Pahlawan Nasional

Respons Putri Soeharto Mbak Tutut dan Keluarga, Prabowo Beri Gelar Pahlawan pada Soeharto

Putri Keluarga almarhum RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut menanggapinya.

Editor: Salomo Tarigan
DOK Tribunnews.com
MBAK TUTUT - Putri almarhum RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut. Mbak Tutut menanggapi pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada ayahnya, Soeharto oleh Presiden RI Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). Pemberian gelar pahlawan pada Soeharto diwarnai pro dan kontra 

TRIBUN-MEDAN.com - Pro-kontra mewarnai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto.

Putri almarhum RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut dan keluarga menanggapinya.

AKSI KAMISAN - Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-885 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Aksi tersebut untuk menolak rencana gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto dan mendesak Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan yang sekaligus Menbud Fadli Zon mengurungkan rencana usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. Sejumlah buku sempat dilarang beredar di era Orde Baru atau selama masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
AKSI KAMISAN - Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-885 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Aksi tersebut  menolak rencana gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto dan mendesak Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan yang sekaligus Menbud Fadli Zon mengurungkan rencana usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. Sejumlah buku sempat dilarang beredar di era Orde Baru atau selama masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (Kolase Tribunnews)

Hari ini, Senin 10 November 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan 9 tokoh bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 2025 di istana Negara.

Respons keluarga Soeharto.

Putri Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut,  menyebut perbedaan pendapat sebagai hal yang wajar.

Namun, ia mengimbau agar kritik tidak dilakukan secara ekstrem dan tetap menjaga persatuan.

Mbak Tutut, menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki pandangan yang beragam, dan keluarga menghormati itu.

PAHLAWAN NASIONAL - Bungaran Saragih dan JR Saragih saat menerima penyerahan Anugerah Pahlawan untuk Tuan Rondohaim Saragih di Istana Negara, Senin (10/11/2025). 10 Tokoh menerima gelar pahlawan, termasuk Presiden RI Ke-2 Soeharto
PAHLAWAN NASIONAL - Bungaran Saragih dan JR Saragih saat menerima penyerahan Anugerah Pahlawan untuk Tuan Rondohaim Saragih di Istana Negara, Senin (10/11/2025). 10 Tokoh menerima gelar pahlawan, termasuk Presiden RI Ke-2 Soeharto (TRIBUN MEDAN/ISTIMEWA)

“Ya, pro kontra kan masyarakat Indonesia tuh kan macem-macem ya. Ada yang pro dan ada yang kontra itu wajar-wajar saja," ujar Tutut di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia menyebut, yang lebih penting adalah melihat perjalanan hidup ayahnya yang menurutnya didedikasikan untuk negara.

MANTAN PRESIDEN SOEHARTO: Mantan Presiden atau Presiden RI kedua Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. Dari awal wacana pengusulan Soeharto dapat gelar Pahlawan Nasional diwarnai penolakan
MANTAN PRESIDEN SOEHARTO: Mantan Presiden atau Presiden RI kedua Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. Dari awal wacana pengusulan Soeharto dapat gelar Pahlawan Nasional diwarnai penolakan (ARSIP Kompas/JB Suratno)

“Yang penting kan kita melihat apa yang telah dilakukan oleh bapak saya dari sejak muda sampai beliau mangkat, itu semua perjuangannya untuk kepentingan negara dan masyarakat Indonesia.”

 

Tutut meminta agar perbedaan pandangan tidak sampai memecah kebersamaan bangsa.

 

“Jadi, boleh-boleh saja kontra tapi juga jangan ekstrim gitu. Yang penting kita jaga persatuan dan kesatuan," jelasnya.

 

Tutut juga meyakini masyarakat kini dinilai lebih dewasa dalam melihat sejarah.

 

“Saya rasa rakyat juga makin pinter lho. Jadi, sudah Mas juga apalagi wartawan, uh pinter-pinter kabeh. Jadi, bisa melihat apa yang Bapak lakukan, dan bisa menilai sendiri ya," jelasnya.

 

Dijelaskan Tutut, tidak ada langkah khusus setelah penganugerahan ini. Nantinya, keluarga hanya akan berziarah ke makam Soeharto.

 

“Pak Harto ya kita, kita ziarah ke makam Bapak. Kita berzikir di sana, kita bersyukur, kita juga mengucapkan syukur kita kepada Allah SWT," jelasnya.

Bambang Trihatmodjo Bersyukur

Sementara itu, putra Soeharto, Bambang Trihatmodjo, menyampaikan rasa syukur keluarga atas keputusan Presiden Prabowo.

 

“Kami sekeluarga merasa bersyukur. Terima kasih kepada Allah SWT, terima kasih kepada Presiden Prabowo Sekedar dan rakyat Indonesia," jelasnya.

 

Saat ditanya mengenai pengajuan gelar pahlawan untuk Soeharto yang sebelumnya sempat gagal di era Presiden SBY dan Joko Widodo (Jokowi), Bambang menegaskan keluarga menghormati proses.

 

“Ya kan itu kan melalui proses kita. Kita mengikuti saja," tandasnya.

  Pro kontra pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap mantan Presiden RI Soeharto masih hangat diperbincangkan.

Namun, Presiden Prabowo Subianto tetap menganugerahi  gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

 Soeharto sendiri adalah mantan mertuanya Prabowo Subianto.

Prabowo sempat menikah dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto

Bertepatan dengan momentum peringatan Hari Pahlawan pada Senin (10/11/2025),  Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan 9 tokoh lainnya di Istana Negara.

Baca juga: Resmi Berlaku November 2025, Rincian Tarif PLN Subsidi, NonSubsidi dan untuk Semua Pelanggan

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Berikut 10 tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional:

1. Abdurrahman Wahid 

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Presiden Republik Indonesia (RI) ke-4 menerima gelar Pahlawan Nasional, yakni sebagai tokoh dari provinsi Jawa Timur, Pahlawan nasional bidang perjuangan politik dan pendidikan Islam.

2. Soeharto

Soeharto, Presiden ke-2 RI merupakan tokoh dari Jawa Tengah mendapat penghargaan sebagai pahlawan nasional bidang perjuangan bersenjata dan politik.

3. Marsinah

Tokoh Jawa Timur, Pahlawan NAsional Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan.

4. Mochtar Kusumaatmadja

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, tokoh dari Jawa Barat didapuk sebagai pahlawan dari bidang perjuangan hukum dan politik.

5. Rahmah Yunusiyah

Rahmah Yunusiyah tokoh dari provinsi Sumatera Barat, pahlawan nasional bidang perjuangan pendidikan Islam.

Baca juga: Tuan Rondahaim Saragih, Napoleon-nya Orang Batak Calon Pahlawan Nasional

6. Sarwo Edhie Wibowo

Jenderal TNI purnawirawan Sarwo Edhie Wibowo tokoh provinsi Jawa Tengah, jadi pahlawan nasional bidang perjuangan bersenjata.

7. Sultan Muhammad Salahuddin 

Sultan Muhammad Salahuddin tokoh dari Provinsi NTB pahlawan bidang perjuangan pendidikan dan diplomasi.

8.  Syaikhona Muhammad Kholil

 Syaikhona Muhammad Kholil tokoh Jawa Timur pahlawan bidang perjuangan pendidikan Islam.

9. Tuan Rondahaim Saragih

Rondahaim Saragih Garingging atau Tuan Rondahaim Saragih Garingging tokoh dari Sumatera Utara, pahlawan bidang perjuangan bersenjata.

10. Zainal Abidin Syah

Zainal Abidin Syah tokoh dari Maluku Utara pahlawan bidang perjuangan politik dan diplomasi.

Baca juga: Resmi Berlaku November 2025, Rincian Tarif PLN Subsidi, NonSubsidi dan untuk Semua Pelanggan

Gus Mus Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Banyak Kiai dan Warga NU Korban Intimidasi

 Polemik pemberian gelar Pahlawan Nasional pada Soeharto masih jadi sorotan.

Seperti diberitakan, Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada momentum Hari Pahlawan Nasional 10 November.

KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus secara tegas menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

GUS MUS - KH. Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus.
GUS MUS - KH. Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. (Tribun Jogja)

“Saya ini orang yang paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, dikutip dari NU Online.

Penolakan Gus Mus bukan tanpa alasan.

Ia mengungkapkan bahwa selama masa Orde Baru, banyak ulama pesantren dan warga Nahdlatul Ulama (NU) mengalami perlakuan tidak adil.

“Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh pasang malah dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri, akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” ungkap Gus Mus di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

Ia juga mengenang bagaimana Kiai Sahal Mahfudh pernah didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah yang memintanya menjadi penasihat partai.

“Kiai Sahal tidak mau, saya menyaksikan sendiri,” imbuhnya.

Menurut Gus Mus, banyak ulama dan pejuang bangsa yang memiliki jasa besar, namun keluarganya tidak pernah mengusulkan gelar pahlawan demi menjaga keikhlasan amal mereka.

“Banyak kiai yang dulu berjuang, tapi keluarganya tidak ingin mengajukan gelar pahlawan. Alasannya supaya amal kebaikannya tidak berkurang di mata Allah. Kalau istilahnya, menghindari riya’,” jelas Rais Aam PBNU periode 2014–2015 itu.

Ia menilai, jika ada warga NU yang mendukung Soeharto sebagai pahlawan, itu menunjukkan ketidaktahuan terhadap sejarah kelam masa Orde Baru.

“Orang NU kalau ada yang ikut-ikutan mengusulkan berarti tidak ngerti sejarah,” tegas pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin itu.

Gus Mus mengingatkan bahwa banyak tragedi menimpa kiai, santri, dan warga NU selama Orde Baru.

Salah satunya terjadi saat Pemilu 1971 di Losarang, Indramayu—basis kuat Partai NU—di mana warga mengalami intimidasi, teror, hingga perlakuan sadis.

Pelengseran Soeharto 1998 soal Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Alasan utama pelengseran Soeharto pada 1998 lalu diingatkan lagi oleh Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Praswad Nugraha.

Praswad menyebut, alasan utama pelengseran Soeharto pada era reformasi kala itu, yakni maraknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Dia melontarkan kritik keras terkait keputusan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. 

Menurutnya, langkah ini berpotensi menjadi masalah mendasar pasca-reformasi dan mencederai semangat anti-korupsi.

 

Baca juga: Redenominasi Rupiah yang Diwacanakan Purbaya Pernah Berlaku Tahun 1959, Ternyata Ini Manfaatnya

"Soeharto diturunkan karena persoalan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela," kata Praswad dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).

Ia memandang, dari sudut pandang kampanye anti-korupsi, pemberian gelar ini sangat problematis. 

Praswad menilai, menempatkan Soeharto—tokoh yang diturunkan karena isu korupsi—sejajar dengan pahlawan lain seperti Wakil Presiden Indonesia pertama, Mohammad Hatta, yang dikenal sebagai tokoh anti-korupsi, adalah sebuah ironi.

"Ini bukanlah preseden yang baik serta dapat menyebabkan adanya pembelokan sejarah yang dilakukan secara nyata," ujarnya.

Praswad juga mendesak pemerintah untuk lebih menahan diri dalam mengambil kebijakan yang bersifat kontroversial dan mengabaikan suara publik.

"Pemerintah harusnya dapat menahan diri untuk melakukan kebijakan yang kontroversial," katanya.

Ia mengkritik tindakan yang dinilainya sebagai upaya menyenangkan presiden tanpa mempertimbangkan risiko kekecewaan publik. 

