Berita Viral

DUDUK PERKARA Guru Abdul Muis Dipecat Akibat Kutip 20 Ribu Untuk Gaji Honorer, Bermula Didatangi LSM

Duduk perkara guru SMAN 1 Luwu Utara Abdul Muis (59) dipecat setelah didatangi oknum LSM. 

Kompas.com
GURU DIPECAT - Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang viral dipecat karena niat bantu guru honorer yang tak digaji dengan meminta bantuan sumbangan. 

TRIBUN-MEDAN.com - Duduk perkara guru SMAN 1 Luwu Utara Abdul Muis (59) dipecat setelah didatangi oknum LSM. 

Pihak LSM menilail Abdul Muis melakukan pungutan liar dengan mengutip iuran Rp 20 ribu ke siswa untuk guru honorer. 

Petaka itu bermula setelah salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membuat pelaporan hingga Abdul Muis dan rekannya yang menjabat kepala sekolah (kepsek), Resnal dipenjara.

Abdul Muis dan kepsek menerima Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) setelah memungut iuran.

Meski, orang tua siswa sebenarnya tak keberatan dengan iuran tersebut.

Hal itu dinilai sebagai bentuk kepedulian terhadap guru honorer.

Abdul Muis sempat menceritakan momen dirinya mengetahui fakta soal surat pemecatan yang ditanda tangani sang gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman.

Surat keputusan (SK) Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD memutuskan Abdul Muis mendapatkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

SK pemberhentian statusnya sebagai PNS tersebut diterima Abdul Muisdengan pasrah.

Namun Abdul Muis tetap berusaha tegar.

“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.

Abdul Muis sendiri telah menjadi guru sejak tahun 1998, dengan total pengabdian selama 27 tahun.

Niat Awal Ingin Membantu Guru Honorer

Abdul Muis menguak permasalahan berujung pada pemecatannya bermula ketika ia ditunjuk sebagai bendahara komite sekolah pada 2018.

Saat itu ia dipilih sebagai bendahara komite berdasarkan kesepakatan dalam rapat pengurus komite dan orang tua siswa, bukan pungutan sepihak.

Hasilnya, disepakati adanya donasi sukarela dari wali murid sebesar Rp 20.000 per bulan.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya. 

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.
 
Sekolah pun harus mencari guru honor baru. 

Dalam rapat komite, dibahas persoalan guru honorer yang tidak mendapat insentif karena tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga tidak bisa menerima dana BOS.

Proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. 

Sebagian ia gunakan membantu guru honor. 

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya. 

Muncul Masalah Saat Didatangi LSM
Namun, langkah kemanusiaan dan kebijakan internal sekolah yang terbuka ini justru berbuntut panjang.

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang.

Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. 

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Orang Tua Ngadu ke Prabowo
Pemecatan dua guru tersebut langsung direspon orang tua siswa yang tak terima.

Pasalnya uang iuran yang dipungut merupakan keputusan bersama orang tua tanpa ada paksaan.

Salah satu orang tua bernama Akramah menegaskan  iuran tersebut dibayar secara sukarela dan merupakan hasil kesepakatan bersama orang tua siswa serta pihak komite sekolah.

"Pembayaran dana komite itu adalah kesepakatan orang tua," ujar Akramah.

"Kami tidak keberatan dengan iuran itu, karena anak kami yang dididik," imbuhnya.

Akramah mengatakan, pembayaran iuran dilakukan dengan niat membantu guru honorer yang berjasa dalam mendidik anak-anak.

"Pembayaran iuran itu untuk kebaikan guru yang mengajar anak kami. Kami tidak keberatan, apalagi Rp20 ribu itu tidak sebanding dengan jasa mereka," tambahnya.

Ia juga memastikan, dalam rapat komite, seluruh orang tua siswa sepakat untuk membayar iuran tersebut.

"Saat rapat pun tidak ada orang tua yang menolak. Semua sepakat karena itu untuk membantu sekolah," ujarnya, melansir Tribun Timur.

Akramah menyayangkan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut yang dinilainya hanya berniat membantu guru honorer dan meningkatkan mutu pendidikan.

"Kembalikan hak dua guru yang diberhentikan. Mereka punya keluarga, dan anak-anak kami bisa sukses karena mereka," ucapnya sambil meneteskan air mata.

Orang tua siswa lainnya, Taslim, juga menegaskan iuran sebesar Rp20 ribu per bulan tersebut dibayar secara sukarela setelah melalui rapat dan kesepakatan bersama.

"Pembayaran iuran itu tidak serta merta ada. Semua melalui rapat komite dan orang tua siswa," kata Taslim, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan, kebijakan tersebut bahkan memberikan keringanan bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah.

"Kalau ada dua anak bersaudara di sekolah, hanya satu yang membayar. Jadi memang tidak memberatkan," jelasnya.

Taslim menegaskan, iuran tersebut adalah bentuk kepedulian orang tua untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

"Kami menyumbang untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah. Kami kecewa, niat kami membantu justru berujung pada jeruji besi dan pemecatan dua guru," ucapnya.

"Kami juga tidak tega melihat tenaga honorer yang mengajar anak kami dari pagi sampai sore tanpa insentif," lanjut Taslim.

Para orang tua berharap pemerintah dapat meninjau ulang keputusan pemecatan terhadap dua pendidik tersebut.

"Kami tidak melawan putusan pemerintah, tapi mungkin perlu ditinjau ulang karena ini bukan korupsi."

"Dana itu bukan uang negara, melainkan sumbangan sukarela dari orang tua siswa."

"Kami meminta Bapak Presiden memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak dua guru yang dipecat," harap Taslim.

(*/tribun-medan.com)

Artikel sudah tayang di tribun-jatim

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved