Berita Viral
Putri Gus Dur Pertanyakan Rekam Jejak Soeharto, Gelar Pahlawan Prematur,Banyak PR Belum Diselesaikan
Sehari pasca penobatan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI kedua, Soeharto masih jadi perdebatan.
Melalui proses seperti itu, lanjutnya, para korban dan keluarga korban akan merasa dihargai pengorbanannya.
Mereka diakui sebagai korban, dan pada saat yang sama, mereka diberikan ruang untuk menutup bab kelam tersebut sebelum bangsa ini melangkah maju.
"Yang korban tidak merasa dikhianati dan dihargai pengorbanannya; keluarga korban itu dihargai bahwa mereka menjadi korban, tetapi juga pada saat yang sama, mereka kemudian bisa menutup bab itu, kemudian maju ke langkah yang lebih progresif menuju kemajuan negaranya," imbuhnya.
Oleh karena itu, Alissa menekankan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan bukanlah pemberian gelar, melainkan klarifikasi dan penyelesaian masa lalu melalui proses yang adil dan bermartabat bagi semua pihak, terutama para korban.
"Jadi, itu dulu yang harus diklarifikasi, justru," pungkas Alissa Wahid.
Berikut petikan wawancara khusus dengan Aktivis kemanusiaan dan Direktur Nasional Jaringan Gusdurian sekaligus putri sulung Presiden keempat RI Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid bersama Tribunnews;
Tanya: Mungkin Anda pasti juga menyuarakan hal ini, karena di pemberian Gelar Pahlawan Nasional tahun ini mendapat sorotan, karena ada sejumlah penolakan dari kelompok masyarakat terkait dengan pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto.
Bagaimana orang dihargai menjadi pahlawan, itu karena integritas moral. Karena apa namanya kesediaan untuk mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan integritas moral tersebut.
Lalu bagaimana perjuangan tersebut itu adalah untuk rakyat banyak. Nah, dan sebetulnya ini ada dalam undang-undang juga terkait dengan pemberian gelar pahlawan nasional ini menurut kami ada banyak PR terkait dengan Presiden Soeharto.
Nah, selama PR itu belum diselesaikan, maka sebetulnya kita belum bisa untuk menyebut beliau sebagai pahlawan nasional, karena ada banyak pihak yang mereka menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Soeharto.
Itu dulu yang harus diklarifikasi. Pada saat beliau menjadi presiden, beliau membuat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Beliau selalu menyatakan bahwa kita harus, pada akhirnya kita akan memaafkan Pak Soeharto, tapi harus melalui proses rekonsiliasi, Kebenaran dan Rekonsiliasi itu.
Itu bahkan sudah dibentuk timnya, jadi komisinya itu sudah dibentuk, sudah dikirim ke Afrika Selatan untuk belajar dari Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi yang dibuat oleh Nelson Mandela pada saat mereka selesai dari apartheid.
Nelson Mandela itu membuat sebuah konsep pendekatan di mana semua pihak yang melakukan pelanggaran HAM itu masuk dulu ke pengadilan. Setelah kemudian dibuktikan dan mengakui. Jadi, kebenarannya itu sudah muncul maka semua keluarga korban juga diminta untuk memaafkan. Itu membuat kemudian integrasinya, jadi masa fase sejarah itu selesai.
Yang korban tidak merasa dikhianati dan dihargai pengorbanannya; keluarga korban itu dihargai bahwa mereka menjadi korban, tetapi juga pada saat yang sama, mereka kemudian bisa menutup bab itu, kemudian maju ke langkah yang lebih progresif menuju kemajuan negaranya.
Sayangnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu waktu itu kemudian tidak dilanjutkan pada zaman Ibu Megawati, jadi memang tidak ada proses pengungkapan kebenarannya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Foto-Putri-Gus-Dur-Alissa-Qotrunnada-Wahid-dan-Gus-Dur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.