Menurut Praswad, pemerintah seharusnya belajar dari sejarah dan membaca penolakan masif yang selama ini muncul terkait usulan gelar pahlawan bagi Soeharto.

"Tindakan para oknum di pemerintahan yang berupaya menyenangkan presiden tanpa memberikan pertimbangan resiko kekecewaan publik menjadi persoalan yang berpotensi melahirkan kebijakan yang koruptif dan tidak partisipatif," katanya.

Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto yang akan diumumkan hari ini, Senin (10/11/2025), menuai kritik tajam dari para pegiat anti-korupsi. 


IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menilai langkah ini sebagai bentuk pengaburan sejarah koruptif di Indonesia.


Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, yang juga merupakan mantan penyidik KPK, menyatakan bahwa pemberian gelar ini ironis di tengah upaya pemulihan aset hasil kejahatan Soeharto yang masih berlangsung.


"Saat berbagai upaya untuk memulihkan aset hasil kejahatan Soeharto dilakukan, pada sisi lain, malah terdapat penegasan status Soeharto menjadi pahlawan," kata Lakso dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/11/2025).


Lakso mempertanyakan kelayakan seorang presiden yang memiliki sejarah dugaan keterlibatan korupsi untuk menyandang gelar pahlawan. 


Menurutnya, hal ini berbahaya karena dapat menciptakan preseden buruk bagi para pemimpin di masa depan.


"Ini berbahaya karena akan membuat preseden bagi para presiden ke depan bahwa tidak masalah terlibat dalam skandal apapun, asalnya memiliki kekuasaan maka seluruh skandal seakan terhapus," ujar Lakso.


Lebih lanjut, ia mengkhawatirkan konsekuensi hukum dari status pahlawan tersebut. 

Baca juga: Resmi Berlaku November 2025, Rincian Tarif PLN Subsidi, NonSubsidi dan untuk Semua Pelanggan


Ia mempertanyakan apakah proses pemulihan aset yang terus berlanjut nantinya dapat dianggap sebagai penistaan karena menelusuri harta seorang pahlawan nasional.


IM57+ Institute, yang terdiri dari para mantan pegawai KPK yang disingkirkan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang direkayawa juga menyoroti prioritas kebijakan pemerintah.


Menurut Lakso, di saat RUU Perampasan Aset yang krusial bagi pemberantasan korupsi belum juga disahkan, pemerintah justru sibuk memberikan gelar bagi sosok yang kontroversial karena isu korupsi.

Baca juga: Profil Jenderal TNI Purn Sarwo Edhie Wibowo, Panglima RPKAD Mertua SBY, Kini Pahlawan Nasional


"Prioritas yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat ini bisa menjadi tumpukan kekecewaan terhadap kinerja pemerintah ke depan," katanya.

Diberitakan, pemerintah akan mengumumkan secara resmi para penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025 hari ini.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengungkapkan bahwa Dewan Gelar Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) telah menyerahkan 49 nama usulan kepada presiden.

Selain Soeharto, beberapa nama lain yang turut diusulkan dan mencuri perhatian publik adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah.

Sebelumnya, usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto telah menuai perdebatan panjang. 

Tercatat, sebanyak 500 aktivis dan akademisi telah menyatakan penolakan terhadap usulan tersebut. 

Gelombang penolakan pemberian gelar pahlawan nasional pada mantan Predisen RI Soeharto terus bermunculan.

Sebelumnya,  korban atau penyintas tragedi Tanjung Priok 1984, menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. 

Baca juga: Jadwal Siaran Langsung Timnas U17 Indonesia vs Honduras, Laga Hidup Mati Tim Merah Putih

Aktivis korban penyintas tragedi 1965, Bedjo Untung hingga 468 tokoh juga menolak.  

Baca juga: Sah Daftar Nama 10 Tokoh Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Termasuk Soeharto, Diwarnai Penolakan

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Artikel imni telah tayang di Tribunnews.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved