Bedah Buku Hinca Pandjaitan

Hinca Sebut Negara Tak Hadir dalam Konflik PT TPL di Sumut, Jalan Tengah Adalah Martonggo Raja

Konflik antara masyarakat adat di Sumut dengan TPL tak kunjung tuntas. Apa pendapat Anggota Komisi III DPR RI Dr Hinca Pandjaitan?

Editor: Juang Naibaho
Dok Tribun Medan
BEDAH BUKU - Anggota Komisi III DPR RI Dr Hinca Pandjaitan XIII (tiga dari kiri) berdiskusi dengan insan pers dalam kegiatan bedah buku berjudul Jalan Tengah untuk Alam, Adat dan Industri, di Studio Tribun Medan, Jumat (7/11/2025). 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Konflik antara masyarakat adat di Sumatera Utara dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) tak kunjung tuntas. Anggota Komisi III DPR RI Dr Hinca Pandjaitan XIII menilai konflik ini tak akan berakhir jika negara tidak hadir untuk menyelesaikannya. 

“Saya setuju. Negara memang tidak hadir. Membiarkan konflik antar perusahaan dengan masyarakat. Kalau pun hadir, aparat,” ujar Hinca saat sesi bedah buku di Studio Tribun Medan, Jumat (7/11/2025).

Kegelisahan Hinca atas konflik masyarakat adat dengan perusahaan di daerah pemilihannya di Sumatera Utara ini ia tuliskan dalam buku berjudul Jalan Tengah untuk Alam, Adat dan Industri: Pelajaran dari Suku Sami Finlandia dan Suku Inuit Kanada untuk PT Toba Pulp Lestari Menuju Hilirisasi Serat Nusantara Dalam Semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

“Jadi kalau ditanyakan apakah negara absen dan juga tidak clear dari awal, yes. Karena sejak undang-undang pokok agraria ini tidak pernah selesai persoalan, bahkan terus berlanjut,” katanya. 

Bedah buku Jalan Tengah untuk Alam, Adat dan Industri ini turut melibatkan sejumlah jurnalis senior yang kerap menulis terkait konflik masyarakat adat dengan korporasi di Sumut. 

Mereka yakni Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan 2025-2028 Tonggo Simangunsong, Wartawan Harian Kompas Nikson Sinaga, Praktisi Media sekaligus akademisi Sumut Dr Ramdeswati Pohan dan Praktisi Media sekaligus akademisi Sumut Dr Fakhrur Rozi.

Baca juga: Gubsu Bobby Sebut Pemprov akan Rekomendasikan Tiga Solusi ke Kementerian untuk Tangani PT TPL

Atas kegelisahan itu, Hinca memutuskan untuk menulis buku setebal 518 halaman ini. Ia menuangkan ide-idenya melalui buku ini. 

“Ruang kami di DPR terlalu sempit. Sempit ruangan, sempit waktu dan sangat terbatas, sementara pikiran-pikiran besar tentang bernegara harus dituangkan. Karena itu saya memilih meneruskan bakat jurnalistik atau menulis saya sejak masih mahasiswa. Ini buku ke 16 selama saya menjadi anggota DPR,” katanya.

Buku Jalan Tengah untuk Alam, Adat dan Industri ini ia tulis selama 150 hari. Tak peduli di kantor, di rumah, kedai makan atau bahkan saat berada di kabin pesawat. 

“Ini bagian dari pertanggung jawaban publiklah. Waktu saya masih mendampingi Pak SBY hampir tiap hari kita diskusi tentang negara. Nah salah satu yang paling besar yaitu sumber daya alam. Kebetulan aku lahir di Asahan. Waktu SMP saya ikut menjadi pekerja kasar membangun PLTA Asahan. Jadi aku merasaka betul suasana di Asahan itu,” paparnya.

Provinsi Sumut, kata Hinca, memiliki sejarah panjang dalam industri. “Sejarah mengajarkan kita. Petarung-petarung dunia di sektor sumber daya alam itu bukan ke timur duluan justru di barat ini. Karena itulah muncul Pelabuhan Barus di sebelah barat, muncul Pelabuhan Belawan di Selat Malaka dan seterusnya,” paparnya. 

Sejarah panjang industri di Sumut, lanjutnya, juga masih dapat ditemui jejaknya sampai saat ini berupa bangunan-bangunan megah di Medan. 

“Jadi, industri besar awal datang ke Indonesia itu di Sumatera Utara dan sampai hari ini kita rasakan. Industri terakhir yang hadir setelah orde baru adalah INALUM, Indorayon yang sekarang TPL dan belakangan agak lambat misalnya DPM (Dairi Prima Mineral) yang juga belum beropasi dan seterusnya. Kalau perkebunan, saya kira sudah lengkap semua,” paparnya.

Gagasan untuk menuntaskan konflik tak berkesudahan inilah yang ia tuliskan dalam tujuh bab di buku Jalan Tengah untuk Alam, Adat dan Industri. Dia mengaku, buku ini ia tulis tanpa keberpihakan pada siapapun. 

“Ini harus saya tulis. Ketika yang satu terlalu ke kanan, yang satu terlalu ke kiri berarti harus ada jalan tengah,” katanya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved