makarim pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), dari tahun 1967 hingga 1971. 

Nono juga pernah menulis beberapa buku, salah satunya adalah Aspek-aspek Hukum Dalam Perdagangan dan Investasi Internasional Menghadapi Globalisasi (1995).

Di luar profesinya sebagai praktisi hukum, Nono aktif di berbagai kegiatan sosial dengan mendirikan beberapa yayasan seperti Yayasan Biodiversitas Indonesia dan Yayasan Bambu Indonesia (1993), juga Yayasan Aksara. 

Sempat menjadi peneliti muda di Harvard Centre for International Affairs, Harvard University, Amerika Serikat, selama setahun, Nono mendapatkan gelar master hukum (LLM) dari Harvard Law School.

Dari perguruan tinggi yang sama, Nono Anwar Makarim juga memperoleh titel doktor judicial science lewat disertasinya yang berjudul "Companies and Business in Indonesia”.

Pada era sebelumnya, Nono dikenal sebagai aktivis di Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA).

Selain itu, Nono Anwar Makarim juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi harian KAMI (1966-1973), dan duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari kalangan mahasiswa dari tahun 1967 hingga 1971. 

Eks Pimpinan KPK Bambang Widjojanto Bicara Peluang Nadiem Makarim Jadi Tersangka di 2 Kasus Berbeda

Nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019-2024 Nadiem Anwar Makarim tengah menjadi sorotan lantaran kasus korupsi di lingkungan Kemendikbudristek RI yang menjeratnya.

Nadiem Makarim terjerat di dua kasus korupsi yang sama-sama berkaitan dengan program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2023.

Namun, dua kasus tersebut ditangani dua lembaga penegak hukum yang berbeda, yakni:

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome atau Chromebook - ditangani oleh Kejaksaan Agung RI (Kejagung)

Kasus dugaan korupsi layanan penyimpanan data Google Cloud - diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Kedua kasus terjadi pada masa pandemi Covid-19, ketika Kemendikbudristek RI mendorong pembelajaran daring (dalam jaringan/online).

Chromebook dan layanan penyimpanan Google Cloud sendiri merupakan bagian dari ekosistem teknologi untuk mendukung pendidikan jarak jauh.

Chromebook adalah jenis laptop yang menggunakan sistem operasi ChromeOS buatan Google, dirancang khusus untuk penggunaan ringan dan lebih mengandalkan koneksi internet serta layanan berbasis cloud, seperti Google Drive dan Google Docs.

Google Cloud Platform adalah kumpulan layanan komputasi awan yang ditawarkan Google. Google Cloud berjalan di atas infrastruktur yang sama yang digunakan Google untuk produk internalnya, seperti Google Search, YouTube dan Gmail. 

Lantas, apakah mungkin Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka dan dihukum untuk dua kasus yang ditangani dua instansi yang berbeda pula?

Ada Peluang Nadiem Makarim Dihukum di Dua Kasus Korupsi yang Berbeda

Wakil Ketua KPK 2011-2015 Bambang Widjojanto menyebut, Nadiem Makarim bisa saja diperiksa dan dihukum untuk dua kasus tersebut.

Ia menegaskan, yang tidak diperbolehkan adalah apabila seseorang diperiksa dua kali atau dihukum dua kali untuk satu kasus.

Hal ini dia sampaikan dalam podcast MENTRI EX JOKOWI NADIEM MAKARIM RESMI JADI TERSANGKA!! yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Bambang Widjojanto, Jumat (5/9/2025).

"Yang enggak boleh itu, kalau ada satu kasus, dia diperiksa dua kali dan dihukum jadi dua kali. Enggak boleh begitu," kata Bambang.

"Cuman, kalau seseorang ini melakukan banyak kejahatan, dia boleh diperiksa atas kasus yang berbeda-beda. Itu boleh," lanjutnya.

"Misalnya yang ini. Yang satu itu kaitannya dengan pengadaan Chromebook. Yang satu lagi soal layanan Google Cloud. Itu kan dua isu yang beda," imbuhnya.

Kemudian, Bambang Widjojanto menyebut, seseorang bisa dihukum untuk dua kasus yang diusut satu lembaga yang sama maupun dua lembaga yang berbeda.

"Sehingga, orang bisa dihukum dengan dua kasus di satu lembaga, di sini baru kemudian kena lagi, misalnya Kejaksaan Agung memeriksa dengan dua kasus ini," kata pria yang akrab disapa BW tersebut.

"Tapi, bisa saja masing-masing lembaga yang punya otoritas itu kemudian yang satu meriksa ini, yang satu meriksa ini," imbuhnya.

Meski begitu, Bambang Widjojanto juga memiliki saran, sebaiknya jika seseorang dijerat beberapa kasus, maka kasus-kasus itu dihimpun dan digelarkan pemeriksaan secara bersamaan agar lebih efisien.

"Sebaiknya kalau ada satu orang yang punya beberapa kasus, kasusnya itu dihimpun kemudian diperiksa dalam waktu yang bersamaan," ujar pengacara kelahiran DKI Jakarta, 18 Oktober 1959 itu.

"Sehingga penanganan orang itu bisa lebih cepat, lebih efisien dan tidak ada kesan orang ini dihukum kali berkali-kali, walaupun bisa saja satu orang melakukan berbagai macam kejahatan, kan" jelasnya. 

"Jadi yang tidak boleh itu, orang dihukum dua kali atas tindakan yang dilakukannya satu kali. Atas tindakan yang sama, dihukum dua kali apalagi oleh dua lembaga yang berbeda, itu enggak boleh," paparnya.

"Cuman, sekarang yang satu layanan Google Cloud, yang satu lagi pengadaan Chromebook, itu kasus yang kepisah. Jadi, bisa [dihukum untuk dua kasus berbeda yang ditangani dua lembaga berbeda pula," tegasnya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved