Berita Viral

Komnas HAM Keberatan Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Berbagai Peristiwa Pelanggaran HAM Berat

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merespon, penetapan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dianggap tidak pantas.

Editor: Salomo Tarigan
Kolase Tribunnews/irwan RIsmawan
TOLAK GELAR PAHLAWAN SOEHARTO- Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-885 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Aksi menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto . Senin (11/11/2025), Komnas HAM menyampaikan keprihatinan terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional pada Soeharto. 

Bagi Komnas HAM, semua peristiwa pelanggaran HAM yang berat harus terus diproses, diusut, dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran yang hakiki.

“Pemerintah seharusnya lebih hati-hati dalam penetapan pahlawan nasional, karena gelar kehormatan tersebut akan menjadi inspirasi dan teladan anak bangsa terhadap jejak perjuangan, keadilan, dan kemanusiaan dalam upaya membangun bangsa melalui nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” kata Anis.

10 Tokoh

Pemberian gelar Pahlawan Nasional dihelat di Istana Presiden, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ada 10 tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional 2025:

  1. KH Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
  2. Jenderal Besar TNI HM Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)
  3. Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
  4. Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
  7. Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)
  8. Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
  9. Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)
  10. Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)

     

Gelar Pahlawan Prematur

Putri Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid juga menolak penobatan Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto

A ktivis kemanusiaan dan Direktur Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa  menegaskan bahwa gelar pahlawan tersebut masih prematur mengingat adanya sejumlah "pekerjaan rumah" (PR) besar yang belum diselesaikan.

Alissa menjelaskan, pemberian gelar Pahlawan Nasional tidak bisa dilepaskan dari tiga kriteria fundamental yang bahkan tertuang dalam undang-undang.

Hal itu disampaikan Alissa Wahid saat sesi wawancara khusus dengan Tribunnews, Senin (10/11/2025).

"Pertama, bagaimana orang dihargai menjadi pahlawan, itu karena integritas moral. Kedua, kesediaan untuk mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan integritas moral tersebut. Dan yang ketiga adalah, bagaimana perjuangan tersebut itu adalah untuk rakyat banyak," ujar Alissa.

Berdasarkan tiga pilar inilah, menurut Alissa, rekam jejak kepemimpinan Soeharto masih menyisakan banyak pertanyaan.

"Dari tiga hal ini, menurut kami ada banyak PR terkait dengan Presiden Soeharto. Selama PR itu belum diselesaikan, maka sebetulnya kita belum bisa untuk menyebut beliau sebagai pahlawan nasional, karena ada banyak pihak yang mereka menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Soeharto," tegas putri dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Alissa kemudian menyoroti upaya yang sempat digagas di era Presiden BJ Habibie, yaitu pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Komisi ini, yang bahkan telah dikirim ke Afrika Selatan untuk mempelajari model KKR di sana, dimaksudkan sebagai jalan untuk menyembuhkan luka sejarah.

"Ia (Soeharto) selalu menyatakan bahwa kita harus, pada akhirnya kita akan memaafkan Pak Soeharto, tapi harus melalui proses rekonsiliasi, Kebenaran dan Rekonsiliasi itu," jelas Alissa.

Dia pun mengapresiasi model yang diterapkan Nelson Mandela pasca-apartheid di Afrika Selatan sebagai contoh yang baik. Dalam model tersebut, semua pihak yang diduga melakukan pelanggaran HAM harus melalui proses pengadilan terlebih dahulu.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved